SAMBUTAN PRESIDEN PADA PEMBUKAAN MUKTAMAR I MAJELIS DAKWAH ISLAMIYAH KELUARGA BESAR GOLONGAN KARYA
Pengantar:
Mengingat pentingnya isi sambutan Presiden Soeharto pada upacara pembukaan Muktamar I Majelis Dakwah Islamiyah Keluarga Besar Golongan Karya yang dilangsungkan tanggal 13 Agustus 1979 di Jakarta, maka hari ini Suara karya memuat sambutan tersebut selengkapnya. Mudah2an dengan demikian lebih tersebar luas dan daripadanya dapat diperoleh manfaat.
Redaksi
Assalamu ‘alaikum wr. wb;
Saudara-saudara;
Pertama-tama saya sampaikan ucapan Selamat kepada segenap anggota Majelis Dakwah Islamiyah Keluarga Besar Golongan Karya atas berlangsungnya muktamar yang pertama sekarang ini.
Saya menyambut gembira dan sekaligus mengharapkan muktamar ini berlangsung dengan baik, dan berakhir dengan sukses. Adalah harapan saya danjuga harapan kita semua agar Majelis Dakwah Islamiyah ini dapat lebih memantapkan kehadirannya ditengah-tengah masyarakat kita, dan dapat memberikan angin segar bagi kegiatan dakwah Islamiyah khususnya dan kehidupan umat beragama umumnya.
Bangsa kita adalah bangsa yang religius, yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sudah barang tentu kita nilai sebagai suatu hal yang sangat positif. Ia merupakan modal rokhaniah yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan bangsa kita yang sedang membangun, yang berjoang dengan segala daya mewujudkan Masyarakat Pancasila. Ia perlu kita pelihara dan kita kembangkan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu dalam membangun bangsa, kita sama sekali tidak ingin mengabaikan segi-segi keagamaan masyarakat kita. Bahkan pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan national kita.
Saya yakin, justru karena kesadaran akan pentingnya agama dalam kehidupan dan pembangunan bangsa kita, maka Golongan Karya yang sebagian besar adalah muslim membentuk dan membina Majelis Dakwah Islamiyah ini.
Hal ini perlu kita sadari bersama baik oleh warga Majelis Dakwah Islamiyah sendiri maupun oleh Keluarga Besar Golongan Karya secara keseluruhan.
Dalam pada itu saya mengajak agar masyarakat dalam hal ini umat beragama sendiri untuk lebih banyak berperan dalam pembangunan bidang agama ini. Sebab bagaimanapun besarnya perhatian pemerintah namun kemampuannya sangat terbatas.
Yang lebih penting lagi adalah mengusahakan agar pembangunan bidang kehidupan agama dalam masyarakat itu dapat diarahkan sejauh mungkin dilakukan dengan semangat swakarya dan swadaya umat beragama sendiri. Dengan demikian, maka campur tangan dan keterlibatan pemerintah dalam pembinaan kehidupan beragama tidak banyak diperlukan.
Suatu kenyataan yang hidup dalam masyarakat kita ialah bahwa umat Islam Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk pembangunan bangsa kita. Potensi itu hendaknya kita salurkan setepat-tepatnya agar menjadi kekuatan positif dalam usaha-usaha kita memajukan bangsa dan negara.
Salah satu usaha yang perlu dilakukan adalah menghilangkan kalau-masih ada sisa-sisa pemikiran yang mempertentangkan agama dan Pancasila, yang memperlawankan kepentingan umat Islam dan kepentingan nasional. Umat Islam Indonesia adalah bangsa Indonesia. Akan tetapi tentu saja perlu disadari pula bahwa bangsa Indonesia bukan dengan sendirinya urnat Islam Indonesia.
Pemikiran yang mempertentangkan antara agama dengan Pancasila, serta memperlawankan antara kepentingan urnat Islam dengan kepentingan nasional, jelas tidak menguntungkan bangsa kita dan umat Islam sendiri. Bahkan sangat berbahaya. Berbahaya bagi kesatuan bangsa kita, berbahaya bagi masa depan bangsa kita.
Saya mengharapkan Majelis Dakwah Islamiyah dapat berperan untuk menghilangkan sisasisa pemikiran itu. Lebih-lebih karena Majelis Dakwah Islamiyah adalah anggota Keluarga Besar Golongan Karya, yang nyata-nyata asas dan dasar perjoangannya adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Tentu saja hal ini memerlukan kesabaran dan kearifan Saudara-saudara sendiri.
