Presiden tentang Pembangunan MASIH BANYAK PENYIMPANGAN YANG HARUS DILURUSKAN
Bengkulu, Kompas
Pemerintah tidak akan menutup mata terhadap kekurangan-kekurangan pembangunan yang masih harus diatasi dan penyimpangan-penyimpangan yang masih harus diluruskan, karena memang pembangunan adalah hasil kerja manusia yang pasti tidak pernah luput dari kekurangan. Demikian ditegaskan Presiden Soeharto ketika meresmikan sejumlah proyek pembangunan bernilai hampir Rp 67 milyar di Bengkulu hari Sabtu.
Namun Kepala Negara juga mengingatkan, di tengah kekurangan-kekurangan yang masih ada tersebut, pembangunan yang dilaksanakan bersama selama ini telah berhasil mencapai kemajuan-kemajuan yang besar sehingga membuat kita sanggup untuk memasuki tahap tinggal landas mulai Repelita VI nanti.
Di bidang ekonomi misalnya, menurut Presiden, kita telah berhasil mewujudkan struktur yang makin seimbang sehingga ekonomi nasional memiliki daya tahan yang makin kuat. Di bidang politik telah berhasil dibangun kesepakatan dalam pelbagai masalah dasar.
Dibidang sosial budaya telah berhasil ditingkatkan mutu pendidikan, tingkat kesehatan, kedalaman rasa keagamaan, dan lain-lainnya. Keanekaragaman dan kemajemukan bangsa telah dikembangkan secara serasi sehingga menjadi kekuatan persatuan dan tidak lagi menjadi kerawanan. Sementara di bidang pertahanan keamanan kita merasakan suasana yang tenteram sehingga mendukung gairah pembangunan.
“Memang masih banyak kekurangan yang masih harus dibenahi, tetapi jelas bahwa dewasa ini bangsa kita telah memiliki kemampuan yang memadai untuk menjawab tantangan yang makin berat di masa-masa yang akan datang,” tandas Kepala Negara.
Cuaca Jelek
Acara peresmian tersebut dipusatkan di lokasi irigasi Air Manjuto, Muko-Muko, Kabupaten Bengkulu Utara, sekitar 210 km dari kota Bengkulu. Jadwal acara terpaksa tertunda beberapa jam karena terganggunya jadwal penerbangan akibat cuaca jelek.
Terbang Sabtu pagi dari Jakarta, pesawat Hercules TNI-AU yang ditumpangi Kepala Negara dan Ny. Tien Soeharto, beserta rombongan, terpaksa dialihkan ke Palembang karena jeleknya cuaca di Bengkulu. Hujan turun sejak Jum’at sore, dan lebat sekali pada Sabtu, pagi. ” Padahal sebelumnya tidak pernah,” tutur beberapa penduduk.
Rombongan baru tiba di Bandara Padang Kemiling (Bengkulu) sekitar pukul satu siang, terlambat empat jam dari rencana semula pada pukul 09.00. Dari Bandara Padang Kemiling perjalanan kemudian dilanjutkan dengan helikopter Puma TNI-AU menuju Muko-Muko.
Proyek-proyek yang diresmikan tersebut adalah bendung irigasi Muko-Muko yang akan mengairi lahan seluas 12.419 ha. Untuk tahap pertama menurut Gubernur Bengkulu Soeprapto, seluas 7.500 lahan yang kurang produktif menjadi produktif sehingga dapat ditanami padi dua kali dan sekali palawija dalam setahun. Pembangunan bendung ini dilaksanakan oleh putra-putra Indonesia sendiri.
Proyek irigasi lainnya adalah Air Nipis Seginim yang terletak sekitar 170 km sebelah selatan Bengkulu yang mampu mengairi lahan seluas 3.116 ha; proyek irigasi Air Musi Kejalo, sekitar 94 km sebelah timur Bengkulu, yang mampu mengairi lahan seluas 1.180ha proyek irigasi Kecil Air Kedurang, sekitar 170 km sebelah Selatan Bengkulu yang diharapkan mampu mengairi lahan 506 ha.
Proyek lainnya adalah pembangunan masjid akbar At-Taqwa dan Balai Adat Bengkulu yang terletak di kota. Semula direncanakan Kepala Negara dan nyonya meninjau masjid didahului pemukulan beduk oleh Presiden, dan kemudian peninjauan ke Balai Adat didahului penandatangan prasasti oleh Ny. Tien. Tapi acara ini dibatalkan akibat tertundanya rangkaian upacara disebabkan cuaca jelek dan Presiden baru tiba kembali di Bandara Padang Kemiling sekitar pukul 16.00 WIB, lalu langsung terbang kembali ke Jakarta.
Kedungombo
Dalam temuwicara dengan para petani, Presiden antara lain mengajak warga Kedungombo yang masih bertahan di sana setelah terkena proyek waduk Kedungombo (Jateng), supaya bersedia bertransmigrasi ke Bengkulu demi masa depan mereka dan anak cucunya yang lebih baik.
Harapan itu disampaikan melalui seorang transmigran yang kebetulan eks warga Kedungornbo, dengan menulis surat kepada mereka. Ayah dari seorang anak itu adalah lulusan sarjana ilmu sosial politik, demikian juga istrinya seorang sarjana alumnus Universitas Diponegoro, Semarang.
Kepala Negara menghargai sikap keduanya yang meskipun termasuk berpendidikan tinggi tapi bersedia menjadi transmigran. Presiden mengharapkan keduanya bisa menjadi contoh bagi para transmigran lainnya dalam meningkatkan pengetahuan mereka, serta dalam upaya membangun dirinya secara keseluruhan. Misalnya dalam mernbentuk KUD (Koperasi Unit Desa), keluarga berencana, dan sebagainya.
“Saya menghargai saudara-saudara yang mernutuskan untuk bersama -sama (suami-istri) untuk bertransmigrasi mempelopori warga Kedungombo yang sebagian besar rupanya ragu-ragu untuk pindah dan hanya bergeser ke tempat yang lebih tinggi dari genangan air, walaupun itu tidak menjamin hari depannya baik karena tanahnya kurang subur. Lagi pula tidak seluas dari yang diperoleh melalui transmigrasi, yakni dua hektar,” ujar Kepala Negara.
Namun diingatkan pula bahwa berhasil tidaknya tanah seluas dua hektar di daerah transmigrasi itu tentu akan sangat tergantung kepada para transmigran sendiri.
Menjawab pertanyaan Kepala Negara, para petani asli Bengkulu dalam temuwicara itu menyatakan, tidak benar bahwa datangnya para petani dari luar Bengkulu telah mengganggu kehidupan mereka. Karena, tanah di Bengkulu masih luas dan bahkan terbuka bagi para pendatang untuk menggarapnya bersama.
Sebelum temuwicara, Presiden terlebih dahulu menyerahkan surat keputusan sertifikat hak guna usaha (HGU) kepada sejumlah pengusaha perkebunan, dan sertifikat hak milik kepada para transmigran.
Sumber : ANTARA (03/07/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal.439-441.