RI MINTA JERMAN BANTU SELESAIKAN HAMBATAN
DAGANG KE 3 NEGARA EROPA[1]
Bonn, Suara Karya
Presiden Soeharto mengharapkan dukungan Jerman membantu menyelesaikan hambatan yang dialami perdagangan Indonesia ke 3 negara Eropa setelah negara itu bergabung dalam Uni Eropa. Negara- negara itu yakni Austria, Finlandia dan Swedia menerapkan “Common Tariff’ Uni Eropa.
Presiden Soeharto menyampaikan harapan itu di depan Forum Kerja sama Ekonomi dan Teknologi Indonesia- Jerman, Selasa (4/4) di Ruang NATO,Bonn, Jerman. Acara itu dihadiri Kanselir Helmut Kohl serta sejumlah pengusaha Indone sia dan Jerman. Demikian dilaporkan Wartawan Suara Karya Agustianto dari Bonn. Kepala Negara mengemukakan perdagangan Indonesia ke pasar ekspor Eropa masih menghadapi ganjalan. Ekspor beberapa mata dagangan ke Austria, Finlandia dan Swedia yang semula bebas dari hambatan kuota, kini mengalami hambatan kuantitatif karena masuknya ketiga negara tersebut ke Uni Eropa.
“Akan terasa lebih wajar jika perluasan wilayah Uni Eropa juga disertai dengan peningkatan kuota dan laju pertumbuhannya,” kata Presiden.
Presiden juga mengharapkan ketentuan anti dumping terhadap beberapa produk Indonesia di pasar Uni Eropa hendaknya tidak diterapkan begitu saja terhadap produk Indonesia di pasar ketiga negara itu, sebelum ada pembuktian bahwa penerapan itu memang patut dilakukan. Diakui oleh Presiden, diversifikasi pasar ekspor Indonesia telah mampu mengembangkan pasamya di luar Jepang, Amerika Serikat dan Singapura. Bahkan dalam tahun 1988 – 1992 laju peningkatan ekspor ke negara anggota Uni Eropa lebih tinggi dari pada ke Amerika dan Jepang. Dalam pasar Uni Eropa ini, impor Jerman dari Indonesia meningkat cukup pesat. Dalam lima tahun terakhir ini tercatat peningkatan rata-rata sebesar lebih dari 25 persen. “Kecenderungan ini telah memperkukuh kedudukan Uni Eropa sebagai pasar ekspor terbesar kedua setelah Asia Pasifik dan meningkatkan arti strategis pasar Jerman sebagai gerbang ekspor Indonesia ke Uni Eropa,” kata Presiden Soeharto.
Puas
Kanselir Jerman Helmut Kohl dalam forum itu menyatakan bahwa hubungan persahabatan kedua negara yang sudah terjalin selama ini dirasakan sangat besar hasilnya. Dalam sambutannya pada forum tersebut, Kohl yang baru terpilih untuk ke empat kalinya sebagai Kanselir Jerman pada Desember 1994 lalu, menyatakan keinginannya untuk kernbali datang berkunjung ke Indonesia.
“Tahun depan saya akan berkunjung kembali ke Indonesia beserta delegasi yang cukup besar mewakili kelompok-kelompok industri,” kata Kanselir Kohl yang disambut senyum hangat Presiden Soeharto.
Dikatakan, pada menjelang 50 tahun kemerdekaan RI, dan setelah 50 tahun perdamaian di Jerman serta 5 tahun Jerman bersatu, hubungan ekonomi dan kebudayaan kedua negara dirasakan cukup meningkat dengan cara yang khusus. “Kita telah mencapai basil menggembirakan. Semua yang dianggap sebagai sukses telah dilihat sebagai bagian masa lampau,”kata Helmut Kohl.
Landasan kerja sama ekonomi RI-Jerman sangat penting dimana kerjasama sektor teknologi kedua negara meningkat dengan tajam.
“Di wilayah di Indonesia kami ingin menempatkan posisi kami secara kokoh . Saya tidak ingin tunduk pada kepentingan orang lain. Kita bisa menempatkan diri bagi keinginan kita bersama untuk kerja sarna ekonomi tanpa mengenyampingkan masalah kerja sama di bidang kebudayaan ,”kata Kohl.
