PRESIDEN USULKAN 11 ANGGOTA TETAP DK PENATAAN KEMBALI PBB PENTING

PRESIDEN USULKAN 11 ANGGOTA TETAP DK PENATAAN KEMBALI PBB PENTING[1]

Jakarta, Suara Pembaruan

Presiden Soeharto dalam kedudukannya sebagai Ketua Gerakan Nonblok (GNB) mengemukakan, restrukturisasi atau penataan kembali Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) harus segera dilaksanakan. Indonesia sebagai pimpinan GNB akan membentuk kelompok tingkat tinggi dibantu oleh kelompok ahli yang bertugas merumuskan, memikirkan, menyarankan sedemikian rupa, sehingga penataan kernbali PBB itu menjadi satu badan yang lebih efektif dan demokratis.

Kepala Negara mengemukakan hal itu kepada wartawan Selasa malam di dalam pesawat Garuda Indonesia MD 11 sebelum mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma setelah selama 10hari mengadakan kunjungan kerja ke New York (AS) dan Tokyo (Jepang).

Penataan kembali PBB, katanya, harus kerja sama dengan Sekjen PBB dan Kaukus Non blok di Dewan Keamanan (DK), yaitu anggota Non Blok yang duduk dalam DK Kemudian kerja sama satu dengan yang lain menjadi pegangan Non Blok melalui PBB untuk adanya suatu keputusan perbaikan-perbaikan.

Presiden mengatakan, kalau dilihat dari segi persyaratan musyawarah, GNB yang beranggotakan 108 negara ditambah kelompok 77 yang tidak anggota non blok kurang lebih 22, maka anggota Selatan-Selatan di PBB (108 + 22) adalah 130. Anggota PBB seluruhnya hanya 179, berarti GNB yang lebih dari 2/3 anggota PBB akan bisa menang bila ada sidang.

Karena itu, penataan kembali PBB penting dan bukan hanya perangkat yang ada seperti Sekjen dan lembaga-lembaga yang bemaung di bawah PBB tetapi juga Dewan Keamanannya.

“GNB harus berani memikirkan bagaimana caranya menentukan kriteria-kriteria yang bisa masuk akal, bisa diterima akal sehat siapa pun sesuai dengan situasi dan kondisi global sekarang ini”.

Hak Veto

Kepala negara menjelaskan anggota DK sekarang ini jumlahnya 15 negara, lima anggota tetap yang mempunyai hak veto. Itu disusun seusai Perang Dunia II, yang wewenangnya diberikan kepada negara-negara yang menang perang waktu itu, seperti AS, Perancis, Inggris, Rusia dan RRC.

Keadaan sekarang dengan 47 tahun lalu sudah jauh berbeda. PBB dibentuk untuk mencegah perang dunia sebab perang dunia III sangat berbahaya, tetapi nyatanya tidak timbul, yang timbul adalah perang dingin. Untuk menjaga terjadinya perang diadakan perlombaan senjata. Untuk mencegah perang itulah maka Non Blok berdiri, dan tidak memihak supaya tidak ada yang merasa kuat.

Sewaktu PBB lahir, negara-negara yang kalah perang tidak diikutsertakan, dibiarkan untuk membangun sendiri. Yang terjadi sekarang negara yang menang dalam perang tetapi kalah dalam pembangunan negaranya. Namun yang kalah perang seperti Jepang dan Jerman berhasil membangun negaranya sesuai dengan kondisi dan situasi sekarang ini maka negara yang sukses membangun itu punya potensi dan tanggung jawab untuk ikut serta menyukseskan pembangunan. Dengan demikian, keanggotaan tetap DK sudah ditinjau. Minimal dengan penambahan dua negara yang mempunyai potensi itu membangun dunia ini.

Akan tetapi, kata Presiden lima tambah dua tetap tidak adil sebab semua keanggotaannya hanya dari negara-negara yang maju. Karena itu, harus diambil kriteria lain agar negara berkembang ikut dalam keanggotaan tetap DK PBB, lantas apa kriterianya? Tanya Presiden yang dijawab sendiri, kita lihat bahwa potensi yang dimiliki suatu bangsa dalam rangka pelaksanaan pembangunan juga termasuk jumlah penduduk. Misalnya, negara berpenduduk di atas 175 juta bisa menjadi anggota DK.

“Kalau ini menjadi kriterianya, maka Indonesia dan India akan bisa masuk, ” ujarnya. Namun, itupun, katanya, kurang adil, karena di Afrika dan Amerika Latin tidak akan ada negara berpenduduk di atas 175juta. Kalau begitu, diambil negara di Afrika dan Amerika Latin yang penduduknya tertinggi diikutkan menjadi anggota DK.

