Presiden Soeharto:
YANG HARUS DIPIKIRKAN BAGAlMANA MERAKIT DAN MEMBERDAYAKAN SELURUH POTENSI NASTONAL
[1]
Jakarta, Business News
Yang harus dipikirkan adalah bagaimana kita dapat merakit dan memberdayakan seluruh potensi nasional yang ada dalam jajaran pemerintahan maupun dalam jajaran masyarakat. Dengan demikian ia menjadi kekuatan besar yang mampu menghasilkan karya-karya besar. Demikian Presiden Soeharto menegaskan pada pembukaan Semi nar Nasional tentang Hubungan Fungsional antara Komando ABRI, Instansi Pemerintah dan Kepemimpinan Masyarakat oleh Ikatan Alumni Lemhannas (IKAL) di Istana Negara Selasa kemarin.
Masalah hubungan fungsional antara komando ABRl, instansi pemerintah dan kepemimpinan masyarakat timbul secara alamiah dari sejarah bangsa dan negara kita, baik dalam menghadapi agresi musuh dari luar maupun dalam menyelesaikan gejolak dalarn negeri dalam rangka proses integrasi nasional.
Masalah ini rnasih tetap penting sarnpai sekarang. Sebab, rneskipun pada tingkat nasional kita sudah mencapai kernajuan-kemajuan besar, namun pada tingkat lokal masih ada bibit-bibit gangguan keamanan yang penyelesaiannya memerlukan kerja sama yang erat antara komando ABRl setempat, instansi pemerintahan sipil dan kepemimpinan masyarakat lokal. Karena itu, pembahasan masalah hubungan fungsional antara komando ABRI, instansi pemerintah dan kepemimpinan masyarakat ini perlu kita lakukan pada dua tataran, yaitu pada tataran nasional dan tataran daerah.
Untuk tataran nasional kita perlu mencari pola hubungan yang bersifat umum. sedangkan untuk tataran daerah kita perlu memberi ternpat untuk “muatan lokal” sesuai dengan situasi dari kondisi daerah yang bersangkutan. Dalam masyarakat kita yang majemuk, pola hubungan tadi memerlukan penyesuaian dengan situasi dan kondisi lokal yang jelas sangat difahami oleh para pemimpin masyarakat. Karena itu, seminar ini perlu diikuti oleh rangkaian lokakarya daerah demi daerah, dengan prioritas pada daerah-daerah yang secara obyektif memang sangat memerlukan.
Perlunya pembahasan dan penyelesaian masalah ini adalah, karena dewasa ini kita telah mulai memasuki babak baru pembangunan nasional. Pembangunan Jangka Panjang Kedua, era tinggallandas. Babak bam ini jelas memerlukan penataan bam pada jajaran pemerintahan dan dalam masyarakat kita sendiri.
Kunci Keberhasilan
Kunci keberhasilan era tinggal landas terletak pada kemampuan kita mengembangkan kreativitas prakarsa dan daya saing masyarakat kita dalam menghadapi situasi dunia yang makin kompetitif Dalam kaitan ini tanggungjawab seluruh lapisan kepemimpinan adalah menciptakan kondisi dan peluang sebesar besarnya bagi tumbuhnya prakarsa dan kreativitas warga masyarakat dan di fihak lainnya menjaga agar dinamika masyarakat itu terbebas dari gejolak dan unsur-unsur destruktif lainya. Pengalaman menunjukkan bahwa masyarakat yang sedang berada dalam transisi selalu rawan terhadap gejolak, baik karena alasan-alasan ekonomi. sosial budaya, politik, kriminal atau gabungan dari berbagai alasan tadi. Adalah jelas bahwa upaya pencegahan, penangkalan dan penanggulangan gejolak tidak mungkin dilakukan oleh salah satu jenis kepemimpinan saja. Upaya yang lebih efektif adalah upaya yang terpadu dan melembaga dari seluruh jenis kepemimpinanya yang ada, yang pengendaliannya dapat dialihkan dengan mudah dari jenis kepemimpinan yang satu kepadajenis kepemimpinan yang lain. Yang perlu dijaga adalah agar dalam melaksanakan tugas dan peranannya jangan sampai terjadi salah mengerti apalagi keterangan dan pertentangan antara tiga jenis kepemimpinan tadi, khususnya dalam keadaan darurat dan dalam menangani gangguan keamanan setempat. Pada tingkat nasional hal itu jelas lebih kecil kemungkinannya untuk terjadi, jika dibandingkan dengan tingkat daerah. Sebab, di tingkat nasional komando ABRI dan instansi pemerintah sipil sama-sama berada dibawah Presiden.
