PRESIDEN SOEHARTO TENTANG PERGANTIAN KEPEMIMPINAN

PRESIDEN SOEHARTO TENTANG PERGANTIAN KEPEMIMPINAN [1]

Copenhagen, Kompas

Presiden Soeharto menegaskan, tiap negara sudah mempunyai mekanisme kepemimpinan nasional. Sistem pergantian kepemimpinan di Indonesia sebenarnya sudah melembaga di bawah naungan UUD 19-15, dan sudah beberapa kali berlangsung dengan mantap dalam pemilihan kepemimpinan nasional. Bahwa yang kemudian terpilih sebagai pemimpin adalah figur yang sama, itu soal lain.

Mensesneg Moerdiono menjelaskan hal itu kepada wartawan usai mendampingi pertemuan bilateral antara Presiden Soeharto dengan PM Cina, Li Peng, di Bella Cen­ter, Copenhagen, Denmark, Sabtu ( 11/3). Selain dengan PM Li Peng, Presiden Soeharto juga bertemu secara bilateral dengan Perdana Menteri Madagaskar Francisque Ravony dan Presiden Sudan Letjen Omar Hassan Ahmed El Bashir. Sementara Jumat malam, Presiden Soeharto juga mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Aljazair, Liamine Zeroual. Wartawan Kompas Rien Kuntari dan Ansel da Lopez dari Copenhagen melaporkan, Moerdiono menggambarkan pertemuan Presiden Soeharto dengan PM Cina, Li Peng, sebagai pertemuan antara dua pemimpin yang telah saling mengenal dari dekat cukup lama. Sebelumnya, pertemuan intensif diantara keduanya berlangsung saat Indonesia akan membuka kembali hubungan diplomatiknya dengan RRC, Agustus 1990.

Pada kesempatan itu, kedua pihak saling mengungkapkan rasa puas atas dukungan dan hubungan yang berlangsung di antara kedua negara selama ini. RI maupun RRC percaya hubungan bilateral keduanya masih bisa ditingkatkan di waktu­ waktu mendatang.

Kesehatan Deng Xiaoping

Moerdiono menambahkan, kedua pemimpin juga menyinggung kesehatan pemimpin Cina, Dong Xiaoping, serta sengketa Kepulauan Spratly yang melibatkan enam negara, di antaranya Filipina dan Cina yang hingga saat ini terus menegang. Tentang kesehatan pemimpin Cina Deng Xiaoping, menurut Moerdiono, PM Li Peng mengatakan, kesehatan Deng membaik. Li Peng menjelaskan, proses suksesi di RRC telah terbentuk. Karena itu mereka percaya proses pergantian pimpinan di waktu mendatang akan berjalan normal. Terhadap penjelasan itu, Moerdiono mengatakan, Presiden Soeharto menanggapi dengan mengatakan, “Kurang lebih hal yang sama juga berlangsung di Indonesia. Jadi kita sebetulnya mempunyai pula mekanisme kepemimpinan nasional sehingga sesungguhnya pergantian presiden di sistern kita telah melembaga, karena di bawah naungan UUD 45 ini sudah beberapa kali berlangsung proses pergantian presiden tersebut. Bahwa kebetulan yang dipilih orang yang sama, itu soal lain. Akan tetapi mekanismenya sudah berjalan mantap.”

Tentang sengketa Kepulauan Spratly, Moerdiono mengatakan, kedua pemimpin sepakat menganggap cara damai sebagai langkah terbaik menyelesaikan sengketa tersebut.

Tak Terjerumus

Dalam pertemuan dengan PM Madagaskar, Moerdiono mengatakan ,Presiden Soeharto menyetujui usulan untuk bertukar pikiran dan menyepakati langkah-langkah bersama, agar keduanya tidak terjerumus pada persaingan intemasional kedua negara. Sebaliknya PM Madagaskar mengatakan, ia mendengarkan dengan seksama pidato Presiden Soeharto dalam KTT Pembangunan Sosial pagi tadi (Sabtu 11/03). Dikatakan, pidato Presiden Soeharto benar-benar mencerminkan pula perasaan dan pemikiran Madagaskar,khususnya tentang kemandirian dan kerja sama Selatan­ Selatan. Kedua pemimpin sepakat meningkatkan kegiatan kunjungan kedua pihak untuk lebih saling memahami potensi, sehingga membuka peluang kerja sama.

