PRIBUMI PERLU 20 TAHUN UNTUK SAMAI PENGUSAHA KETURUNAN

PRIBUMI PERLU 20 TAHUN UNTUK SAMAI PENGUSAHA KETURUNAN[1]

 

Beijing, Antara

Sedikitnya diperlukan waktu 20 tahun untuk mendidik pengusaha pribumi Indo­ nesia agar memiliki ketangguhan setara dengan pengusaha keturunan China mengingat perubahan tersebut menyangkut nilai, yang relatif membutuhkan waktu untuk membudayakannya.

“Ada nilai-nilai yang berbeda antara masyarakat pribumi dan non pribumi, sehingga masyarakat pribumi perlu berjuang keras untuk mengubahnya,” kata pakar Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS), Jusuf Wanandi di Beijing, Jumat.

Salah satu penyebab menonjolnya kiprah masyarakat keturunan China di dunia bisnis nasional adalah karena mereka telah melakukan profesi dagang secara turun temurun sehingga nilai ketabahan, ketekunan dan keberanian, melekat dalam jiwa mereka. Sementara masyarakat pribumi dipandangnya relatif baru mengalami perubahan nilai mengingat sebelumnya profesi dagang dipandang rendah oleh kebanyakan masyarakat.

Konsekuensi logis dari keadaan tersebut, katanya, adalah adanya jarak kemajuan antara pengusaha pribumi dan keturunan China, yang terkesan kian mencolok antara lima hingga enam tahun terakhir dengan semakin banyaknya perusahaan yang memutuskan “Go Public.” Namun Jusuf yang juga mantan aktivis Angkatan 66 itu menganggap kenyataan bahwa sebagian besar direksi perusahaan yang melempar sahamnya ke masyarakat adalah warga keturunan China bukan dilandasi keinginan berlagak (show off), melainkan akibat pengaruh liberalisasi di kalangan pengusaha mudanya yang kebanyakan berlatarbelakang pendidikan Barat.

“Kebijakan asimilasi yang dicanangkan 25 tahun lalu relatif tercapai, terutama di bidang pendidikan, mengingat 99persen rnahasiswa yang belajar di luar negeri kembali ke  Indonesia,” katanya.

Menurut dia, para konglomerat berpeluang besar membantu mengatasi kesenjangan bisnis pribumi dan non-pribumi secara bertahap demi rnendukung upaya pembangunan bangsa melalui empat terobosan. Pertama melalui pemberian beasiswa atau keringanan biaya pendidikan bidang perdagangan bagi masyarakat pribumi, menempatkan tenaga pribumi pada tingkat manajemen. Terobosan lain adalah dengan memasukkan pribumi ke perusahaan mereka sambil mengawasi, mendidik dan memberikan modal kepada mereka. Ia mengimbau konglomerat agar praktek pemberian saham kepada koperasi yang telah mereka lakukan seyogianya disertai dengan langkah pemberian pendidikan menyangkut masalah pembukuan, pembelian kepada pengurus koperasi.

“Kesenjangan yang dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan kemunduran di segala aspek,” katanya menegaskan.

Keamanan Bisnis

Tentang kekhawatiran sejumlah bankir akan keamanan berusaha di Indonesia sehubungan dengan niat Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya pada tahun 1998, dia menganggap kekhawatiran tersebut tidak beralasan.

Optimisme tersebut dilandasi kenyataan adanya perbedaan kondisi dewasa ini dengan era 1960-an, yang diwamai gejolak revolusi akibat kevakuman pemimpin dan inflasi tinggi.

Ia meramalkan bahwa alih generasi dan kepemimpinan di Indonesia dewasa ini akan berjalan lancar berkat kemantapan konstitusional. Peristiwa kevakuman pemimpin yang menyulut kerusuhan seperti tahun 1965 mustahil terulang, karena sekarang ada Wapres yang didukung masyarakat dan ABRI.

“Tidak terelakkan ABRI masih berperan sebagai pemersatu bangsa. Tanpa penjaga stabilitas, negara bisa ambruk,”katanya.

Keamanan berusaha di Indonesia juga semakin terjamin berkat pertumbuhan ekonominya antara enam hingga tujuh persen selama lima tahun terakhir, yang diharapkan mampu bertahan pada tingkat enam persen hingga tahun 2000.

Menyinggung isu pelarian modal pengusaha non pribumi ke China, dia menilai kekhawatiran tersebut tidak perlu dibesar-besarkan mengingat sifat kedatangan mereka ke China masih bersifat jangka pendek dan sejumlah keunggulan yang dimiliki Indonesia.

“Secara objektif lndonesia masih lebih menarik bagi mereka mengingat besarnya peluang bisnis, adanya kepastian peraturan dan hukum. Sementara boleh dikatakan kondisi di China masih menjadi tanda tanya akibat masih harus dilaksanakannya proses alih generasi dan pimpinan,”katanya.

Kondisi tersebut, katanya, menjadikan pengusaha non-pribumi segan menjadikan China sebagai basis utama usaha mereka.(U!LN10/KL05/DN07/15/05/94 13:09/RB2)

Sumber: ANTARA (15/05/1994)

______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 483-485

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.