RI TAK SUKA BANTUAN SEGITIGA BEREMBEL-EMBEL

RI TAK SUKA BANTUAN SEGITIGA BEREMBELEMBEL[1]

Jakarta, Suara Karya

Indonesia tidak menyukai bantuan segitiga kepada negara berkembang ada “embel-embelnya”. Bantuan segitiga seperti yang diusulkan Indonesia pada KTT GNB yang lalu hendaknya diberikan tanpa persyaratan yang mengikat dari negara maju pemberi bantuan.

Penegasan itu dikemukakan Presiden Soeharto ketika menerima Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Haryono Suyono di Istana Merdeka Jakarta, Senin.

“Bantuan yang diberikan dengan syarat tertentu, apalagi mengikat tidak akan diterima. Bantuan yang akan disalurkan kepada negara yang membutuhkan harus tanpa embel-embel syarat lain yang mengikat, dan pola ini harus terus dikembangkan,” kata Presiden Soeharto seperti dikutip Haryono Suyono.

Menurut Haryono, program bantuan segitiga antara Indonesia sebagai Ketua GNB, negara penerima dan negara donor di bidang kependudukan, merupakan tindaklanjut hasil konferensi Tingkat Tinggi GNB (KTT GNB ) September lalu, di bidang kependudukan. Negara maju yang pertama kali menyatakan kesanggupannya adalah Prancis.

Salah satu kesepakatan yang telah dicapai dengan Prancis antara lain negara yang memperoleh bantuan adalah negara-negara Afrika dan negara-negara dari kawasan Indocina, yakni Vietnam, Laos dan Kamboja.

“Negara-negara itu segera mendapat bantuan kerja sama segitiga antara Indonesia negara yang bersangkutan dan Prancis, dengan melibatkan UNFPA dan PBB,” kata Haryono.

Sedangkan Venezuela, negara yang menjadi koordinator GNB di kawasan Amerika Latin, dalam waktu singkat akan mengirimkan dua pejabat seniomya ke Indonesia.

Kunjungan sebagai tindak lanjut ketja sama ini, kata Haryono, akan dilanjutkan pada Januari dapat memanfaatkan waktu tersebut sehingga langkah konkrit kerja sama antar Negara dalam saling bantu membantu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Kepala BKKBN juga melaporkan bahwa saat ini, tiga negara yakni Uzbekistan, RRC dan Pakistan, telah mengirimkan wakilnya di Indonesia. Mereka melakukan kerja sama dengan Indonesia untuk mempelajari kondisi di sini.

Jangan Menggurui

Presiden mengingatkan agar kepada mereka hendaknya jangan timbul kesan menggurui tapi disampaikan apa yang ada karena yang bisa beketja baik dan berhasil baik di Indonesia belum tentu bisa diterapkan begitu saja di negara mereka.

Kerja sama yang dilakukan untuk menyukseskan program ini adalah dengan negara ketiga. Dan negara pertama yang mengulurkan tangan untuk program ini adalah Prancis. Februari mendatang akan dilangsungkan pertemuan segitiga, Indonesia­ Prancis dan negara yang memerlukan bantuan atau ingin bekerja sama dalam menyerap pengalaman Indonesia di bidang KB.

Pertemuan semacam ini juga akan dihadiri wakil dari PBB, karena Indonesia ingin menjalin kerja sama yang lebih erat dengan PBB, khususnya UNFPA (Program PBB untuk kependudukan). Dalam pertemuan itu akan dipelajari kebutuhan apa saja yang diminati oleh negara-negara yang akan mengirimkan wakilnya ke Indonesia untuk mempelajari KB, yang sekaligus memberikan bekal kepada pemerintah Prancis untuk mempertimbangkan bantuan di masa yang akan datang dan negara mana saja yang layak dibantu.

Reproduksi

Kepala BKKBN, dalam kesempatan itujuga melaporkan bahwa pada awal April mendatang, Indonesia akan menjadi tuan rumah kongres internasional reproduksi.

Dalam kongres ini dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan ibu dan reproduksi manusia. Diharapkan, Menteri Kesehatan dan ikatan dokter ahli kandungan akan menjadi tuan rumah kongres di Bali itu.

Kongres itu akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang usaha Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan ibu, terutama ibu yang mengandung maupun yang melahirkan. Presiden, kata Haryono, mengharapkan tahun depan akan ada Inpres bidang desa untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan KB di desa oleh para bidan.

Inpres itu merupakan usaha memeratakan pelayanan di desa-desa, tapi juga untuk meningkatkan mutu pelayanan kesejahteraan ibu di desa. Bidang ini hingga tahun ke tiga akan dibantu secara penuh dalam proyek inpres, tapi masyarakat diminta segera membuat bidang itu sebagai bagian dari masyarakat desanya untuk membangun desa dan masyarakat desa.

Selasa, (22/12) ini BKKBN dan Meneg UPW akan memberikan penghargaan dan penghargaan itu akan diserahkan oleh Presiden Soeharto kepada juara gerakan bina keluarga balita, yakni ibu-ibu yang mempunyai kemampuan tinggi untuk membina anak balitanya sendiri.

Sumber:  SUARA KARYA(22/12/1992)

_____________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 479-481.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.