PROBOSUTEDJO : GELAR BAPAK PEMBANGUNAN KURANG BERMANFAAT
Probosutedjo menilai bahwa gelar ‘Bapak Pembangunan’ yang belakangan sering diusulkan kepada MPR untuk diberikan kepada Presiden Soeharto, sebagai kurang manfaat dan relevansinya dalam pertumbuhan pembangunan di masa mendatang.
Penilaian Probosutedjo yang dikemukakan hari Selasa, merupakan bagian dari empat point bahan renungan, sebagai bandingan atas usulan-usulan yang belakangan banyak diajukan mengenai pemberian gelar tersebut.
"Mengenai usul untuk mengangkat bapak jenderal Purnawirawan Soeharto menjadi Bapak Pembangunan, mengingat jasa-jasanya dalam pembangunan yang telah berhasil, memang tepat, tetapi kiranya perlu direnungkan kembali," katanya.
Bahan renungan tersebut dikemukakan, mengingat, bahwa Orde Baru telah menentang adanya pemberian bermacam-macam gelar kepada almarhum Bung Karno, di zaman Orla, karena kenyataannya gelar-gelar tersebut akhirnya memang tidak ada manfaatnya dan tidak disebut-sebut lagi.
"Kiranya Bapak Jenderal Purn. Soeharto tidak akan mengutamakan gelar Bapak Pembangunan, seperti yang sering kita usulkan, karena kurang manfaatnya dalarn pertumbuhan pembangunan di masa mendatang," kata Probosutedjo.
"Gelar doktor honoris causa yang akan diberikan oleh beberapa universitas negeri dan swasta yang sifatnya abadi dan diakui oleh setiap orang pun, beliau tidak mau menerimanya, karena dirasa kurang manfaatnya," tambah Probo lagi.
Dikemukakan pula, bahwa gelar Bapak Pembangunan tersebut merupakan usulan melalui sidang umum MPR mendatang, dengan kemungkinan adanya golongan yang pro dan kontra.
Kalau sampai terjadi perdebatan yang berakibat walk-out, hal ini akan menjadi tidak baik. Probosutedjo bahkan mempertanyakan, mana yang lebih urgent dan bermanfaat, perdebatan mengenai usulan pemberian gelar tersebut yang kurang relevansinya bagi kontinuitas pembangunan, atau memperdebatkan bagaimana mencari jalan agar masyarakat adil makmur seperti yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.
"Kiranya yang penting bukan pemberian gelar yang muluk-muluk dan mengagung-agungkan, tapi melaksanakan petunjuk dan perintah serta gagasangagasan untuk segera mewujudkan masyarakat adil dan makmur, sesuai denganjalurjalur pemerataan dalam GBHN, menahan diri sebagai pemimpin untuk tidak berbuat hal-hal yang merugikan rakyat dan negara, serta menjaga nama baik dan tidak berbuat yang dapat merendahkan derajat yang dapat membuat noda kepada pimpinan," katanya.
Tokoh Kadin Indonesia itu menilai bahwa pemerintah Orba dari waktu ke waktu dapat menciptakan stabilitas keamanan. Bagi kalangan pengusaha, adanya usulan agar MPR menetapkan kembali Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI periode 1983-1988, dinilai membuat tenang kalangan pengusaha.
Pengusaha yang umumnya membutuhkan ketenangan berusaha, menginginkan stabilitas keamanan yang menentukan pertumbuhan dalam pembangunan.
Pada bagian lain Probosutedjo mengatakan, bahwa jika benar-benar cinta kepada Presiden, kiranya fitnah kepadanya dan keluarganya, seperti tuduhan menumpuk kekayaan, perlu diklirkan. Desas-desus mengenai masalah ini beredar di kalangan masyarakat, dan sampai saat ini tidak ada yang memberikan penjelasan
kepada masyarakat bahwa hal tersebut tidak benar. "Adanya keterangan dengan penjelasan off the record, kiranya malah akan menambah desas-desus," ujar Probosutedjo.
Diberikan illustrasi, ketika Presiden meresmikan Rumah Sakit Gatot Subroto, telah dijelaskan mengenai tata niaga impor cengkeh. (RA)
…
Jakarta, Jumal Ekuin
Sumber: JURNAL EKUIN (03/03/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 687-689.