RI SEGERA KIRIM UTUSAN KE NEGARA-NEGARA BEKAS YUGO TINDAK LANJUT USUL DIBENTUKNYA KONFEDERASI [1]
Jakarta, Suara Karya
Indonesia dalam waktu dekat segera mengirimkan utusan ke Serbia-Montenegro, Slovenia dan Macedonia, menyusul kunjungan Presiden Soeharto ke Kroasia dan Bosnia-Herzegovina untuk mencari penyelesaian di negara-negara bekas federasi sosialis Yugoslavia secara integral dan menyeluruh. Langkah ini menindaklanjuti usulan Indonesia yang telah diterima oleh Presiden Bosnia-Herzegovina Alija Izetbegovic dan Presiden Kroa sia Franjo Tudjman, perlunya dibentuk konfederasi dian tara negara-negara bekas Yugoslavia tersebut. Penjelasan Presiden Soeharto itu disampaikan kepada wartawan, satu jam sebelum pesawat Garuda DC-10 yang membawa Presiden dan rombongan selama kunjungannya ketiga negara Denmark, Kroasia dan Bosnia-Herzegovina mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu. Ikut dalam rombongan Ibu Tien, Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung dan Dubes/Kepala Badan Pelaksana Ketua GNB Nana Sutresna. Tawaran Indonesia itu kata Presiden, telah diterima baik oleh Presiden Kroasia Franjo Tudjman maupun Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic. Tinggal sekarang negara-negara Slovenia, Serbia- Montenegro maupun Mecedonia. Oleh karena itu setelah pertemuannya dengan kedua pemimpin itu, Indonesia dalam waktu dekat ini akan mengirimkan utusan ke masing-masing negara untuk menjajagi sampai di mana usulan itu bisa diterima. Pengiriman utusan ini dimaksudkan agar mereka segera mengetahui danjangan curiga mengapa hanya Bosnia-Herzegovina dan Kroasia saJa.
“Kami merasa syukur bahwa pemikiran-pemikiran penyelesaian secara integral disetujui dan sependapat dengan kedua presiden tersebut. Tinggal nanti melanjutkan negara lain. Sekali lagi saya katakan, Indonesia tidak ingin menjadi penengah karena tidak mampu tetapi Indonesia ingin membantu menjadi fasilitator, sehingga akhimya negara-negara itu sendiri yang bisa menyelesaikan masalahnya.” “Yang bisa menyelesaikan masalah hanya negara-negara yang dulu bergabung dalam federasi sosialis Yugoslavia ,” kata Presiden.
Konferensi Internasional
Kalau sudah ada kesepakatan aspirasi dan pemikiran, sebaiknya penyelesaiannya diwujudkan menjadi suatu pengakuan internasional dengan mengadakan konperensi internasional mengenai masalah itu. Pada konperensi ini tidak hanya mengikutsertakan negara tersebut tetapi juga negara-negara lain yang sudah terlibat, seperti kelompok 5 negara.
Indonesia tidak akan mempermasalahkan apakah tempat konperensi internasional itu berada di Indonesia atau di negara lain. Yang terpenting adalah para pemimpin tersebut bertemu.”Kalau tidak di Indonesia kan biayanya juga lebih ringan,” ujar Presiden. Indonesia mendukung cara-cara penyelesaian oleh negara barat, Eropa dan kelompok 5 negara yang turut aktif mencari jalan penyelesaian pertikaian di bekas kawasan Yugoslavia. Kalau Indonesia diminta tentunya kata Presiden, harus mempunyai pikiran-pikiran atas dasar penilaian yang obyektif mengenai keadaan sekarang dan apa yang bisa dilakukan.
Setelah dilihat menurut Presiden, semua aktivitas sudah ada, baik PBB maupun negara-negara Eropa telah memberikan andilnya dan caranya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi , lanjut Kepala Negara, masalahnya rupanya penyelesaian secara parsial. Dengan demikian tentunya diakui tidak akan menjamin penyelesaian. Nyatanya belum ada andil yang dapat menyelesaikannya. Pilihan Indonesia dikarenakan melihat sejarah negara federasi sosialis Yugoslavia itu merupakan salah satu negara berkembang, anggota GNB yang dapat dikatakan lebih maju. Pada waktu dipimpin oleh Presiden Tito dan kemudian meninggal, negara Yugoslavia dilanjutkan oleh pimpinan dari gabungan negara-negara Yugoslavia. Tetapi sekarang, ada anggota negara federasi yang tidak menyetujui dan ada negara yang berdiri sehingga akhirnya pecah peperangan.
