SARAN2 UNTUK PENJEMPURNAAN Bagian (1)

SARAN2 UNTUK PENJEMPURNAAN Bagian (1)

Hasil Karya Panitya Ad Hoc III MPRS Ttg. Pendjelasan Pelengkap UUD 1945

Oleh:Widya [1]

Djakarta, Angkatan Bersendjata

As new discoveries are made new truths disclosed and opinions change with the change of circumstances, institutions must change also and keep pace with the times.

JEFFERSON

WERE, wient ere toekomi. Hormatilah mereka jang berhak mendapat penghormatan.

Sudah wadjar, kalau kita menjatakan penghargaan dan penghormatan kita kepada PANITYA AD-HOC III MPRS jang telah menjelesaikan tugasnja dengan sungguh2. Dengan tjara kerdja jang sistematis, pembahasan jang mendalam dan perumusan jang dipertimbangkan masak2 serta rampung dalam djangka waktu jang direntjanakan.

Suatu tata pemikian dan tata kerdja Orde Baru jang pantas buat suri toladan.

Berhubung dengan itu sangatlah sulit untuk memenuhi seruan Pimpinan MPRS. Menelaah, menemukan kesalahan2 atau kekurangan2, kemudian memberikan saran2 guna perbaikan dan penjempurnaan hasil karya PANITYA tsb.

Selain dari pada itu kita sedikit menggigil, kalau melihat betapa rumit dan berliku2nja istilah2 dan bahasa hukum. Kita ingat kepada edjekan masam dari ERASMUS dalam bukunja jang berdjudul MORIAE ENCOMIUM (=Lof der Zotheld, pudjaan dari kesintingan), jang bunjinja sbb. :

Laus Stultitae, Bagian LL : “Dengan terus menerus menggulingkan batu sisyphus dan merumuskan seribu undang2 tak perduli tentang apa sadja, dengan menumpuk pendjelasan demi pendjelasan, tanggapan demi tanggapan, maka mereka membuat usaha untuk mempeladjari kedjuruan hukum ini mendjadi soal jang paling sulit”.

Ja, materi hukum, undang2 adalah sulit rumit. Kadang2 seperti air mendidih membakar sentimen. Bukankah penulis VON KIRCHMAN, seorang jurist dari praktek, jg pada tahun 1848 membuat geger para sardjana hukum dengan mengeluarkan buku berdjudul : “Die Werthlosigkeit der Jurisprudenz als Wissenschaft”? Dalam buku itu ia antara lain menjatakan : “Alangkah banjaknja djumlah undang2, tetapi berapa banjaknja kekurangan 1 dlm undang2. Alangkah besarnja pasokan pegawai2 negeri, tetapi betapa lambatnja prosedure penjelesaian perkara2. Alangkah djajanja kekuasaan studi dan kesardjanaan, tetapi betapa tidak pastinja dan terombang-ambingnja dalam teori dan praktek.

Betapapun djuga sulitnja mendjagdjagi hasil karya PANITYA, namun kita wadjib menanggapinja. Tanda perhatian dan tanda penghargaan.

Hasil karya PANITYA tidak bisa sempurna. Setiap perbuatan pasti ada kepintjangannja. Ini memang sifat perbuatan itu sendiri menurut chodrat alam ini diterangkan dengan tegas oleh ARISTOTELES jang memiliki kemahiran luar biasa untuk mengupas sesuatu dengan tadjam, ketika ia menjinggung undang2 pada umumnja. Ia berkata demikian:

“Undang2 selalu ditudjukan, dan harus begitu, kepada jang umum. Padahal beberapa hal tidak bisa dibitjarakan setjara umum dengan tepat dan se-sempurna2 nja. Mengenai materi jang harus dibitjarakan setjara umum, tetapi tidak mungkin ini dilakukan dengan semurni2nja dan setepat2nja, maka undang2 merumuskan sari dari pada hal2 jang paling banjak terdjadi setjara umum, dengan kesadaran, bahwa dengan tjara demikian pasti dibuat kesalahan2. Kepintjangan tidak terletak didalam undang2nja, pun tidak pada si pembikin undang2, tetapi didalam chodrat alam sendiri. Memang demikian sifat perbuatan”.

Demikian ARISTOTELES. Tidak ada pekerdjaan jg sempurna. Keseniannja ialah menemukan tempat2 ketidaksempurnaan itu.

