RAPAT GELAP SISA-SISA G-30-S/PKI DI PARANGTRITIS
Berusaha Mempertadjam Pertentangan Agama Mendjelang Pemilu [1]
Djakarta, Kompas
Sebuah pertemuan penjusunan strategi politik pimpinan sisa2 G-30-S/PKI di Parangtritis (daerah Jogjakarta) beberapa waktu jang lalu, telah diungkapkan dalam briefing rahasia mengenai segi2 keamanan pemilihan umum 1971 dimuka konperensi para gubernur minggu lalu. Demikian Mingguan ‘Chas’ dalam berita exclusivenja No.42.
Dikatakan, pertemuan gelap Parangtritis itu mentjita2kan untuk menggiatkan penjusupan sisa2 G-30-S/PKI kedalam organisasi2 massa dan partai2 politik terutama Parpol/ormas agama. Dan sebenarnja pertemuan itu lebih luas lagi dari apa jang disingkapkan kepada para Gubernur.
Sebab pembitjaraan Parangtritis itu memberikan prioritas dukungan kepada tjalon2 tua, mempertadjam pertentangan agama, menghalang2i generasi muda jang baru muntjul dalam parpol/ormas2, dan malahan menjebutkan beberapa nama jang hendak mereka tondjolkan dibeberapa partai politik. Djuga pertemuan Parangtritis merupakan landjutan dari sebuah rapat gelap di Nglarangan (daerah Klaten).
Mingguan “Chas” mengungkapkan pula mengenai pertemuan Nglarangan beberapa waktu setelah tokoh PKI Pono tertangkap di Salatiga bulan April’ 69. Pembitjaraan jang dikemukakan mengenai kegagalan2 semendjak mendjalankan konsepsi Perdjuta (perdjuangan bersendjata ala Mao Tse Tung seperti di Blitar Selatan).
Penjelamatan kader2 dianggap terpenting karena praktis mereka tidak dapat bergerak dan selalu terantjam, bukan sadja karena kewaspadaan rakjat tetapi djuga banjak jang dilaporkan oleh teman2nja sendiri.
Mulainja pelaksanaan Repelita, mereka anggap sangat berbahaja bagi kemungkinan hidup PKI dimasa depan. Untuk itu diandjurkan melantjarkan apa jang dinamakan “Issue harian”. Issue2 ini sukar diusut untuk mengungkapkan oknum2 PKI jang melantjarkannja.
Djuga diadakan analisa mengenai situasi politik, kekuatan2 parpol jang ada, dan perlunja pertemuan dalam waktu singkat. Dalam pertemuan berikutnja itulah direntjanakan mentjari djalan bagaimana mempergunakan potensi kader2 itu.
Sedangkan pertemuan gelap di Parangtritis membahas strategi lebih landjut tentang kemungkinan2 menghadapi pemilihan umum, walaupun waktu itu undang2 Pemilu sendiri belum siap. Dalam rapat itu diputuskan untuk menjusupkan kader2 kedalam partai2 politik dan organisasi2 massa jang ada.
Mereka menjimpulkan untuk menjusupi partai2 politik dan ormas2 keagamaan, karena dianggap paling mudah “dibakar” untuk menimbulkan pertentangan dan ketegangan2 dalam masjarakat. Sedangkan terhadap partai2 lain seperti PNI infiltrasi sudah tjukup meluas dan akan ditambah.
Selandjutnja dikatakan, oknum-oknum G30S/PKI chawatir kalau2 tokoh tua mengundurkan diri dan membiarkan generasi muda jang mempunjai orientasi pembangunan menduduki tempat2 penting. Ketjuali itu banjak diantara pemimpin2 tua parpol (baik pusat maupun daerah) mempunjai teman2 jang tanpa diketahui mereka adalah orang2 jang disusupi unsur2 pro PKI.
Beberapa pemimpin2 parpol/ormas disebut2 dan dianalisa dalam rapat Parangtritis. Nama2 jang dibahas menjangkut oknum2 jang termasuk dalam daftar “F” (fraksi) PKI. Djuga orang2 jang diperkirakan dapat ditokohkan dizaman Orba ini, tetapi jang dapat diterima oleh PKI.
Nama2 jang disebut itu antara lain terdapat Ruslan Abdulgani dan lain2. Tetapi tidak diketahui bagaimana oknum2 PKI hendak mendjalankan strategi mereka untuk mengemukakan tokoh tersebut kedepan. Demikian “Chas”. (DTS)
Sumber: KOMPAS (31/01/1970)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 435-437.