REALISASI KONSEP DESENTRALISTIK TERGANTUNG
KEMAMPUAN BIROKRASI[1]
Jakarta, Kompas
Pernyataan Presiden Soeharto yang menegaskan bahwa tidak ada Iagi tempat bagi pemerintahan sentralistik, membuka jalan yang lebih Iebar bagi berlangsungnya proses demokratisasi. Sebab, konsep desentralistik lebih banyak memberi kesempatan dan tanggungjawab secara demokratis kepada rakyat untuk mengembangkan dirinya sebagai bagian dari proses untuk mengembangkan keterbukaan.
Karena itu, menurut Dr. Albert Hasibuan SH, konsep desentralisasi itu harus dapat dipahami oleh aparat birokrasi. Selain itu, lanjut Albert Hasibuan hari Rabu (12/7), konsep tersebut harus dapat diwujudkan dan memberikan keuntungan atau manfaat bagi masyarakat. Di tempat terpisah, ahli hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas In donesia (FHUI), Satya Arinanto berpendapat, pemyataan Presiden Soeharto merupakan tanggapan terhadap berbagai perkembangan dalam bidang perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM) yang makin deras akhir-akhir ini, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Presiden Soeharto menegaskan masalah itu dalam amanatnya yang disampaikan kepada para peserta kursus singkat Angkatan V Lembaga Katahanan Nasional (Lemhannas) di Bina Graha, Jakarta, Selasa (11/7). Saat itu, Kepala Negara menyatakan tidak akan ada lagi tempat bagi suatu tatanan pemerintahan yang bersifat sentralistik di negara-negara nasional (Kompas, 12/7).
Satu Pilihan
Albert Hasibuan yang ahli hukum tata negara, anggota DPR dan anggota Komnas HAM mengatakan, saat ini tidak ada pilihan lain bila tidak ingin tertinggal, untuk meninggalkan sistem pemerintahan sentralistik. Ia mengatakan, sistem pemerintahan sentralistik berkembang saat Orde Baru mulai. Motivasinya adalah untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan serta mempercepat stabilitas politik dan ekonomi. Karena, lanjutnya, saat inistabilitas politik dan ekonomi sudah tercapai dengan sendirinya sistern pemerintahan sentralistik juga harus ditinggalkan. Dengan ditinggalkannya sistem pemerintahan sentralistik, lanjut Albert Hasibuan, pengambilan keputusan baik politik maupun ekonomi saat ini dan dimasa mendatang secara nasional dilebarkan. “Artinya, rakyat di daerah didorong menentukan dirinya sendiri mana yang baik bagi dirinya dalam hubungan keseimbangan dengan pusat,” katanya. Namun, ia mengingatkan, semua pihak secara dinamis harus tetap mewaspadai agar jangan ada kecenderungan tarik-menarik yang menimbulkan dikotomi. ”Misalnya, mempertentangkan keadaan ekonomi atau politik pusat dengan daerah. Hal ini hanya akan membuat ketidakseimbangan,” jelas Albert Hasibuan. Menurut Arinanto, ada beberapa hal yang mendorong ditinggalkannya sistem pemerintahan sentralistik. Dalam ruang lingkup nasional misalnya, muncul berbagai permasalahan yang berhubungan dengan hak asasi manusia (HAM) seperti timbulnya usulan bagi lahimya “Mahkamah Konstitusi”, kritik terhadap peran Polri dalam pelaksanaan penyidikan ulang perkara Marsinah, gugatan terhadap bisnis anak pejabat, meningkatnya jumlah pengaduan tentang adanya pelanggaran hak asasi manusia ke Komnas HAM dan sebagainya.
Sumber:KOMPAS (14/07/1995)
_______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 242-244.