Kenyataannya sekarang, menurut Presiden, negara-negara yang memisahkan diri secara hukum internasional telah diterima menjadi anggota PBB. Negara-negara itu Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina dan bahkan Macedonia. Sedangkan yang mempertahankan Serbia-Montenegro yang mengklaim sebagai pewaris Yugoslavia belum diterima.
Integral
Atas dasar itu tidak mungkin masalahnya diselesaikan satu-satu. Menurut Indonesia, sebaiknya diselesaikan secara integral. Yang bisa menyelesaikan adalah pemimpin-pemimpin negara itu, bukan negara luar.
Sehubungan itulah Indonesia berpandangan, kalau semua pemimpin negara itu menghendaki tidak terjadi kehancuran dan perang akan diselesaikan, maka harus betul-betul membicarakan bagaimana menyelamatkannya. Kalau tidak ingin pecah lagi, harus ada pembicaraan. Dasarnya adalah federasi. Dulu mereka adalah federasi negara-negara bagian, maka sekarang harus saling mengakui negara bagian tersebut dengan jaminan agar minoritas yang ada di masing-masing negara tersebut dilindungi dan diikuti semuanya.
Setelah hal itu tercapai, harus diwujudkan tekad untuk hidup berdampingan secara damai, menghormati kedaulatan masing-masing, tidak mencampuri urusan dalam negeri dan kerja sama yang saling menguntungkan. Jika hal itu bisa dilaksanakan berarti dapat dibentuk konfederasi negara-negara itu. Seandainya konfederasi tidak diperlukan, bisa dibentuk minimal ketja sama antara negara-negara, bangsa-bangsa yang telah saling mengakui tersebut, seperti ASEAN, untuk menciptakan stabilitas kawasan bekas negara-negara federasi Yugoslavia. Bahkan mungkin bisa diperluas dengan kawasan Balkan, termasuk negara yang dulunya tidak masuk Yugoslavia. Sehubungan itulah Indonesia menawarkan menjadi fasilitator, bukan penengah.
“Indonesia tidak mampu untuk itu,” kata Presiden. Apakah usulan diterima atau tidak, menurut Presiden, diserahkan kepada mereka, namun yang penting Indonesia sudah berusaha dengan kemampuan yang ada. Dalam pertemuan Wakil Presiden AS AI Gore dengan Presiden Kroasia di KTT Pembangunan Sosial, muncul kekhawatiran ketika itu yaitu dukungan Kroasia agar UNPROFOR mulai 31 Maret nanti ditarik dari Kroasia. Inibisa menimbulkan masalah dan meningkatkan suhu peperangan. Kepada Presiden Kroasia, Presiden menjelaskan bahwa UNPROFOR tetap menjalankan tugasnya dengan Zagreb sebagai markas besamya. Iru merupakan jaminan setidak-tidaknya situasi dijamin untuk melaksanakan gencatan senjata, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan secara politis negara-negara bekas wilayah Yugoslavia.
Undangan Presiden ke Kroasia dan Bosnia-Herzegovina, menurut Kepala Negara, dimaksudkan agar Indonesia lebih aktif dalam rangka memikirkan situasi dan kondisi negara-negara bekas wilayah Republik Federasi Yugoslavia. Bagi Indonesia, sebagai negara, sahabat dan Ketua Gerakan Non Blok (GNB) selalu mendukung dan mengikuti perkembangan penyelesaian masalah pertikaian dan peperangan di kawasan melalui resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) karena Indonesia salah satu anggota tidak tetap DK PBB. Kunjungannya ke Sarajevo, kata Presiden, karena terpanggil sebagai sahabat untuk turut memikirkan secara aktif dan dinilai sekarang ini belurn aktif. Untuk aktif, tentu perlu mengetahui situasi dan kondisinya yang sebenarnya, sehingga bisa menyumbangkan pemikiran-pemikiran yang rasional dan bisa diterima oleh semua pihak. “Karena dijamin oleh UNPROFOR, saya datang dan Alhamdulillah saya selamat, dan ternyata gagasan itu diterima,”kata Presiden.
