PRESIDEN TTG GAYA PEMERINTAHAN
Pemerintah merupakan unsurnegara dipimpin dua unsur lainnya yaitu masyarakat dan wilayah negara Sering pula dikatakan bahwa pemerintah sebagai “instansi tinggi” masyarakat yang sengaja diben untuk berfungsi bagi tercapainya tujuan negara.
Jelas bahwa kedudukan, fungsi atau peran pemerintah teramat penting. Semangat penyelenggara pemerintahan negara sangat menentukan berhasilnya pembangunan nasional, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, agama dan hankam, guna mewujudkan tujuan nasional.
Kedudukan, fungsi dan peran pemerintah itu harus didasarkan padakonstitusi dan falsafah negara. Maka itu segenap aparatur pemerintah harus memahami dan menghayati UUD 1945 dan Pancasila. Bahkan Pancasila yang menjiwai UUD 1945 wajib dijadikan pemerintah sebagai sumber dari segala gagasan dan kebijakannya.
Gagasan yang dirumuskan dalam kebijakan pemerintah tidak berhenti di situ saja. Tentunya diikuti oleh serangkaian langkah dan tindakan. Langkah yang diayunkan dan tindakan yang dilakukan pemerintah, tidak boleh sembarangan tapi harus punya dasar dan norma2 tertentu yang sepenuhnya bersumber dari falsafah negara.
Dengan kata lain, diperlukan gaya pemerintahan yang cocok dengan Pancasila. Presiden Soeharto pada penutupan penataran tingkat nasional dan penataran penatar BP-7 di Balai Sidang Senayan, Jakarta kemarin pagi menegaskan, gaya pemerintahan kita hanis disemangati dan memancarkan wujud Pancasila. Penegasan Kepala Negara itu patut diperhatikan betul.
Artinya gaya pemerintahan haruslah disemangati oleh kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengingat pemerintah adalah unsur penting dalam negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Gaya yang semena2 tidak dibenarkan, karena yang diharapkan adalah pemerintah yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, serta berani membela kebenaran dan keadilan.
Petunjuk nyata dan perwujudan Pancasila mengharuskan pemerintah untuk menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan negara dan bangsa di atas kepentingan politik kekuasaan. Diharuskan pula agar pejabat2 pemerintah menghormati hak2 orang lain, dan bukan memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
Gaya pejabat2 pemerintah yang santai, hidup mewah, boros lebih mementingkan prestise dari pada prestasi, sama sekali tidak dikehendaki. Sebaliknya perwujudan Pancasila dalam pemerintahan mengharuskan kejujuran dan kerjakeras, serta berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Masih banyak lagi petunjuk nyata dan wujud pengamalan Pancasila yang semestinya menjiwai dan memberi semangat kepada pemerintah, sehingga gayanya sewaktu melangkah dan bertindak bertar2 mencerminkan Pancasila dan totalitasnya.
Apakah penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila akan mampu memperbaiki gaya pemerintahan, masih perlu dibuktikan nanti.
Seperti dinyatakan Kepala Negara, pejabat2 pemerintah yang mengikuti penataran, yang telah memperkaya pengetahuan serta memperdalam pengertian mengenai Pancasila, UUD 1945 dan GBHN, belum berarti memberikan jaminan untuk menjadi Pancasilawan sejati. Memang yang jadi jaminan bukanlah ucapan, tapi kebijakan, sikap, prilaku, langkah dan tindakan. (DTS)
…
Jakarta, Pelita
Sumber: PELITA (20/02/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 536-538.