RASA WASWAS DI HATI PAK HARTO JADI SIRNA [1]
Jakarta, Suara Karya
Perasaan waswas yang menggelayuti hati Presiden Soeharto seketika sirna, begitu menyaksikan sendiri pelaksanaan pembangunan fisik/renovasi Gedung Balai Sidang Senayan, Senin (27/7). Sekitar tiga jam Presiden dan Ibu Tien Soeharto serta Wakil Presiden Sudharmono didampingi Mensesneg Moerdiono meninjau Balai Sidang Senayan, yang bulan September mendatang digunakan untuk penyelenggaraan KTT Gerakan Non -Blok (KTT-GNB).
“Sebelumnya ada perasaan was-was. Apa lagi ada negara yang setengah tidak percaya, apakah Indonesia mampu menyiapkan fasilitas dan membahas masalah yang akan dibicarakan dalam pertemuan besar ini, karena waktunya memang sudah sangat mepet,” kata Presiden.
Namun setelah diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri di Bali beberapa waktu lalu, kata Kepala Negara lebih lanjut, banyak negara merasa percaya pada kemampuan Indonesia untuk bertindak selaku tuan rumah KTT-GNB. Karena itu Presiden, sangat menghargai usaha keras panitia serta para pelaksana pembangunan Balai Sidang, yang telah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam penyelesaian proyek tersebut.
Presiden menyatakan perasaan puasnya atas persiapan tempat konferensi tersebut dan menilai sebagai suatu karya besar bangsa Indonesia.
“Terus terang kita tidak ingin menunjukkan kemewahan dengan pembangunan fasilitas konferensi ini. Yang penting, meskipun sederhana, semua fasilitas harus tersedia, sehingga bisa sepenuhnya mendukung pelaksanaan KTT,” kata Kepala Negara.
Dalam peninjauan ke berbagai ruangan dan fasilitas yang ada di Balai Sidang tersebut, pimpinan Hotel Hilton, Ponco Sutowo selaku pimpinan proyek memberikan penjelasan kepada Presiden dan rombongan. Menurut Ponco, perhatian pembangunan proyek tersebut kinisedang dipusatkan pada penyelesaian gedung pusat kegiatan KTT GNB.
Kepada pimpinan proyek Presiden berperan, agar masalah-masalah kecil tetap diperhatikan, sehingga tidak mengecewakan anggota dan pimpinan delegasi. Disamping tempat konferensi, disarankan juga perlunya disediakan ruangan untuk memamerkan berbagai berbagai produk Indonesia.
Kepala Negara menilai, pembangunan fasilitas KTT-GNB tersebut menunjukkan putra-putri Indonesia merniliki kemampuan, sehingga hal itu akan menumbuhkan credit point tersendiri dan menumbuhkan kepercayaan PBB terhadap kemampuan Indonesia.
Menurut Presiden, saat Indonesia memperoleh kepercayaan untuk memimpin KTT-GNB, situasinya sudah lain dibanding ketika GNB lahir hingga saat ini, hal itu merupakan suatu tantangan tersendiri.
Mengingat penyelenggaraan KTT-GNB di Jakarta makin di ambang pintu, Presiden berpesan agar waktu yang singkat itu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan pembangunan tempat penyelenggaraan KTT tersebut.
“Jangan saling mencela, tetapi perlu ada kerjasama sebaik-baiknya,” kata Presiden.
Sementara itu Mensesneg Moerdiono selaku Ketua Panitia Nasional Pelaksanaan KTT-GNB menyatakan, pembangunan Balai Sidang itu tidak mengikutsertakan dana dan Pemerintah, tetapi dengan sistem BOT (Built, Operate, Transfer).
“Pembangunan gedung ini menggunakan produksi dalam negeri sekitar 70 persen, dan sisanya 30 persen memang belum bisa diproduksi di dalam negeri,” kata Mensesneg.
Mensesneg mengakui, kendala utama persiapan KTT-GNB itu adalah masih lemahnya koordinasi, karena memang penyelenggaraan pertemuan besar semacam ini sangat memerlukan koordinasi antara berbagai instansi, dan perlu meneliti permasalahan sampai sedetil-detilnya.
“Bandung-Bondowoso”
Gedung Balai Sidang Senayan tersebut setelah direnovasi berganti nama menjadi Balai Sidang Jakarta Hilton. Pembangunan/renovasi gedung tersebut mengalami pemekaran delapan kali dari aslinya, sehingga sangat sesuai dengan penyelenggaraan konferensi tingkat internasional sebagaimana ruang-ruang sidang terkemuka di dunia. Selain kesannya cukup megah, juga tetap memperlihatkan ciri-ciri arsitektur Indonesia.
Bentuk asli Balai Sidang Senayan kini nyaris hilang, tertutup bangunan-bangunan baru di sekelilingnya. Jika dulu pintu masuk menghadap ke Jl. Gatot Subroto, kini dipindahkan di depan Parkir Timur Senayan.
Untuk memudahkan para delegasi berjalan dari tempat sidang ke penginapan, dibuat jalan koridor khusus yang panjangnya sekitar 400 meter.
Mengingat waktunya sudah makin mendesak, pimpinan proyek harus kerja ngebut menyelesaikan proyek besar tersebut sulit dipercaya, dalam waktu sesingkat itu tahap penyelesaian tempat KTT-GNB hanya tinggal sedikit lagi.
Bahkan Presiden Soeharto sendiri menggambarkan pembangunan proyek tersebut bagaikan dalam ceritera “Bandung-Bondowoso” , yang mampu membangun candi sebanyak seribu kurang satu dalam waktu satu malam.
Presiden Soeharto mengawali peninjauan Balai Sidang Jakarta Hilton, dari Hotel Hilton, tempat para delegasi menginap. Semua ruangan ditinjau Presiden, termasuk gedung Balai Sidang yang asli.
Dalam peninjauan tersebut Presiden juga memeriksa Mimbar KTT-GNB, press-centre serta mencoba duduk di kursi sidang dan kursi rotan untuk istirahat. Selain itu, ruang kerja Presiden selama berlangsungnya KTT juga ditinjau. Di ruangan tersebut nantinya Presiden akan menerima kunjungan-kunjungan para pimpinan delegasi.
Menyertai dalam peninjauan tersebut antara lain Sekjen Panitia Nasional KTT GNB Rais Abin dan Pangab Jenderal TNI Try Sutrisno, serta sejumlah pejabat terkait yang terlibat dalam penyelenggaraan KTT-GNB tersebut. (S-05yA-6)
Sumber : SUARAKARYA (28/07/1992)
_____________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 811-813.