Pertama sekali, sayarasa, Majelis Dakwah Islamiyah sendiri-walaupun termasuk dalam KeluargaBesar Golongan Karya-jangan sampai memencilkan diri atau menutup diri dari kehidupan dan pergaulan umat Islam Indonesia khususnya dan dari bangsa Indonesia secara keseluruhan pada umumnya. Kalau Majelis Dakwah Islamiyah sendiri sudah menutup diri, maka sudah bisa diduga bahwa usaha menghilangkan sisa-sisa pemikiran yang berbahaya seperti saya singgung tadi, tidak akan berhasil.
Hal kedua yang ingin sayatekankan ialah agar dalam kegiatannya Majelis Dakwah Islamiyah benar-benar menangani dan menggarap kegiatan dakwah. Majelis Dakwah Islamiyah adalah organisasi dakwah dan bukan organisasi politik. Pemusatan pemikiran dan penanganan pada kegiatan-kegiatan dakwah justru akan lebih memantapkan kehadiran Majelis Dakwah Islamiyah di tengah-tengah masyarakat kita yang religius ini.
Hal lain yang ingin saya kemukakan dalam kesempatan ini ialah agar dalam melaksanakan kegiatan dakwah, Majelis Dakwah Islamiyah mampu memadukan antara usaha meningkatkan kehidupan agama dan usaha membangun masyarakat. Dalam hal iniada beberapa hal yang saya rasa penting untuk dipikirkan oleh Saudarasaudara.
Pada saat ini bangsa kita sedang terlihat dalam usaha yang sangat penting, yakni pemasyarakatan dan pembudayaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dengan tidak bermaksud mengurangi makna dan tujuan dakwah itu sendiri, saya rasa usaha memasyarakatkan dan membudayakan nilai-nilai agama dapat sekaligus dikaitkan dengan usaha memasyarakatkan dan membudayakan nilai-nilai Pancasila.
Sebab bagaimanapun juga kerangka masyarakat yang ingin kita wujudkan sudah jelas, yakni masyarakat Pancasila. Dalam hubungan ini Majelis Dakwah Islamiyah perlu membina para da’inya untuk memahami Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebaik-baiknya. Bahkan bukan hanya itu, juga Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara perlu dimengerti dan dipahami.
Dengan memahami konsepsi-konsepsi dasar nasional kita itu maka mereka di samping berusaha membina umat agar menjadi insan beragama yang baik juga berusaha membina umat agar menjadi insan Pancasila yang baik. Dengan demikian Majelis Dakwah Islamiyah akan berhasil membina umatlslam menjadi seorang muslim bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Sebagai sasaran dakwah, masyarakatkita masih mengalami berbagai ketinggalan dan kekurangan. Oleh karena itu, di samping berusaha meningkatkan keimanan, ketakwaan dan budi luhurumat, dakwahpun dapat membantu mereka, terutama yang mengalami berbagai penderitaan, agar tidak terlantar.
Dengan perkataan lain usahausaha dakwah perlu dipadukan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat pelayanan sosial seperti bantuan dan bahkan perawatan terhadap orang-orang tua yang sudah jompo dan anak-anak yatim.
Selain itu satu unsur masyarakat yang perlu beroleh perhatian dari Saudarasaudara ialah anak-anak dan remaja. Mereka adalah pelanjut perjoangan kita. Usahakan pembinaan yang sebaik-baiknya agar mereka menjadi penganut agama yang tulus dan mempunyai wawasan yang luas. Hal ini perlu kita tangani sebab kebanyakan pertentangan dalam hal agama bukan disebabkan oleh ajaran dan anjuran agama akan tetapi oleh kesempitan pandangan para penganut agama itu sendiri.
Dalam hubungan pembinaan anak-anak dan remaja, saya rasa dalam kegiatan dakwah perlu juga memanfaatkan potensi-potensi seni dan budaya agar di samping pembinaan ke arah terbentuknya insan beriman, takwa, dan berbudi-luhur mereka juga mempunyai kehalusan perasaan.
Saudara-saudara;
Tentu masih banyak lagi hal-hal yang perlu dibicarakan demi kemantapan kehadiran Majelis Dakwah Islamiyah dalam kehidupan masyarakat kita. Yang paling penting adalah agar Majelis Dakwah Islamiyah benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kita yang sedang membangun lahir bathinnya ini.
Demikianlah beberapa hal yang ingin saya kemukakan. Sekali lagi saya harapkan semoga Muktamar ini sukses.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati segala usaha kita. Sekian dan terima kasih.
Jakarta, 13Agustus 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber: SUARA KARYA (15/08/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 403-406.