PRESIDEN: TINGKATKAN KOORDINASI KARENA INFLASI TINGGI[1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto memerintahkan pejabat bidang ekonomi untuk meningkatkan koordinasi penyediaan dan penyaluran barang karena angka inflasi bulan Juli 1993 cukup tinggi 0,67 persen. Ketika menjelaskan basil Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekku, Wasbang, dan lndag di Bina Graha, Jakarta Rabu dipimpin Kepala Negara dan Wapres Try Sutrisno, Menpen Harmoko menyebutkan inflasi Juni 1993 hanya 0,24 persen.
Angka inflasi pada tahun takwim 1993 mencapai 7,64 persen, sedangkan selama tahun anggaran 1993/1994 mencapai 1,20 persen.
Inflasi pada bulan Juli 1993 terjadi akibat kenaikan harga pada kelompok sandang 0,76 persen, perumahan 1,58 persen, serta aneka barang dan jasa 0,61 persen.
Pada sidang yang berlangsung sekitar satu jam 30 menit itu, juga dibahas perkembangan uang beredar hingga Mei lalu mencapai Rp 29,486 triliun. Khusus mengenai neraca perdagangan yang mencerminkan perbandingan ekspor dan impor, Harmoko menyebutkan ekspor pada Mei 1993 berjumlah 3,074 miliar dolar AS dibandingkan impor 2,150 miliar dolar sehingga terdapat surplus 923,4 juta dolar AS.
Pada bulan April, ekspor mencapai 2,957 miliar dolar AS dibandingkan impor 2,234 miliar dolar AS sehingga surplus 722,8 juta dolar AS. Selama periode Januari Mei 1993, surplus perdagangan mencapai 4,2 miliar dolar AS. Ketika mengomentari surplusnya neraca perdagangan, Kepala Negara mengemukakan, sekalipun ekspor terus meningkat, namun semua pejabat terkait harus terus berusaha agar perolehan devisa terus ditingkatkan sambil mengurangi impor.
Tiada Tender
Menpen Harmoko menyebutkan, pada sidang ini juga dibahas masalah kekurangan listrik hingga tahun 1995 yang antara lain akan dipecahkan melalui partisipasi pengusaha swasta.
Menurut Harmoko, Kepala Negara menginstruksikan agar pada pembangunan berbagai pembangkit tenaga listrik tidak perlu dilakukan tender apabila peserta tendemya adalah perusahaan yang dinilai telah bekerja secara baik.
Proyek-proyek kelistrikan itu antara lain akan dibangun di DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Harmoko menyebutkan pula, para peserta juga membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pertanian, antara lain areal Supra Insus padi yang mencapai 1,276 juta hektar, kedele 352.402 hektar, serta jagung 452.073 hektar.
Sementara itu areal penanaman tebu yang termasuk dalam program Tebu Rakyat Intensifikasi (fRI) mencapai 121.996 hektar pada musim tanam (MT) 1993/1994. (T-EU02/EU04/ 4/08/9314:08/
Sumber:ANTARA(04/08/1993)
_________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 537-538.