PRESIDEN: TUGAS ULAMA, TANAMKAN NILAI ETIKA DAN
MORAL [1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto minta ulama dan rohaniawan lainnya untuk menanamkan nilai etika, moral serta spiritual kepada masyarakat karena tugas ini tidak mungkin dilaksanakan aparat pemerintah. Ketika membuka Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Istana Negara, Jumat malam, Kepala Negara menyebutkan jika naluri kemanusiaan tumbuh secara alamiah maka nilai etika dan moral harus ditanamkan.
“Tugas ini tidak mungkin diemban oleh pemerintah serta seluruh jajarannya yang harus melaksanakan demikian banyak tugas pemerintahan. Tugas berat tapi mulia inilah yang kita amanahkan kepada para alim ulama setta ruhaniwan lainnya,” kata Presiden.
Kepala Negara yang didampingi Ketua Umum MUI Hassan Basri dan Menteri Agama Tarmizi Taber mengemukakan dasar- dasar etika, moral serta spiritual harus ditanarnkan sedini mungkin pada setiap orang terutama melalui rumah tangga masing masmg.
“Hal itu hanya bisa terwujud jika rumah tangga itu sendiri diliputi suasana etika, moral dan spiritual. Karena itulah, sejak talmn 1974, bangsa kita sepakat bahwa agama yang dianut calon mempelai,” kata Presiden.
Kepada para ulama dari seluruh tanah air ini, diingatkan bahwa pembinaan rohaniah seluruh keluarga Indonesia berada dalam kewibawaan kepemimpinan urnmat beragama.
“Tugas iniamatlah mulia. Tetapi, sekaligus juga amat berat tanggungjawabnya. Untuk dapat melayani dengan sebaik-baiknya demikian banyak keluarga muslimin, diperlukan alim ulama yang juga amat banyak,” kata Presiden.
Selain jumlah ulama yang banyak, maka keberhasilan pembinaan rohani keluarga keluarga Islam juga akan ditopang oleh organisasi yang baik, tata kerja serta program yang baik pula.
Masalah Antarummat
Ketika menyinggung keberhasilan tugas Majelis Ulama Indonesia yang berdiri tahun 1975, Presiden Soeharto mengatakan telah berhasil ditangani begitu banyak masalah.
“Dalam dua dasawarsa usianya, Majelis Ulama Indonesia telah memberi sumbangan yang besar terhadap pembangunan bangsa kita. Makin lama makin jarang kita dengar masalah-masalah mengenai hubungan antarummat beragama, yang sering terjadi dalam dasawarsa 70-an,”kata Presiden.
Bersamaan dengan makin sedikitnya masalah antarummat beragama, maka berkat kehadiran MUI, pembinaan ummat Islam di tanah air telah semakin meningkat mutunya. Sementara itu, ketika berbicara tentang tema Munas yang membahas hubungan akhlak dengan pembangunan nasional, Kepala Negara menyebutkan dengan akhlak, setiap warga Indonesia bisa membedakan hal-hal yang boleh dan terlarang dilakukannya.
“Dengan akhlak itulah, kita membedakan antara hal yang tidak boleh kita perbuat dan hal yang harus kita lakukan. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka hal itu akan menyegarkan kembali kesadaran kita mengenai hal-hal yang harus kita hindari,” kata Presiden.
Menurut Kepala Negara, dengan pengetahuan mengenai akhlak itu juga , setiap warga akan mengetahui tentang kewaj iban dan apa yang harus dilakukannya dalam bidang apa pun. Kepala Negara yang didampingi Tarmizi Taber dan Hassan Basri kemudian beramah tamah dengan peserta Munas yang akan berlangsung selama lima hari. (T/Eu02/B/DN03/21/07/95 21:51/RU2)
Sumber: ANTARA (26/07/1995)
_______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 507-508.