Jika sampai terjadi salah mengerti ketegangan dan pertentangan antara ketiga jenis kepemimpin ini, bukan saja pelaksanaan tugas masing-masing akan terganggu, tetap juga pencapaian sasaran nasional akan terhalang. Sejarah perjuangan bangsa kita sejak tahun 1945 sampai tahun 1965 mengandung banyak bukti betapa merugikannya hal itu. Walaupun kita sudah mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan dan badan-badan yang mengatur masalah ini. Namun pengalaman juga menunjukkan bahwa masih banyak yang dapat kita lakukan untuk memperbaikinya. Beberapa hal yang memerlukan perhatian kita adalah bagaimana meningkatkan kemampuan masyarakat dalam meningkatkan prakarsa dan kreativitas maupun dalam melindungi diri terhadap unsur-unsur kriminal. Bagaimana menanamkan kesadaran tentang kerawanan yang melekat dalam kemajemukan bangsa kita, sehinggn setiap golongan dapat memahami berbagai kepekaan fihak lain dan bersedia secara sadar mengembangkan dirinya sendiri. Bagaimana membangun, memelihara dan mengembangkan saling pengertian serta kerja sama dalam masyarakat. Bagaimana memberi tempat yang lebih mengemuka secara melembaga kepada Pemerintah Daerah dan kepemimpinan masyarakat dalam
Tahun 1995
menangani bibit gejolak lokal tanpa mengabaikan kewaspadaan atau membuka peluang bagi timbul dan melebarnya gangguan keamanan. Bagaimana prosedur peralihan pengendalian yang cepat dan tepat dari pihak Pemerintah Daerah kepada aparatur keamanan, dalam hal terjadinya gejolak setempat yang bisa berlangsung secara tiba-tiba atau bagaimana melakukan operasi pemulihan keamanan secara efektif namun bebas dari ekses yang merugikan.
Dasar-dasar tatanannya secara umum sudah kita sepakati baik dalam Pancasita dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam GBHN, dalam peraturan perundang undangan maupun dalam berbagai doktrin dan kebijaksanaan masing-masing. Yang masih harus kita jabarkan adalah merumuskan, mengujicobakan, memasyarakatkan dan memantapkan hubungan fungsional yang melembaga antara tiga jenis kepemimpinan ini. Hal ini akan menyangkut pembahasan tentang tugas masing-masing, hubungan struktural dan hubungan prosedural antara yang satu dengan yang lainnya. Sasaran yang ingin dicapai adalah, kemampuan terpadu untuk melakukan antisipasi dari reaksi yang cepat dan tepat dalam dinamika dunia zaman kini dengan mendayagunakan seluruh kekuatan nasional kita yang berada di bawah setiapjenis kepemimpinan. Kata-kata kuncinya adalah “keterpaduan, cepat dan tepat”.
Sumbangan Khas
Setiapjenis kepemimpinan ini mengemban peran dan memberikan sumbangan khasnya kepada rakyat Indonesia. Namun keberhasilan misi kepemimpinan yang satu justru bergantung pada keberhasilan misi kepemimpinan yang lain serta pada dukungan rakyat itu sendiri. Tidak satupun yang dapat melaksanakan tugas sendiri saja.
Komando ABRI mengemban tugas menyumbangkan rasa aman dan perlindungan terhadap demikian banyak kemungkinan wujud ancaman terhadap masyarakat. Namun , rasa aman dan keamanan itu sendiri sampai taraf tertentu juga ditentukan oleh tingkat kesejahteraan yang pelayanannya merupakan tugas dan tanggungjawab instansi pemerintah serta kepemimpinan masyarakat. Instansi pemerintah sipil mempunyai misi memberikan pelayanan kesejahteraan terhadap rakyat dalam bidang yang amat luas dan beraneka ragam. Namun pelayanan kesejahteraan itu terkait langsung dengan situasi keamanan dan dukungan masyarakat. Sedangkan kiprah kepemimpinan masyarakat itu sendiri adalah dalam memelihara jati diri dan kesinambungan budaya masyarakat yang bersangkutan yang hanya dapat berlangsung dalam suasana yang aman dan sejahtera. Dengan demikian, titik temu dari seluruh fungsi yang diemban oleh ketiga jenis kepemimpinan ini adalah dalam melayani rakyat Indonesia, baik secara umum maupun khusus pada suatu kawasan tertentu. Titik temu ini perlu dilembagakan sebagai pangkal tolak dalam menata hubungan antara komando ABRI, instansi pemerintah dan kepemimpinan masyarakat.
Harapan Juga Berubah
Aspirasi dan kepentingan rakyat Indonesia itu sendiri tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Harapan terhadap para pemimpinnya juga berubah. Apa yang sebelumnya sudah kita pandang sebagai suatu prestasi besar, pada saat lain dapat dianggap sebagai suatu kenyataan biasa saja. Pada saat itulah para pemimpin perlu mengadakan pembenahan dan penyesuaian diri, ungkap Soeharto. Kedudukan rakyat Indonesia dalam tatanan kenegaraan kita memang amatlah tinggi. Pasal l ayat 2 UUD 45 secara jelas menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyatdan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Rakyatlah pemilik kedaulatan negara ini. MPR adalah pelaksanaannya, yang sudah barang tentu berarti bertanggung jawab kepada rakyat itu. Presiden sendiri adalah sekedar penerima mandat dan pelaksana garis-garis besar haluan negara yang ditetapkan oleh lembaga negara tertinggi itu. Dalam menjalani panggilan hidupnya masing-masing rakyat kita berhak mendirikan atau menjadi anggota dari banyak organisasi baik dalam bidang sosial, budaya, agama, ekonomi maupun politik. Seseorang bahkan dapat menjadi anggota dari beberapa organisasi. Pada dasamya setiap organisasi adalah bersifat mandiri di bawah kepernimpinannya masing-masing; dalam arti berhak menentukan, mengatur dan mengurus dirinya sendiri ke dalam. Dalam melaksanakan otonominya ini, setiap organisasi harus menghonnati dan patuh kepada hukum dan peraturan perundang undangan negara, nilai-nilai bersama yang dijunjung tinggi dan kebudayaan nasional.
Sumber: BUSINESSNEWS ( 13/12/1995)
________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 316-319.