PRESIDEN TEGASKAN LAGI
HANYA PETERNAK KECIL YANG BERHAK
JUAL TELUR
Presiden Soeharto menegaskan agar instruksinya yang menggariskan para peternak ayam besar hanya menjual ayam bibit, benar-benar dilaksanakan. Sedang yang menjual telur ayam, hanyalah para peternak kecil.
Hal ini diungkapkan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono SH ketika menjelaskan hasil sidang kabinet terbatas bidang Ekuin di Bina Graha, Rabu siang.
Presiden menekankan hal ini setelah menerima laporan Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro tentang kelesuan harga telur.
Kelesuan harga itu dilaporkan seolah-olah ada kelebihan produksi dan melemahnya permintaan akan telur. Presiden Soeharto mengingatkan keputusan sidang kabinet sebelumnya, tentang perlunya memperhatikan dan terus mendorong para peternak kecil. Dalam kelesuan harga ini, para peternak kecil tidak boleh dirugikan.
Dalam sidang kabinet Ekuin 4 Maret 1981, diputuskan beberapa hal, antaralain pada prinsipnya usaha peternakan unggas harus merupakan usaha peternak kecil yang dilindungi Pemerintah. Karena itu penyediaan ayam bibit pedaging dan petelur dari perusahaan2 besar, hendaknya diatur sehingga tidak merugikan peternak kecil. Begitu pula penyediaan makanan ayamnya.
Kemudian untuk menjamin hasil produksi peternak unggas yang kecil, hendaknya mereka yang di kota membentuk koperasi, sedang yang di pedesaan memasarkan hasilnya lewat KUD. Koperasi itu agar diarahkan untuk memiliki perusahaan besar ayam bibit dan pabrik makanannya.
Digariskan pula agar Bulog menampung hasil produksi peternak unggas, baik telur maupun daging ayam broiler untuk dipasarkan sesuai kebutuhan. Dengan demikian harga telur maupun daging ayam, akan dapat stabil, dan para peternak akan dapat menjual secara continue.
Sebenarnya instruksi agar petemak besar PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) hanya menjual ayam bibit sudah ada. Peternak besar berfungsi menyebarkan ayam bibit kepada para peternak kecil, dan mereka inilah yang kemudian menjual telurnya.
Harus Dicegah
Karena itu Presiden memerintahkan kepada instansi-instansi seperti Departemen Pertanian, BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Bulog dan sebagainya, untuk bertindak. Karena harus dicegah perbuatan para peternak besar yang memgikan para peternak kecil.
Presiden juga meminta instansi-instansi itu agar ”menormalkan kembali” harga telur, dengan memperhitungkan harga pokok telur, termasuk harga makanannya.
Mensesneg Sudhannonojugamengatakan, para peternak besar harus mengendalikan produksinya dan hanya memproduksi telur untuk ayam bibit, bukan telur untuk konsumsi masyarakat. Telur untuk konsumsi masyarakat adalah ”porsi" para peternak kecil.
Apakah itu artinya peternak besar tidak boleh sama sekali menjual telur untuk konsumsi umum? tanya pers.
"Pada prinsipnya tidak boleh memproduksi telur untuk dimakan. Policy-nya kira-kira demikian?" jawabnya
"Bagaimana kalau para peternak besar sudah terlanjur ada yang menjual untuk konsmnsi?”
”Ini yang harus diteliti lebih lanjut.”
Masalah harga telur ayam yang anjlok ini memperoleh perhatian siding kabinet, karena banyak pengusaha peternakan unggas kecil yang terbesar di wilayah Jabotabek, Jabar dan Jateng menderita.
Mereka berada di ambang kebangkrutan. Harga telur yang mereka jual kepada para penyalur dan pedagang hanya Rp 600 sampai Rp 650 per kg.
Mereka menuduh para peternak besar dengan produksinya yang besar menguasai pasaran dan melakukan penjualan "dumping" (banting harga).
Inflasi 5,92 Persen
Mensesneg Sudhannono mengungkapkan laju inflasi selama delapan bulan pertama tahun 1981 (Januari-Agustus) adalal15,92 persen. Laju inflasi periode sama tahun 1980 dulu tercatat 11,44 persen.
Untuk buIan Juli 1981 saja laju inflasi 1,2 persen, sedang bulan Agustus hanya 0,51 persen. Menurut Mensesneg, jika laju inflasi bulan Agustus bisa dipertahankan selama empat bulan mendatang atau setidak-tidaknya kurang dari satu persen per bulan, maka laju inflasi seluruh tahun 1981 sekitar 10 persen. (DTS)
…
Jakarta, Kompas
Sumber: KOMPAS (3/09/1981)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 425-426.