Setelah meneliti dengan seksama sedjarah lahirnja UUD 1945, PANITYA mengambil kesimpulan2 antara lain sbb. :

  1. bahwa UUD 1945 merupakan sinkronisasi sistim dan ide perundang2an negeri2 Belanda, Amerika Serikat, Perantjis, Djerman dan Uni Sovyet dengan terutama mengindahkan pandangan hidup Bangsa Indonesia, jang tata masjarakatnja berdasarkan bukan individualisme atau kolektivitisme, melainkan kekeluargaan;
  2. bahwa UUD 1945 disusun dalam situasi genting dan dalam waktu singkat;
  3. bahwa kepribadian Bangsa Indonesia belum tertjipta sepenuhnja dalam UUD 1945 (bahwa spirit jang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 belum dapat dirumuskan setjara pasti dalam batang tubuh UUD 1945);
  4. bahwa ada kemungkinan untuk kelak kemudian hari mengadakan perobahan atau mengganti sama sekali dengan jang baru UUD itu sesuai dengan perkembangan masjarakat dan negara Indonesia;
  5. bahwa untuk melaksanakan UUD 1945 setjara murni konsekwen, terlebih dahulu harus ada pengertian jang mendalam dan tafsiran jang benar tentang Pantjasila, dasar falsafah Negara, dan sistim Pemerintahan jang dikehendaki oleh Pantjasila dan UUD 1945.

Demikianlah antara lain kesimpulan2 PANITYA. Pada hemat kita antara kesimpulan nomor 3 dan kesimpulan nomor 5 terdapat kontradiksi.

Kesimpulan nomor 3 menundjukkan, bahwa UUD 1945 tidak (belum) sempurna, artinja tidak (belum) murni. Kita bertanja, bagaimanakah UUD 1945 jang tidak (belum) murni bisa dilaksanakan, setjara murni, seperti dimaksud dalam kesimpulan nomor 5.

Bukankah hanja hal jang sempurna atau murni sadja jang bisa dilaksanakan dengan sempurna atau murni? Djadi bukankah UUD 1945 harus disempumakan atau dimurnikan lebih dahulu, agar ia kemudian bisa dilaksanakan dengan sempurna atau murni?

Kesimpulan nomor 5 mengandung gagasan, bahwa UUD 1945 sudah sempurna sudah murni.

Djadi kesimpulan2 nomor 3 dan nomor 5 bersama2 menjatakan bahwa UUD 1945 itu sekaligus murni dan tidak murni.

Sekaligus sempurna dan tidak sempurna. Sekaligus benar dan tidak benar Ini bertentangan dengan “principium contradictionis” dari Logika, bahwa dua pendapat jang kontradiktoris tidak bisa sekaligus benar.

Kalau jg satu benar pasti jang lain tidak benar. Djuga berlawanan dengan “principium exc1usitertil”, bahwa setiap pendapat adalah atau benar atau tidak benar.

Disamping benar dan tidak benar tidak ada jang ketiga. Orang kampung jang tak mengerti klenikan ilmu logika akan bilang blak2an : “ini plin plan”.

Untuk menghindari kontradiksi atau plin-plan ini, kita bertanja apakah kiranja tidak lebih tepat, kalau kita menuruti djalan pikiran sbb:

  1. Jang murni, tetap dan terus menerus ialah spirit atau ide jang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, jakni Pantjasila, dasar falsafah Negara jang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia.
  2. UUD 1945 sebagai wadah dari spirit tadi karena bisa rusak atau usang disebabkan oleh pengaruh badai2 djaman, perlu senantiasa diperbaiki dan diperbaharui, agar wadah itu tetap ”up-to-date” selaras dengan kemurnian spirit.
  3. UUD 1945 jang demikian itu harus dilaksanakan setjara konsekwen, agar tidak membunuh kemurnian spirit jang hidup berkobar menjala2.
  4. UUD 1945 jang demikian itu harus dilaksanakan setjara konsekwen, agar tidak membunuh kemurnian spirit jang hidup berkobar menjala2.

Apabila djalan pikiran ini dibenarkan, maka diktum pertama dari Keputusan Pimpinan MPRS No. A3/1/22/MPRS/1966 tentang pembentukan PANITYA Ad-Hoc III harus dibatja dan diartikan sesuai dengan djalan pikiran itu.

Dengan demikian gamblanglah persoalan tentang murni dan konsekwen dan tidak akan terdengar lagi suara simpang-siuran. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (06/07/1967)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 541-544.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.