PRESIDEN SOEHARTO: SEMUA PERUSAHAAN HENDAKNYA KEMBANGKAN KOPERASI KARYAWAN[1]
Cilegon, Kompas
Presiden Soeharto menghimbau agar dalam pelaksanaan manajemen perusahaan, dikembangkan suasana kerja yang serasi antara pimpinan dengan karyawannya. Dengan demikian, pabrik-pabrik akan dapat berproduksi dengan lancar, karena ada suasana yang tenteram.
“Di samping upah yang layak saya minta terus dikembangkan koperasi karyawan. Koperasi yang berkembang dengan sehat jelas akan membantu pimpinan perusahaan meningkatkan kesejahteraan secara luas.”
Demikian antara lain dikemukakan Kepala Negara ketika meresmikan 22 buah pabrik kelompok industri kimia dasar di 10 propinsi dan pengukuhan pendirian 549 koperasi karyawan industri (Kopkarin) se-Jawa Barat di Cilegon, hari Senin (25/5). Acara yang dipusatkan di PT Tri Polyta Indonesia, Kompleks Industri Petrokimia Cilegon itu, antara lain dihadiri Ny.Tien Soeharto, para pejabat tertinggi/tinggi negara, menteri-menteri Kabinet Pembangunan V, dubes negara sahabat, Panglima ABRI Jenderal TNI Try Sutrisno, 10 gubernur, Presdir PT. Tri Polyta Indonesia Sudwikatmono dan pengusaha besar Sudono Salim.
Presiden mengatakan, “Itulah sebabnya saya merasa berbahagia, hari ini saya dapat mengukuhkan 594 buah koperasi karyawan Industri untuk daerah Jawa Barat.” Diharapkan, kata Presiden, koperasi-koperasi karyawan seperti ini dikembangkan di semua perusahaan industri dan perusahaan lainnya di seluruh Indonesia.
“Di samping itu saya minta agar di perusahaan-perusahaan juga didirikan SPSl,” kata Kepala Negara.
Tidak Berubah
Kepala Negara menyatakan, peristiwa peresmian 22 pabrik industri kimia dasar dan pengukuhan Kopkarin ini menunjukkan, pembangunan di Indonesia bergerak makin cepat dengan dinamika tinggi, walaupun dalam suasana perekonomian dunia yang sedang dilanda ketidakpastian.
Ditegaskan, tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah mencapai kemakmuran, kesejahteraan dan keadaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan ini tidak pernah akan berubah. “Tujuan itu harus kita wujudkan melalui langkah-langkah nyata,” kata Presiden.
Di bidang ekonomi tujuan itu hanya dapat terwujud dalam masyarakat industri dengan dukungan pertanian yang tangguh. Sebab itu, sejak mulai pelaksanaan pembangunan di Indonesia perhatian besar terus diberikan kepada pembangunan pertanian dan industri.
Menurut Presiden, pembangunan pertanian dan industri di Indonesia yang maju setahap demi setahap telah bisa memenuhi kebutuhan pokok rakyat secara mandiri. Tapi ini saja jelas tidak cukup.
“Kita hidup di tengah-tengah zaman yang menuntut kemajuan dan di tengah-tengah dunia yang makin menjadi satu ekonominya. Untuk rnenghadapi tantangan dan peluang dalam dunia yang bergerak dinamis itu, ekonomi kita harus makin seimbang dan kuat strukturnya.”
Selanjutnya Presiden menunjukkan, selama hampir seperempat abad pembangunan, struktur ekonomi Indonesia makin seimbang. Sektor pertanian terus turmbuh. Sektor industri tumbuh lebih cepat lagi, bahkan sekarang mulai jadi tulang punggung ekonomi nasional. Sejak tahun 1991, sumbangan sektor industri terhadap perekonomian lebih besar dari sumbangan sektor pertanian. Tahun itu ekspor barang barang hasil industri, mencapai lebih dari 15 milyar dollar AS atau hampir 55 persen dari seluruh ekspor Indonesia.