Persahabatan yang langgeng antara RI dan Jerman dan hubungan kebudayaan kedua negara adalah sangat penting. Banyak mahasiswa Indonesia berada di Jerman, mereka mengetahui kebudayaan Jerman. Jerman siap dalam menjajagi kemungkinan memberikan saran pada pendidikan di Indonesia terutama masalah ketrampilan.
Kohl menilai, kecuali masalah teknis hubungan pribadi antara masyarakat Indonesia- Jerman bisa ditempa mengingat banyaknya orang Indonesia yang belajar dan bekerja disini. Ketua Asosiasi Forum Kerja Sama Ekonomi dan teknologi Indonesia – Jerman Dr Heinrich Pierer dalam kata pembukaannya pada pertemuan itu menyatakan sangat terkesan atas kemajuan ekonomi Indonesia. Diharapkan, sukses Indonesia tersebut diharapkan terus berlangsung. Dinamika ekonomi Indonesia sangat kuat, dan potensi pasar juga besar. “Tidak lama lagi RI akan disebut sebagai macan,” kata dia.
Satelindo
Di tengah-tengah berlangsungnya forum kerja sama ekonomi dan teknologi indonesia Jerman, ditandatangani perjanjian kerjasama penyertaan modal dari Deutsche Telekom Detetriobil ke dalam struktur permodalan PT Satelindo. Penandatanganan itu dilakukan oleh lwa Sewaka, Presiden Direktur PT Satelindo, Bambang Trihatmodjo Presiden Direktur.
Dengan Menlu Jerman
Sebelum melakukan pembicaraan dengan Kanselir Jerman Helmut Kohl, Presiden Soeharto di Istana Kepresidenan Villa Hammerschumidt Selasa pagi melakukan pembicaraan dengan Menlu Jerman, Klaus Kinkel. Menurut Mensesneg Moerdionoj Menlu Kinkel menyarnpaikan kekagumannya atas kunjungan Presiden ke Bosnia bulan Maret lalu. Menlu juga menyampaikan penghargaannya atas pandangan-pandangan Indonesia untuk penyelesaian bekas negara Yugoslavia itu.
Menlu rnenyatakan bahwa sebagai anggota kelompok lima, Jerman akan sangat memperhatikan pandangan-pandangan Presiden dimana penyelesaian rnasalah negara negara bekas Yugoslavia juga ditangani oleh kelompok lima yakni negara-negara yang cukup berpengaruh. Dalam kesernpatan itu, Presiden secara khusus minta perhatian Menlu Jerman atas apresiasi mata uang yen terhadap dolar dimana pinjaman luar negeri Indonesia sekitar 40 persen berupa yen. Apresiasi yen terhadap dolar sebesar 1 persen saja mengakibatkan beban hutang luar negeri Indonesia bertarnbah sekitar 360 juta dolar AS. “Sehingga dapat dipahami betapa besar pengaruh apresiasi yen terhadap ekonomi kita,”kata Mensesneg Moerdiono.
Menlu Jerman Kinkel menyatakan kesediaan Jerman untuk memperhatikan hal tersebut dengan menyatakan bahwa Jerman sendiri mernpunyai masalah berkenaan menurunnya nilai mata uang dolar ini. Seperti diketahui nilai mata uang dolar terhadap mata uang Jerman menurun tajam pada tingkat yang belum pemah terjadi sebelumnya. Jerman akan memberikan visa bilateral, jika visa tunggal 7 negara Eropa yang dikeluarkan untuk orang-orang Indonesia yang ingin berkunjung ke negara-negara tersebut mendapat protes dari Portugal. Jaminan itu disarnpaikan Menlu Jerman Klaus Kinkel dalam pertemuan dengan Menlu Ali Alatas di Bonn, hari Senin sore waktu setempat atau Senin tengah malam WIB.
Menlu Ali Alatas sengaja menyinggung tentang kemungkinan terjadinya protes dari Portugal karena salah satu pasal dari peijanjian tersebut memberi peluang bagi salah satu negara untuk memprotes visa yang dikeluarkan oleh salah satu 7 negara yang bersepakat itu. Perjanjian itu akan segera diberlakukan di 7 negara Eropa yakni Jerman, Portugal, Prancis, Spanyol dan Benelux (Belgia, Nederland, Luxemburg). Indonesia dan Portugal memutuskan hubungan diplomatik sejak terjadinya integrasi TimorTimur, wilayah bekas jajahan Portugal ke Indonesia tahun 1978. “Dan atas masalah Portugal, maka Jerman telah memberikan jaminan tidak akan menimbulkan kesulitan,” kata Ali Alatas kepada wartawan seperti mengutip jaminan Menlu Jerman Kinkel. Menlu mengatakan, selama ini visa untuk masing-masing negara diperoleh dari masing-masing negara bersangkutan. Dengan berlakunya kesepakatan ini, sewaktu masuk ke Jerman, Portugal bisa saja memveto. ini tidak benar karena itu, Rl minta Jerman untuk memberikan jaminan karena hubungan yang sudah baik, terjalin selama ini.
