PRESIDEN SOEHARTO: SISA KEPERCAYAAN RAKYAT INGIN DIABDIKAN SEBESAR-BESARNYA

PRESIDEN SOEHARTO: SISA KEPERCAYAAN RAKYAT INGIN DIABDIKAN SEBESAR-BESARNYA

 

 

Jakarta, Suara Pembaruan

“Saya sampaikan ucapan terima kasih karena satu tahun lagi saya akan memasuki umur 70 tahun, walaupun sekarang menurut perhitungan tahun Jawa saya sudah masuk usia 71 tahun. Mudah-mudahan saya pun juga menyadari akan umur itu dan tidak perlu saudara-saudara ragu-ragu didalam melihat memandang apa yang saya lakukan dalam menghadapi kehidupan saya memasuki hari senja”.

Ucapan ini disampaikan Presiden Soeharto sesuai membacakan sambutan tertulis membalas ucapan selamat ulang tahun kepada Kepala Negara oleh Dirut Perum perumnas dan Menpera, pada penyerahan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun Klender Jakarta Timur hari Sabtu.

“Hukum dari pada hidup sudah memang demikian oleh sebab itu saya terimakasih atas doa restu dari pada saudara dan rakyat Indonesia. Saya hanya ingin menggunakan sisa kepercayaan rakyat ini untuk mengabdi sebesar-besamya kepada rakyat,” lanjut Kepala Negara.

Seusai acara penyerahan sertifikat, Presiden Soeharto mengadakan temu wicara dengan warga penghuni rumah susun tersebut. Kepala Negara mengemukakan, banyak yang ragu-ragu apakah masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila itu bisa tercapai.

“Ini tentunya tergantung kepada kita sendiri. Namun yang jelas untuk mencapai cita-cita adil dan makmur itu tidak bisa dilakukan sekaligus tetapi diperlukan waktu dan ketekunan “katanya.

Presiden menggambarkan masyarakat adil dan makmur itu dengan pepatah Jawa yang mengatakan “Toto tentrem kerto raharjo gemah ripah lohjinawi tukul sarwo kang tinandur murah tan sarwo tinuku”. artinya aman tentrem dan teratur subur makmur produksi melimpah apa yang akan dibeli oleh rakyat serba mudah dan murah.

Aman tentram dan teratur kini diartikan pada Trilogi pembangunan yang meliputi stabilitas nasional pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. “Ini semua sedang kita laksanakan dan mudah2an apa yang dicita2kan itu akan dapat tercapai,” kata Kepala Negara.

Presiden mengatakan salah satu dari ukuran kesejahteraan itu adalah disamping sandang pangan juga papan (rumah). Rumah itu memang tidak mudah tapi alhamdulillah soal pangan sudah bisa dipenuhi karena kita mau kerja keras, begitu juga sandang Indonesia telah jadi salah satu negara penghasil tekstil yang cukup berlimpah dan malah bisa mengekspor.

 

Pengorbanan

Soal perumahan, menurut Presiden Soeharto, sejak nenek moyang di Tanah Air ini telah diperhatikan. Yaitu, bagi siapa yang tidak bisa membeli tanah, dengan “Mager Sari”, artinya nunut membangun rumah di pekarangan yang punya tanah, terutama yang ada hubungan famili. “Sekarang tanah memang sulit, tanah kurang. Sedang penduduk makin bertambah. Jadi untuk membangun rumah sekarang tidak bisa lagi Mager Sari karena tanahnya juga sulit. Karena itu Mager Sarinya harus ke atas, seperti rumah susun sekarang ini, supaya tanah yang sempit ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya”.

Dikatakan, bagi masyarakat yang belum biasa tinggal dirumah susun, lama-lama juga akan terbiasa. Tinggal di rumah susun lebih baik dan lebih sehat ketimbang tinggal di rumah kumuh yang berjubel. Meskipun harus mengorbankan tenaga untuk naik-turun. “Anggap saja ini sebagai olahraga. Capek ini anggap saja sebagai pengorbanan, karena untuk mencapai kesejahteraan ini memang diperlukan pengorbanan,” kata Kepala Negara sambil tertawa.

Presiden Soeharto mengatakan, perumahan-perumahan kumuh yang ada di kota-kota besar akan ditertibkan, diantaranya akan dibangun rumah-rumah susun.

 

Hak Asasi

“Jangan dari 1.000 warga yang akan digusur tanahnya untuk pembangunan rumah susun, hanya 800 yang setuju. Sedangkan yang lainnya tidak mau pindah, bahkan menjadi penghalang. Jangankan ratusan, satu saja bisa menjadi penghalang untuk menunggu-nunggu agar tidak bisa dibangun,” kata Presiden.

Ada orang yang dengan dalih hak asasi, dia menghalang-halangi. Dengan alasan hak untuk tinggal di rumah sendiri, peninggalan nenek moyang dan lain sebagainya, ia menghalangi pembangunan untuk kepentingan umum. “Padahal nenek moyangnya tidak memerintahkan untuk tetap tinggal di situ. Bisa pindah di tempat lain yang lebih baik,” kata Kepala Negara disambut tawa hadirin.

Kalau ada orang yang seperti itu, menurut Presiden, hendaknya seluruh masyarakat maupun aparat pemerintah daerah menyadarkannya, agar orang pindah ketempat yang lebih baik yang telah direncanakan.

Kalau masih ada orang yang menghalangi pembangunan rumah susun ini berarti akan menyulitkan aparat. “Para walikota dituntut untuk menyediakan rumah, tetapi dihalangi oleh dua tiga orang saja, yang karena hak azasinya mereka tidak mau memberi pengorbanan,” katanya.

Hak azasi boleh saja, kata Kepala Negara. Tetapi kalau untuk, kepentingan umum yang lebih besar sesuai pula dengan jiwa dan semangat Pancasila, maka harus berani dan rela berkorban. “Kalau ada orang yang menonjolkan hak azasinya, hak pribadinya, ini berarti belurn menghayati Pancasila sendiri. Iniperlu disadarkan”, kata Kepala Negara.

 

 

Sumber : SUARA PEMBARUAN (10/06/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 491-494.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.