Dengan penjelasan panjang Iebar Kepala Negara juga memperlihatkan Indonesia mulai memasuki babak baru, yakni merintis kemandirian dalam proses industrialisasi. Tapi ditegaskan, membangun masyarakat industri bukan hanya berarti membangun pabrik-pabrik. Tidak ada gunanya memiliki banyak pabrik, bila itu semua dibangun oleh tenaga-tenaga asing.
“Membangun masyarakat industri berarti membangun sikap, kebiasaan dan budaya yang benar-benar mampu membangun industri dengan kemandirian,” kata Presiden.
Lebih jauh lagi, Kepala Negara mengemukakan, pembangunan industri akan semakin menghadapi tantangan dalam memasuki tahap tinggal landas. Tapi bersamaan dengan itu akan terlihat peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan.
Di tingkat internasional, kata Presiden, perekonomian dunia akan terus berubah dan rumit, saling terkait dan saling tergantung serta terintegrasi. Arus globalisasi akan makin deras. Perkernbangan ini memerlukan sistem perdagangan internasional yang terbuka dalam persaingan yang wajar, jujur dan adil. Di lain pihak terlihat kecenderungan pembentukan kelompok-kelompok ekonomi regional di kalangan negara-negara industri maju. Pengelompokan negara-negara maju ini akan menimbulkan dampak positif jika mereka membuka diri terhadap produk -produk negara-negara sedang membangun.
“Sebaliknya, kepincangan yang ada dewasa ini akan bertambah besar dan dapat menjadi awal bencana, jika mereka menutup diri.”
Gejolak Berkepanjangan
Sementara itu Presiden juga memperlihatkan, perjuangan pembangunan bangsa Indonesia di tingkat nasional tengah berada di saat-saat yang sangat menentukan.
“Sebagaimana yang sering saya katakan, tahap tinggal landas yang tidak lama lagi kita masuki merupakan tahap yang kritis. Apabila kita berhasil melampauinya dengan sukses, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang maju dengan cepat, “kata Presiden.
“Sebaliknya, jika sampai gagal, kehidupan bangsa kita akan merosot dan tidak mustahil kita akan mengalami gejolak berkepanjangan.”
Tapi Kepala Negara juga meyakinkan, keberhasilan-keberhasilan selama ini akan menjadi bekal sangat penting dalam menghadapi masa kritis saat bangsa Indonesia memasuki proses tinggal landas.
“Karena itu, apa yang telah kita capai dalam pembangunan itu perlu kita mantapkan dan kita kembangkan .”
Di lain pihak Presiden mengingatkan, pembangunan industri yang pesat, selain mempercepat laju pembangunan, juga dapat menimbulkan berbagai masalah. Salah satu di antaranya adalah kesenjangan antara kekuatan-kekuatan yang sudah dapat memanfaatkan peluang yang terbuka dan mereka yang belum dapat memanfaatkan peluang yang terbuka tersebut.
“Namun saya yakin, dengan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, kita pasti akan berhasil mengatasi tantangan pembangunan yang berada di hadapan kita.”
Rp2,01trilyun
Menurut Menteri Perindustrian Hartarto, pabrik-pabrik yang diresmikan Presiden ini terdiri atas industri petrokimia, industri kertas, industri pupuk campuran, industri pestisida, industri pengolahan hasil pertanian dan industri gas industri. Jumlah investasi dari pabrik-pabrik itu ialah Rp 2,01 trilyun dan menyerap tenaga ketja 9.582 orang.
Dikatakan, keberadaan pabrik-pabrik tersebut dapat menghemat devisa sekitar 542,61 juta dollar Amerika Serikat per tahun dan produk yang diekspor akan dapat menghasilkan devisa sekitar 361,51 juta dollar AS per tahun. (osd)
Sumber: KOMPAS (26/05/1992)
_______________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 527-529.