“Saya sendiri dan Indonesia merasa bersyukur karena bisa melaksanakan kunjungan ke Sarajevo, yang satu hari sebelumnya pesawat terbang yang dinaiki utusan Khusus PBB ditembak. Tapi rupa-rupanya Tuhan melindungi kita sehingga kita datang ke sana tidak ada apa-apa, walaupun terpaksa harus naik APC (Armoured Personnel Carrier I kendaraan lapis baja). Karena itulah tanggungjawab UNPROFOR yang dapat menyelamatkan saya sehingga dapat bertemu dengan Presiden Bosnia. Untuk itu saya maupun rombongan sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pimpinan keamanan UNPROFOR sehingga saya dapat menyampaikan gagasan itu kepada Presiden Bosnia, dan itu akan dikembangkan lebih Ianjut ,”kata Presiden.
Hubungan Diplomatik
Dalam waktu dekat, Indonesia akan membuka hubungan diplomatik dengan Kroasia dan mengangkat Duta Besar RI di Zagreb. Paling lambat dalam 10-20 hari pemerintah Indonesia akan segera mengirimkan surat ke pemerintah Kroasia. Penjajagan kerja sama kedua negara sudah dirintis pada kunjungan Presiden ini. Banyak ketja sama yang bisa dilakukan kedua negara, antara lain LNG dan batubara. Indonesia akan mengimpor semen dari Kroasia.
KTTEFA
Sebelumnya Presiden di Kopenhagen menghadiri pertemuan tidak resmi KTT 9 (negara berpenduduk besar) di bidangpendidikan “Pendidikan Untuk Semua” atau EFA (Education For All) yaitu RRC, India, Indonesia, Pakistan ,Bangladesh, Afrika Selatan, Siria dan Mesir.
Pertemuan itu sebagai kelanjutan dari pertemuan KTT di New Delhi India yang memperhatikan dan mengusahakan supaya pendidikan untuk semua segera dilaksanakan. Pertemuan ini atas inisiatif UNESCO. Pertemuan di Kopenhagen itu, menurut Presiden, untuk melihat pelaksanaan deklarasi New Delhi. Masing-masing memberikan gambaran secara umum dan ternyata kondisi pendidikan Indonesia sangat menggembirakan karena sebelum ada Deklarasi New Delhi, Indonesia sudah mencanangkan pendidikan sesuai dengan rencana pembangunan jangka pendek (lima tahunan) dan jangka panjang (lima tahun yang pertama). Dengan Inpres SD telah dibangun 136.000 gedung SD, termasuk guru-gurunya. Tahun 1985 telah berhasil dicanangkan wajib belajar (wajar) bagi anak usia 7-12 tahun. Hasilnya jumlah anak umur 7-12 tahun pada tahun 1994 telah tertampung 94% dari 29,6 juta murid SD. Dari jumlah itu yang dapat mengikuti sekolah kelas I-VI yaitu kurang lebih 80 %. Yang drop out,dapat mengikuti kelas I-Njumlahnya 90 %. Menurut penilaian UNESCO jika sudah lepas dari kelas IV, murid itu tidak akan menjadi buta huruf. Sementara yang gagal atau tidak lulus, hanya 2,8 %.
“Suatu prestasi yang tidak kecil dalam pendidikan, tetapi umumnya orang tidak menilai semuanya ini. Seharusnya kita syukuri bahwa kita telah melaksanakan wajar 6 tahun bagi anak 7-12 tahun,”kata Presiden.
Mengenai 6% lainnya,kata Presiden,diperkirakan ada keluarga yang memang masih di bawah garis kemiskinan. Bangsa Indonesia sudah membangun selama 20 tahun dan masih tersisa 25,9 juta rakyat masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dan ini terbukti dalam pendidikan ini, kehidupan mereka bukan karena tidak mampu. Anak dari keluarga mampu ternyata disuruh orang tuanya untuk membantu mencari nafkah. Kunjungan Kepala Negara ke Kopenbagen, Denmark untuk menghadiri KTT Pembangunan Sosial yang dihadiri 124 negara, ll-12 Maret 1995. Presiden mengatakan, untuk memberantas kemiskinan, keterbelakangan, RI sudah melaksanakan. Demikian pula program pemerataan. Usaha, memerangi kemiskinan pun dilaksanakan mendahului negara-negara lain. Buktinya, dari 70 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 1994 bisa diturunkan menjadi 25,9 juta. Upaya mengentaskan penduduk miskin memasuki Pelita VI dilakukan dengan program IDT (Inpres Desa Tertinggal). IDT diberi kemampuan untuk mengentaskan rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. (N-l)
Sumber: Suara Karya ( 16/03/ 1995)
________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 168-173.