Dengan Presiden Sudan, kedua pihak sepakat meningkatkan kerja sama kedua negara, yang hanya bisa dilakukan bila keduanya saling memahami potensi masing­ masing. Dalam hubungan bilateral, Indonesia banyak mengirim kapas dan kulit kepada Sudan dan produk lain seperti pupuk, mesin-mesin kecil, atau peralatan lain yang sudah cukup dikenal di Sudan. Karena itu, Presiden Sudan juga menawarkan peluang bagi Indonesia untuk investasi di Sudan. Terutama untuk produksi konkret yang diperlukan Indonesia. Misalnya, di bidang perluasan tanaman kapas.Dalam hal ini, Sudan siap mengekspor tanaman kapas ke Indonesia.

Alatas-Sekjen PBB

Sementara itu, persiapan rencana kunjungan Presiden Soeharto ke Sarajevo dan perkembangan terakhir situasi di Bosrua Herzegovina yang tengah diamuk perang, dan juga perkembangan di Kroasia, dibicarakan Menlu Ali Alatas dan Sekjen PBB Boutros-Boutros Ghali di Copenhagen, Jumat (10/3). Baik Alatas maupun Sekjen PBB menyatakan rasa prihatin mengetahui makin meningkatnya ketegangan di Sarajevo yang akan dikunjungi Kepala Negara. Tapi sampai usai pertemuan kedua pejabat, belum terlihat kemungkinan batalnyakunjungan Presiden Soeharto ke ibu kota Bosnia Herzegovina itu. Menurut Alatas, rencana kunjungan Presiden Soeharto ke Sarajevo yang dijadwalkan pada tanggal l3 Maret, sebelumnya juga telah diketahui oleh Sekjen PBB. Lebih jauh telah disinggung pula, bagaimana bentuk penyelesaian yang akan dicapai bagi konflik di Bosnia, demikian pula tentang pennasalahan yang ditimbulkan oleh adanya permintaan atau tuntutan Presiden Kroasia agar pasukan penjaga keamanan PBB (Unprofor) segera menghentikan operasi dan keberadaannya di Kroasia. Menurut Menlu Ali Alatas, kunjungan Presiden Soeharto ke Sarajevo merupakan waktu yang sangat penting dan tepat, mengingat makin meningkatnya ketegangan di wilayah itu.

Presiden Aljazair

Sementara itu, Presiden Soeharto Jumat malam di hotelnya menginap di Copenhagen, menerima kunjungan kehormatan Presiden Aljazair Liamine Zeroual. Mensesneg Moerdiono menjelaskan, semula kunjungan itu dijadwalkan setengah jam, namun akhirnya berjalan hampir satu jam, dan waktu terbanyak digunakan Presiden Aljazair menjelaskan situasi di negerinya. Liamine menyatakan rasa gembiranya dapat bertemu dengan Presiden Soeharto dan menekankan bahwa hubungan antara Indonesia dengan negaranya mempunyai akar yang dalam dan latar belakang yang kuat. Persaudaraan itu menjadi dasar bagi Aljazair untuk meningkatkan hubungan ini agar Jebih meningkat lagi di waktu-waktu mendatang. Presiden Aljazair minta pengertian dari Presiden Soeharto mengenai langkah-langkah dan masalah-masalah yang diambiI pemerintahnya dewasa ini. Presiden Liamine menerangkan, negaranya sebetulnya mengalami krisis yang bersifat multidimensional. Dijelaskan secara panjang Iebar mengenai latar belakang krisis tersebut dan langkah-langkah yang diambil. Menurut Moerdiono, Presiden Soeharto menyatakan pemahamannya atas penjelasan Presiden Aljazair dan juga menerangkan bahwa Indonesia pernah mengalami hal-hal yang kurang lebih serupa. Juga diceritakan pengalaman Indonesia saat menganut multi-partai, hingga tiba pada konsensus nasional untuk menyederhanakannya, di mana akhirnya kekuatan-kekuatan sospol di Indonesia meninggalkan ideologi masing-masing dan berpegang pada idiologi nasional yaitu Pancasila. Secara khusus ditekankan bahwa Indonesia adalah sangat beraneka ragam (majemuk). Indonesia bukan negara agama tapi juga bukan negara sekuler. Pancasila dan UUD memberi kesempatan kepada pemeluk-pemeluk agama untuk meningkatkan syiar agama. Tapi dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan beragama, semua kekuatan sosial politik, semua organisasi kemasyarakatan di Indonesia berketetapan hati untuk berpegang kepada Pancasila.

Sumber:KOMPAS (12/03/1995)

______________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 91-94.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.