“Jadi masing-masing perwakilan Rl di ketujuh negara itu akan mengecek kalau dipersulit Portugal,” kata Ali Alatas.
Mengenai KIT Uni Eropa- Asia Timur, Menlu Ali Alatas mengatakan, ide KIT ini prinsipnya diterima. Hanya saja yang harus dibahas siapa saja pesertanya yang akan dipilih baik dari Asia maupun Uni Eropa. Lalu sampai berapa jauh masalah yang akan dibahas, apakah hal ekonomi saja, atau politik atau lainnya. ini masih harus diputuskan, sedangkan mengenai waktu akan diselenggarakan pada 1996, mungkin pertengahan atau akhir tahun di Muangthai. Gagasan KTT Uni Eropa- Asia Timur ini pertama kali dikemukakan oleh PM Singapura Goh Chok Tong dan Menlu Jerman Klaus Kinkel dapat menyetujui gagasan itu untuk ditindaklanjuti. Dalam pembicaraan itu, Menlu Jerman tertarik kepada apa yang telah diusahakan Indonesia, dalam hal ini Presiden Soeharto, terutama mengenai sumbangan pemikiran untuk memecahkan masalah negara-negara bekas Yugoslavia.
Mitra
Mengenai pertemuan Presiden Soeharto dengan Presiden Jerman Prof. Dr. Roman Herzog yang juga berlangsung Senin sore atau Selasa tengah malam WIB di Istana Kepresidenan Villa Hammerschmid juga dijelaskan oleh Mensesneg Moerdiono.
Presiden dalam kesempatan itu, untuk kedua kalinya mengulang kembali salam hangat rakyat Indonesia atas kepercayaan pemerintah Jerman sebagai negara mitra pada Hannover Fair 1995. Presiden menyatakan pentingnya Rl ikut dalam Hannover Fair yaitu peristiwa ini bersamaan dengan 50 tahun HUT RI, sehingga dapat ditonjolkan prestasi pembangunan RI di semua bidang. Jerman menilai, kawasan Asia- Pasifik ini memiliki masa depan cerah dan berpenduduk dua milyar dengan nilai perdagangan dua milyar dolar AS lebih. Dengan demikian Jerman ingin mendengarkan langsung dari Presiden Soeharto mengenai ASEAN dan APEC. Menanggapi hal itu, Presiden Soeharto menjelaskan bahwa APEC ingin jadi kawasan damai, bebas dan netral dan ingin meningkatkan ketahanan ekonomi. “Presiden Roman Herzog sangat menghargai pendapat dan penjelasan Presiden Soeharto tersebut mengingat apa yang dikemukakan bahwa Jerman mulai mengarahkan pandangannya ke kawasan Asia Pasifik,”kata Mensesneg Moerdiono.
Presiden pada hari Senin juga menerima kunjungan Walikota Bonn Ny Barbel Dieckmann, yang memberi penjelasan mengenai gambaran soal perkotaan Bonn. Dalam kesempatan itu, Walikota Bonn juga menyatakan perhatiannya, jika Indonesia berkeinginan untuk mendirikan pusat kebudayaan di Eropa maka Walikota minta agar dipilih kota Bonn.
Pertimbangannya menurut Walikota, Bonn merupakan pusat pemerintahan tertinggi untuk Jerman walaupun ada pemikiran untuk memindahkan ibukota Jerman ke Berlin. Tetapi bagaimanapun, Bonn akan tetap jadi kota pemerintahan. Pertimbangan lainnya adalah lokasi Bonn yang strategis dekat dengan Paris, Amsterdam dan lain-lain. Menanggapi tawaran ini, Presiden Soeharto menjelaskan bahwa akan memperhatikan dan meneliti kemungkinan perwujudan pusat kebudayaan RI di Eropa, dan sesuai dengan kemampuan Indonesia untuk membangun. (***)
Sumber : SUARAKARYA(O5/04/1995)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 368-372.