PRESIDEN SOEHARTO TEKANKAN PERLUNYA TPI DIJALANKAN SECARA KONSEKUEN

PRESIDEN SOEHARTO TEKANKAN PERLUNYA TPI DIJALANKAN SECARA KONSEKUEN

Presiden Soeharto menekankan perlunya Tebang Pilih Indonesia (TPI) dijalankan konsekuen oleh para pemegang Hak Pengusaha Hutan (HPH) sebagai usaha pengamanan dan kelestarian hutan.

Presiden mengemukakan kembali hal itu ketika menerima Menteri Pertanian Sudarsono dan Menteri Pengawasan Pembangunan Nasional dan Lingkungan Hidup Emil Salim di Bina Graha Rabu pagi.

Para pemegang HPH hams menyediakan sejumlah dana bagi usaha pengamanan dan kelestarian itu. Untuk menjamin pelaksanaannya itu, maka pemerintah akan menyimpan sejumlah uang dari HPH sebagai "simpanan tanam wajib".

Emil Salim dan Sudarsono selesai diterima Presiden mengatakan kepada pers, jika pemegang-pemegang HPH menjalankan kewajibannya dengan baik dalam usaha pengamanan dan kelestarian hutan (peremajaan, dsb) setelah setahun uang tersebut dikembalikan.

Jika pemegang HPH tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan ketentuan­ketentuan yang berlaku maka simpanan tanam wajib itu akan diberikan pada pihak ketiga yang akan melaksanakan usaha-usaha kelestarian hutan.

Dalam pertemuan dengan KepalaNegara yang berlangsung satu jam lebih itu, telah dibicarakan masalah peningkatan mutu pengelolaan hutan di Indonesia.

Harus Punya Tenaga Ahli

Menteri Pertanian mengatakan, untuk meningkatkan mutu pengelolaan hutan itu maka pemegang-pemegang HPH harus mempunyai tenaga ahli yang mampu melaksanakan program penghijauan, harus mempunyai anggaran belanja untuk kepentingan itu di samping pengawasan yang terus menerus.

Dengan adanya sistem simpanan tanam wajib itu diharapkan usaha kelestarian dan pengamanan hutan di Indonesia dapat terjamin, kata Menteri.

Menteri mengatakan, semua pemegang HPH harus ikut aktif mengusahakan HPH-nya sendiri. "Kalau belum mampu bisa mengadakan usaha patungan, baik dengan swasta nasional maupun dengan swasta asing”.

Dewasa ini tercatat 382 pemegang HPH. Sebanyak 199 pemegang HPH sudah mengusahakan sendiri HPH-nya, 72 pemegang HPH berusaha patungan dan ini pemegang HPH yang masih menggunakan kontraktor untuk mengusahakan HPH.

Menteri mengatakan untuk mencapai peningkatan mutu pengelolaan hutan itu akan digunakan Tata Guna Hutan yang berdasarkan kesepakatan dari semua instansi-­instansi bersangkutan.

Tata Guna Hutan ini dimaksudkan agar semua orang mengetahui dimana batas­batas hutan produksi, hutan lindung, hutan margasatwa, cagar alam dsb.

"Sekarang ada beberapa HPH yang berada di daerah hutan lindung di Lampung dan Sulawesi", kata Menteri ketika ditanya wartawan.

Pemegang-pemegang HPH yang berada di daerah hutan lindung itu harus dipindahkan. Jika ada penduduknya, maka penduduknya itupun harus dimukimkan kembali, karena tidak dibenarkan bermukim di hutan lindung.

Indonesia saat ini terdapat 122 juta hektar hutan terdiri atas 97 hektar yang akan diusahakan dan 20 juta hektar hutan cadangan. Dari 97 juta hektar hutan yang diusahakan itu terdapat 47 juta hektar hutan lindung, 40 juta hutan produksi dan 10 juta hektar hutan TPA (Taman Pelestarian Alam).

Rutan TPA ini termasuk didalamnya hutan margasatwa, cagar alam, hutan taman wisata, dan lain-lain.

Dalam Repelita III, seluas lima juta hektar hutan lindung direboisasi. Untuk mencegah rusaknya hutan lindung akan diusahakan adanya hutan penyangga. Hutan penyangga ini dimaksudkan untuk pemukiman penduduk.

Menurut Emil Salim, hutan TPA dalam Repelita illakan terus dikembangkan.

Atas pertanyaan ia mengatakan, evaluasi pelaksanaan penghijauan dan reboasasi akan dinilai bulan September mendatang. Yang dinilai ialah apakah uang yang dikeluarkan sudah sesuai dengan pelaksanaan fisik. (DTS)

Jakarta, Antara

Sumber: ANTARA (22/08/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 463-465.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.