PRESIDEN UNDANG PENGUSAHA AS JADI MITRA INDONESIA [1]
New York, Suara Pembaruan
Presiden Soeharto rnenekankan, berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur menghadirkan peluang-peluang unik yang tak layak dilewatkan begitu saja. Namun diingatkannya, selain peluang, muncul juga sejumlah tantangan. Hal itu dikemukakan Kepala Negara dalam jamuan Jumat malam (25/9) di New York dengan para pengusaha Arnerika. Jamuan itu dihadiri 400 undangan dari seluruh Amerika. Acaranya diselenggarakan oleh Dewan Amerika Serikat-Asia Tenggara (US-ASEAN Council).
Dalam sambutan pada jamuan tersebut, Presiden Soeharto mengemukakan prinsip-prinsip yang melandasi kebijaksanaan pembangunan Indonesia sebenarnya merupakan cara efektif dan sederhana guna rnenyelesaikan beberapa permasalahan umum dunia internasional dewasa ini. Selain itu, dijelaskan betapa Indonesia dalam waktu kurang dari 10 tahun ini akan bisa menjadi negara berpenghasilan menengah.
Presiden menekankan peluang unik terlahir setelah Perang Dingin selesai, membuka kemungkinan baru bagi negara-negara di dunia guna meningkatkan kehidupan politik dan ekonomi antar bangsa. Sumber-sumber ekonomi dunia tak lagi harus diboroskan bagi pacuan senjata, melainkan dapat dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran manusia.
Presiden menguraikan, dewasa ini negarawan dan politikus tak lagi harus menghabiskan bakat dan energi mereka guna saling bersaing dalam menciptakan senjata. Kini semua pihak dapat bersama-sama bekelja bagi tujuan-tujuan konstruktif
“Peluang ini terlalu langka dan terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja. ini adalah tantangan bagi kita semua, ” kata Kepala Negara. Dikemukakan, negarawan dituntut guna merumuskan pola kerja sama ekonomi dan politik yang lebih baik. Sedang tokoh-tokoh usahawan ditantang guna menerjemahkan peluang tersebut menjadi langkah nyata di bidang masing-masing. Para pengusaha yang hadir diajak mengembangkan hubungan perdagangan, penanaman modal dan kerja sama usaha lainnya dengan Indonesia.
Presiden menegaskan, bangsa Indonesia percaya bahwa perbaikan kehidupan harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Namun perbaikan kehidupan itu hanya bisa dicapai dengan membuka diri dan bekerja sama dengan bangsa -bangsa lain, termasuk bangsa-bangsa sudah lebih maju. Prinsip membuka diri dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain, menurut Presiden, melandasi strategi pembangunan Indonesia selama seperempat abad ini.
Masalah Rumit
Dikemukakan, Indonesia bermniat ambil bagian dan berperanan aktif dalam arena perdagangan dan peraturan ekonomi internasional. Arus modal dan perdagangan yang lebih bebas antar negara, serta hilangnya hambatan-hambatan proteksi maupun blok-blok perdagangan, akan memberi peluang lebih baik bagi semua pihak. “Saya tahu masalah rumit yang harus diatasi di bidang ini, ” ujar Presiden Soeharto.
”Namun sangat disayangkan apabila peluang yang langka dan unik pasca perang dingin untuk membangun kehidupan politik dan ekonomi, terbuang sia-sia, karena kita lengah, membiarkan sentimen proteksionisme dan eksklusivisme menjalar tak terkendali.”
Presiden juga menguraikan secara singkat kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh Indonesia. Selama lebih dari dua dasawarsa, Indonesia telah menganut sistem devisa bebas yang hasilnya terlihat nyata. Selain itu, Indonesia juga melakukan sejumlah deregulasi secara sistematis dalam bidang perdagangan internasional, industri dalam negeri, keuangan dan perbankan, penanaman modal dan bidang-bidang lainnya. Tarif bea masuk dan perlindungan-perlindungan bagi industri dalam negeri, secara bertahap diturunkan.
Deregulasi
“Deregulasi merupakan kebijaksanaan yang berkelanjutan dan pelaksanaannya akan terus dimantapkan di waktu-waktu mendatang,” kata Presiden.
Dijelaskan juga, dalam memacu laju pembangunan, Indonesia perlu memelihara stabilitas nasional yang mantap dan menjamin kesinambungan kebijaksanaan. “Stabilitas politik, stabilitas ekonomi dan kesinambungan kebijaksanaan merupakan prasyarat penting bagi keberhasilan dan kelangsungan pembangunan, “kata Kepala Negara.
