ROEDER, PENULIS BIOGRAFI PRESIDEN SOEHARTO ‘LIBUR’ DI JAKARTA

ROEDER, PENULIS BIOGRAFI PRESIDEN SOEHARTO ‘LIBUR’ DI JAKARTA

Jakarta, Prioritas

Penulis riwayat hidup Presiden Soeharto, Dr Rolf OG Roeder, 75, dan isteri, Kamis 2 April mengakhiri masa libur mereka di Indonesia. Setelah tinggal selama kurang lebih tiga minggu, mengunjungi banyak tempat yang dianggapnya menarik untuk dilihat, Rolf Roeder dan isteri Kamis petang terbang ke Jerman Barat dan menurut rencana akan kembali lagi ke sini, sekitar bulan Juli.

Sebetulnya Dr Rolf Roeder, sekalipun seorang warga negara asing tetapi Indonesia telah menjadi tanah airnya yang kedua. Ia sudah berperilaku seperti orang Indonesia, dan juga fasih berbahasa Indonesia.

Semenjak menulis biografi Presiden Soeharto, The Smiling General, President Soeharto of Indonesia pada tahun 1969, sudah tak terhitung lagi berapa kali ia mondar­mandir Muenchen-Jakarta.

Perjalanan yang memakan waktu sekitar 22 jam untuk sekali jalan dengan pesawat terbang dari kotanya ke Jakarta, tak menjadi penghambat bagi usianya yang mulai berangsur senja.

Hanya saja, sekalipun Roeder sangat sering mondar-mandir Muenchen-Jakarta, kedatangannya tak banyak mengundang banyak perhatian banyak orang. Bahkan banyak yang beranggapan setelah Rolf Roeder merampungkan bukunya tentang Presiden Soeharto, ia telah kehilangan kontak dengan Jakarta.

Masyarakat Indonesia yang tinggal di Jerman Barat sendiri banyak yang tak mengetahui kalau Rolf Roeder sering datang ke Indonesia. Tapi boleh jadi karena ia sengaja menyembunyikan kedatangannya di sini.

Siapapun tabu, sebagai orang yang telah memperoleh kepercayaan untuk menulis biografi Kepala Negara RI Rolf Roeder otomatis menjadi orang asing yang paling banyak mengetahui tentang Presiden Soeharto.

Dialah satu-satunya orang biasa yang memperoleh kesempatan berbicara dengan Presiden Soeharto tentang apa saja­karena informasi-informasi seperti itu sangat mendukung dan diperlukan bagi lengkapnya penggambaran biografi.

Atas dasar ini, bukan tak mungkin banyak yang ingin membuka kontak dengan Roeder tetapi sudah barang tentu ia tahu kapan dan dengan siapa ia boleh dekat berbicara.

Bisa juga kehadirannya yang begitu sering di Indonesia tidak diketahui oleh banyak orang, hanya karena mereka tidak mengenal mukanya secara persis.

Roeder memang dalam penampilannya tidak mengesankan sebagai seorang penulis, wartawan yang mampu menyusun sebuah biografi dari Presiden dari satu negara yang demikian besar dan luas seperti Indonesia.

Banyak penulis kenamaan, setelah berhasil merampungkan sebuah buku, dengan cepat menjadi tua dan kalau ia laki-laki kepalanya tiba-tiba saja mulai kehilangan rambut.

Kampanye

Baru kali ini, kedatangan Roeder biarpun dikatakan sebagai perjalanan seorang turis dengan segera mengundang perhatian. Ini terjadi karena entah disengaja atau tidak, Roeder turut menghadiri kampanye Golkar dan menyertai Mensesneg Sudharmono yang juga Ketua Umum DPP Golkar dalam perjalanan kampanye putaran pertama dan kedua.

Cukup menarik perhatian penampilannya, lebih-lebih karena Rolf Roeder ikut naik panggung satu panggung dengan Ketua Umum DPP Golkar, sambil mengacungkan dua jarinya sebagai simbol nomor Golkar. Dan setiap kali Sudharmono berkampanye, Dr. Rolf Roeder, ikut diperkenalkan bersama fungsionaris Golkar yang menyertai Sudharmono.

