RAKYAT JANGAN RAGUKAN KEMAMPUAN PEMERINTAH BERANTAS KORUPSI
Jakarta, Antara
Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono, SH meminta rakyat jangan meragukan kemampuan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi.
“Partisipasi rakyat dalam pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan, tapi tak perlu dibentuk semacam Komite Anti Korupsi,” ujar Sukarton menjawab pertanyaan wartawan seusai melantik Duyeh Suherman, SH menggantikan R.B. Sukardi, SH sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum di Jakarta, Rabu.
Komite Anti Korupsi pernah dibentuk mahasiswa pada masa awal kebangkitan Orde Baru. Ketika itu mahasiswa bersama rakyat bergerak, berbaris dan bahkan mencorat coret tembok-tembok di tepi jalan menentang korupsi. Menurut Sukarton, pemerintah dan aparat penegak hukum telah bertekad memberantas tindak pidana korupsi karena sangat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Berbagai upaya, katanya, telah dilakukan untuk menciptakan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, seperti melalui pengawasan melekat (Waskat), pembukaan Tromol Pos 5000, dan penyelesaian secara hukum kasus-kasus korupsi yang ditemukan.
Bahkan, lanjutnya, Presiden Soeharto pun menginstruksikan bahwa apabila unsur-unsurnya terpenuhi, seorang koruptor bisa diancam dengan tuduhan subversi.
”Apa dengan semua itu, masih diragukan tekad dan kemampuan pemerintah untuk memberantas korupsi?” tanya Jaksa Agung, ketika seorang wartawan menginformasikan bahwa ada sementara orang yang meragukan kesiapan pemerintah dalam melaksanakan tekadnya itu.
Jaksa Agung menegaskan, pemerintah tidak pernah mentok dalam pemberantasan korupsi dan semua tindak pidana tersebut diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Pak Rudini sudah bilang bahwa pemerintah tidak pernah mentok, saya tegaskan lagi bahwa memang dalam pemberantasan korupsi kita tidak pernah mengenal istilah mentok. Ini telah kita buktikan,” tegasnya. Sukarton kemudian menyebut keberhasilanĀkeberhasilan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus korupsi. Tahun lalu, katanya, dari 772 kasus korupsi, 541 di antaranya bisa diselesaikan.
“Saya juga telah memerintahkan agar 264 kasus perkara korupsi yang sekarang ini dalam tahap penyidikan supaya diselesaikan secara marathon melalui program pintas mulai 1 Oktober 1989 sampai 31 Maret 1990,” katanya. Sukarton menjelaskan bahwa dalam pemberantasan korupsi, pihaknya tidak menemukan kendala yang berat, kecuali hambatan biasa yang wajar seperti saksi yang sulit dipanggil dan barang bukti yang susah dicari.
Terhadap sinyalemen yang mengemukakan bahwa korupsi yang berhasil ditindak barn dalam taraf “yang kecil-kecil” saja, Sukarton dengan tegas mengatakan bahwa sekecil apapun uang negara yang dikorupsi harus diselamatkan, dan koruptor yang besar-besar juga apabila memang ada pasti ditindak.
“Apa kasus pejabat Bea Cukai Drs. MN yang korupsi Rp 44 miliar bukan kasus korupsi yang besar. Toh itu kita tindak juga,” jelasnya.
Menurut Kahumas Kejaksaan Agung Soeprijadi, SH kasus Drs. MN tersebut sudah dilimpahkan Kejaksaan ke Pengadilan.
Sumber : ANTARA (04/10/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 545-546.