Ditegaskannya, sinergi antara stabilitas dan pembangunan akan terus dimantapkan. Sementara itu, stabilitas ekonomi akan dijaga secara sangat hati-hati. Karenanya, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran merupakan bagian tak terpisahkan dari sasaran-sasaran pembangunan lainnya. Kata Presiden, anggaran negara yang berimbang, pengendalian moneter, dan pengelolaan utang luar negeri secara hati-hati, merupakan prinsip-prinsip yang secara konsisten melandasi kebijaksanaan ekonomi makro Indonesia. Secara sepintas, Presiden juga menguraikan keberhasilan kebijaksanaan pembangunan Indonesia dalam kurun waktu 25 tahun terakhir ini. Baik dari segi peningkatan pendapatan per kapita, mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat maupun kependudukan dan kesehatan serta pendidikan. Selain itu dikemukakan pula prospek Indonesia di masa mendatang. “Apabila laju pertumbuhan ekonomi yang memadai dapat dipertahankan, maka dalam waktu kurang dari satu dasawarsa Indonesia akan menduduki secara mantap posisinya sebagai negara berpenghasilan menengah dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang, ” kata Presiden Soeharto.
Trilogi Pembangunan yang dianut Indonesia, sebenarnya merupakan cara sederhana dan efektif yang dapat digunakan guna mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi di tingkat internasional. Kemitraan global tak mungkin tetjadi tanpa pemerataan hasil dan pembagian tanggung jawab pembangunan ekonomi pada tingkat global. Tanpa adanya pembagian tanggung jawab dalam pembangunan Utara dan Selatan, maka ekonomi dunia tidak akan bisa keluar dari stagnasi seperti sekarang ini.
“Pertumbuhan tak mungkin berlangsung jika dunia tetap dilanda ketegangan, perselisihan berkelanjutan dan kekerasan perang saudara. Karenanya, perlu diciptakan suatu stabilitas. Menurut Presiden, keselarasan Trilogi Pembangunan Indonesia dan Pesan Jakarta bukan suatu kebetulan, karena kedua-duanya bersumber pada pandangan terhadap dunia yang sama. “Pada falsafah dan prinsip yang telah dikumandangkan oleh para pendiri Gerakan Non blok di Bandung 37 tahun lalu.”
Presiden menjelaskan bahwa Indonesia kini sedang berada pada masa peralihan Bidang pertanian akan tetap mempunyai peranan penting dalam perekonomian, sebagai penyedia pangan dan bahan mentah bagi industri, terutama sebagai penyedia lapangan kerja penduduk. Namun, Presiden memastikan sektor industri akan meningkat dan makin menonjol.
Sektor industri di Indonesia kini sedang berada pada tahap peralihan. Dari produk-produk yang relatif sederhana dan padat karya menjadi produk-produk yang lebih rurnit, lebih pada keterampilan dan memiliki nilai tambah tinggi. Indonesia menyadari, perjalanan yang ditempuh cukup panjang. Namun, pengalaman pembangunan membangkitkan kepercayaan bahwa Indonesia bisa melakukannya.
Undang
Presiden mengundang para pengusaha Amerika guna menjadi mitra Indonesia dalarn menghadapi tantangan dan menggarap peluang yang ada. Atas dasar semangat saling menghargai dan kerja sama yang saling menguntungkan .
“Saya tahu sejarah Amerika dipenuhi dengan legenda orang-orang yang bersemangat pionir rnenaklukkan padang belantara dan membuka frontier-frontier baru,” Presiden Soeharto menutup sambutannya.
Standing Ovation
Jamuan makan yang diselenggarakan di Hotel Waldorf Astoria, disponsori oleh US-ASEAN Council dan The Asia Society. Biaya juga ditanggung oleh beberapa perusahaan Amerika yang besar.
Tiga kali Presiden Soeharto memperoleh standing ovation, sernua tamu yang berada di ruangan berdiri sambil bertepuk tangan. Begitu Kepala Negara RI memasuki ruangan, standing ovation langsung diberikan dan berlangsung sampai Presiden mengambil tempat duduk di panggung bersama-sama Menlu Ali Alatas, ProfWidjojo Nitisastro, Wakil Tetap RI di PBB, Nugroho Sriwisnu dan DubesRI di Washington, AR Rarnly.
Standing ovation kedua diberikan ketika Presiden berdiri menuju podium untuk menyampaikan sambutannya juga ketika pidato selesai, tepukan tangan panjang diberikan.
Ketua US-ASEAN Council, Maurice R.Greenberg, setelah memuji Presiden yang telah sukses memimpin pembangunan mengatakan bahwa mengumpulkan empat ratus tarnu terdiri dari kalangan bisnis, pada Jumat malam, betul-betul melampaui acara acara lainnya. (A-2/B-7/AK)
Sumber: SUARA PEMBARUAN (26/09/1992)
____________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 608-611