Dia diperkenalkan kepada massa Golkar di Bitung, Kota mobago dan Tondano, Sulawesi Utara, Roeder, kelihatannya cukup siap untuk dipromosikan oleh Golkar. Ia intim dengan Sudharmono. Akan tetapi, Roeder tetap mengelak untuk berbicara lebih jauh baik tentang Pemilu maupun mengenai Indonesia.

Rolf Roeder, dan isteri selama di Jakarta menginap di kamar 675 Hotel Indonesia. Mereka disertai oleh seorang asisten laki-laki. Ketika dihubungi Prioritas, Rolf Roeder dengan segera menyatakan bersedia menerima. Tetapi kondisi yang ditawarkannya, tidak ada wawancara.

“Kalau anda datang hanya sekedar ambil foto, saya bersedia. Jadi hams jelas dulu, anda tidak akan mewawancarai saya,” kata Rolf Roeder di pesawat telepon.

Dalam pembicaraan lewat telepon itu, sepintas tergambar Rolf Roeder seorang kakek yang sangat kaku. Tetapi begitu bertemu, semua kesan dan gambaran itu, sirna. Roeder menjelaskan alasannya untuk tidak bersedia diwawancarai, karena ia memang tak siap untuk berbicara dengan wartawan.

Dengan modal dan pengalaman wartawan Roeder tabu betul tentang sifat-sifat dan keinginan wartawan. Jadi akhirnya ia pun bersedia “melepas” beberapa keterangan.

Misalnya tentang kesempatannya bertemu dengan Presiden Soeharto. Cuma ia tidak mengungkapkan bagaimana isi pembicaraan mereka begitu pula kapan peristiwa tersebut terjadi.

“Yang pasti saya datang tidak untuk menulis tentang Pak Harto,” katanya sambil tersenyum.

Ini tidak berarti, Roeder sudah berhenti menulis. Buku yang tengah disiapkannya sekarang adalah mengenai Kehidupan dan Suasana di Indonesia. Rinciannya tak pula disebutkannya.

“Maaf saya belum bisa dan tidak bisa saya ceritakan biar sedikit tentang isi buku itu. Yang penting buku itu tentang Indonesia,” ujarnya.

Oleh sebab itu, sekalipun Roeder menjelaskan kedatangannya ke sini dalam rangka liburan dia antara lain pergi ke Bali namun, bukan tak mungkin liburan tersebut sebagai satu cara untuk menemukan bahan-bahan tulisan.

Ada pengamat yang melihat, cara Roeder dalam menyeleksi figur-figur yang hendak dia orbitkan, cukup jeli dan tajam.

Tulisannya tentang Presiden Soeharto, dengan judul The Smiling General membuktikan hal tersebut. Banyak orang yang mengenal Soeharto sebagai Presiden dan sebagai seorang pensiunan jenderal. Banyak orang yang telah melihat gambar­ gambar dan film Presiden Soeharto yang banyak senyum.

Tetapi tidak semua orang bisa mendefinisikan pribadi tersebut secara tepat dalam sebuah biografi. Banyak pengamat di luar negeri yang terus terbuai dengan penampilan Presiden pertama RI, Ir.Soekarno, almarhum.

Begitu Rolf Roeder menulis Presiden RI kedua, Soeharto, sekalipun lamban tetapi pada akhirnya pengamat-pengamat itu mulai memberikan perhatian terhadap pak Harto.

“Dia nampaknya masih merupakan orang yang belum dikenal dan misterius seorang Presiden yang secara luas belum dikenal dari suatu negara besar yang terletak di persimpangan jalan Samudera Indonesia dan Pasifik.

Hampir-hampir ia tak diperhatikan oleh kebanyakan penulis-penulis politik Barat dan oleh beberapa dari Timur juga. Ia kelihatannya tidak masuk dalam kategori akademis mereka, “tulis Rolf Roeder di bagian awal bukunya tentang Soeharto pada 18 tahun yang silam.

Kini Rolf Roeder memberi perhatian khusus pada kegiatan Mensesneg/Ketua Umum DPP Golkar Sudharmono SH, terutama selama kampanye Pemilu 1987. Ada yang mengatakan, Rolf Roeder, sebagai penulis, sebagai wartawan kawakan memiliki indera keenam.

Penciuman indera keenamnya yang tajam inilah yang membawa perhitungannya 18 tahun lalu tidak meleset memilih siapa yang pantas difigurkan. (Derek Manangka)

Sumber: PRIORITAS (03/04/1987)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 772-775

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.