Dengan demikian, Afrika, Asia, Eropa, Amerika dan Amerika Latin akan terwakili, dan anggota tetap itu menjadi 11 negara, ujar Presiden Soeharto. Mengenai hak veto yang dimiliki DK PBB, menurut Presiden, tentu sulit untuk mencabutnya sebab sudah diberikan. Menjadi pertanyaan, apakah kepada anggota lainnya itu diberikan hak veto. Hal itu sangat sulit untuk dipertimbangkan dan tidak mungkin diubah dan yang mempunyai hak veto tetap hanya lima negara. Kalau demikian agar adil dan demokratis, hak veto itu harus diatur. Boleh saja mereka punya hak veto, tetapi harus ada counter veto. Artinya hak veto dengan jumlah sponsor dua kali lipat. Ini juga akan diatur dengan hak vetonya itu digunakan dengan sebaik­ baiknya.

Perjuangan

Kepala Negera mengatakan, itulah antara lain gambaran yang sedang dipikirkan oleh Kelompok Tinggi GNB bekerja sama nanti dengan Sekjen dan Kaukus di DK dengan tim ahli yang akan merumuskan pendirian Non-Blok, dengan tekad agar GNB ikut secara aktif dalam penataan kembali PBB supaya sesuai dengan keadaaan.

Menurut Presiden, ini merupakan perjuangan yang tidak mudah untuk dilaksanakan penataan kembali PBB adalah salah satu keputusan GNB yang harus dilaksanakan  artinya diprioritaskan Keputusan lainnya, masalah pangan, kependudukan dan utang. Masalah pangan dan kependudukan memerlukan peningkatan kerja sama Selatan-Selatan. Dalam hal ini agar diutamakan masalah pangan oleh masing-masing negara. Pengalaman satu negara yang sukses dalam masalah pangan dan kependudukan harus dipelajari oleh negara-negara lain. Indonesia adalah di antara negara-negara berkembang yang telah berpengalaman dalam hal itu, yang disebut dengan program magang bagi petani negara lain. Mereka belajar dari petani Indonesia dan apa yang dipelajari, diterapkan di negaranya .

Untuk melakukan hal itu, negara berkembang tidak mempunyai dana. Untuk itu, perlu bantuan, pihak ketiga baik badan internasional maupun negara negara maju yang mau membiayai kerja sama Indonesia dengan negara yang ingin belajar tersebut.

Masalah Utang

Mengenai utang negara-negara berkembang menurut Presiden,juga masalah yang harus diprioritaskan. Dari 108 anggota GNB, 47 termasuk berat ekonominya, 18 berat sekali beban utangnya. Kemudian masih ada 20 negara bukan Non Blok yang berat utang-utangnya.

Untuk itulah, perlu dicari jalan meringankan utang-utang tersebut di samping melanjutkan pembangunan dengan bantuan yang lain. Apakah itu dengan grant lantas sebagian dihapuskan dan sebagainya. Jelas minimalis negara anggota GNB tidak mungkin sama sekali mengembalikan utangnya.

Kepala Negara mengatakan, Indonesia menyarankan dibentuk tim sendiri yang akan membicarakan hal itu dalam rangka negosiasi di mana Indonesia akan membantu. Kemudian Presiden bertanya, apakah mungkin? Sebetulnya mungkin karena atas dasar komitmen negara industri itu sendiri untuk membantu negara berkembang 0,7% dari pada GNP-nya , sekarang barn 0,3 % termasuk tujuh negara industri maju dan 11 negara maju lainnya.

Presiden mengatakan 18 negara industri yang GNP-nya adalah US$15 triliun dari 0,7 % lebih kurang jumlahn ya US$ 95 miliar barn diberikan US$ 45 miliar. Berarti 50 miliar lagi belum. Kalau itu saja dipenuhi tanpa menggunakan penghematan belanja senjata, sebetulnya bisa. Itulah pendekatan kemitraan. Untuk itu perlu pendekatan dengan negara industri. Kita hanya menuntut apa yang mereka janjikan.

Karena itulah, kepercayaan yang diberikan GNB kepada Indonesia harus kita manfaatkan. Kepemimpinan Indonesia dalam tiga tahun mendatang tidak bisa dilakukan secara rutin, harus ada khusus. Karena itu organisasinya ditentukan. Di Deplu akan ada pejabat tertentu yang akan diserahi mengurus segala sesuatu berkaitan dengan GNB, antara lain, Sekjen KTT GNB Nana Sutresna menjadi Kepala Stafnya. Sementara untuk melaksanakan rumusan-rumusan tadi dibentuk banyak tim yang dikoordinasikan oleh Prof Dr. Widjojo Nitisastro didampingi yang akan aktif sebagai dubes keliling. Dubes keliling itu adalah Sayidiman untuk Afrika, Achmad Tahir untuk Eropa, Alamsyah Ratu Perwiranegara untukAsia dan Hasnan Habib untuk Amerika Latin.

Kepentingan Nasional

Sebelumnya, Presiden Soeharto menjelaskan kunjungannya ke New York dalam rangka Sidang Majelis Umum PBB dan ke Jepang bertemu dengan PM Miyazawa. Kunjungan tersebut, jelas bagi kepentingan nasional untuk mengamankan pembangunan kita dan bagi kepentingan Gerakan Non Blok. Kebetulan KTT ke 10 GNB selesai dan kepercayaan diberikan kepada Indonesia untuk memimpin selama tiga tahun.

“Saya pandang perlu segera memberikan penjelasan tidak hanya kepada masyarakat Non Blok, tetapi juga masyarakat dunia agar betul-betul mengetahui GNB itu setelah perang dingin selesai,”kata Presiden .

Di New York, Presiden bertemu dengan beberapa kepala negara pemerintahan, dan para pengusaha terkemuka di AS. Dari semua pertemuan itu, yang dibicarakan Presiden adalah kepentingan nasional, sebagaimana telah dijelaskan Mensesneg. Kepala Negara menjelaskan hasil-hasil KTT GNB, yang menurut Presiden, ada beberapa hal yang sifatnya sangat fundamental yang dinilainya akan menjadi landasan lebih lanjut bagi GNB. Pertama adalah hilangnya keragu-raguan dari sementara anggota Nonblok maupun dunia pada umumnya Seolah-olah ada pertanyaan bahwa setelah perang dingin berakhir Non Blok tidak relevan lagi, malah ada anggota yang keluar.

Negara-negara yang bukan anggota pun demikian, mempertanyakan apakah masih relevan. Tetapi dengan segala persiapan yang baik, fasilitas dan substansinya yang kita buat sedemikian rupa dengan mengikutsertakan semua pihak tidak hanya dalam negeri tetapi juga negara-negara anggota, akhimya semua menyadari bahwa GNB masih sangat relevan Kedua, yang sangat fundamental dengan keyakinan masih relevannya GNB, dipertanyakan ke mana arahnya. Sebelum perang dingin berakhir maka GNB diarahkan dalam petjuangan politik untuk memerdekakan negara-negara yang masih terjajah. Setelah perang dingin, semua negara yang tadinya terjajah sudah merdeka dan perang dunia kecil sekali kemungkinannya. Tapi justru sekarang kita harus mengisi kemerdekaan yang dicapai itu. Dengan pembangunan diberantas kemiskinan, kemelaratan dan keterbelakangan anggota-anggota GNB

Dengan demikian GNB diarahkan pada bidang ekonomi dengan kerja sama memerangi kemiskinan dan kemelaratan Ketiga, membangun ekonomi harus dimulai dari dirinya sendiri, di samping usaha sendiri dan kerja sama Selatan-Selatan. Meningkatkan potensi ekonomi negara­ negara nonblok, kata Kepala Negara, adalah dengan memanfaatkan kemampuan negara-negara industri. Karena itu, dialog Utara-Selatan sangat penting dan bila bisa dilaksanakan akan berbobot dalam meningkatkan kerja sama Selatan-Selatan.

Presiden juga menekankan, dialog Utara-Selatan harus diubah, dari apa yang terjadi sebelumnya, bukan konfrontatif tetapi kemitraan. Tunjukkan kemitraannya, saling ketergantungan, saling percaya dengan prinsip berdampingan secara damai, menghormati kedaulatan masing-masing. Dengan demikian, tidak akan dicurigai bahwa negara berkembang hanya menuntut semata-mata di luar kemampuannya.

Yang fundamental berikutnya, menurut Presiden, adalah percaya pada diri sendiri. Hal itu, katanya, akan memudahkan pelaksanaan semua keputusan dalam dokumen yang dihasilkan KTT GNB. Sebagaimana diketahui dokumen itu terdiri dari dokumen akhir yang terdiri dari Bab I-IV Ada juga dokumen terpisah antara lain tujuh dokumen yang merupakan keputusan-keputusan kegiatan atau yang harus dilaksanakan “Pesan Jakarta”.  (A2/B7)

Sumber: SUARA PEMBARUAN (30/09/92)

_______________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal  678-682.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.