SARAN2 UTK, PENJEMPURANAAN: HASIL KARYA PANTYA AD-HOC II MPRS T’TANG PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTAR LEMBAGA2 NEGARA

SARAN2 UTK, PENJEMPURANAAN: HASIL KARYA PANTYA AD-HOC II MPRS T’TANG PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTAR LEMBAGA2 NEGARA [1]

Oleh Widya

Djakarta, Angkatan Bersendjata

Suatu prinsip dari semua matjam bentuk negara ialah diadakan aturan sedemikian rupa, sehingga tidak ada penjabat jang mendapatkan kekuasaan jang tak seimbang, jang paling utama dari tiap2 untuk negara ialah bahwa oleh undang-undang dan oleh susunan tata negara diatur sedemikian rupa, sehingga pendjabat2 negara tak mungkin memperkaja diri.

DJUGA Panitya ad-hoc II MPRS seperti Panitya2 ad-hoc III dan IV telah menjediakan suatu karya jang menjusun bagan pembagian kekuasaan antar Lembaga Negara menurut sistim.

Mengenai hasil karya ini kenankanlah kita mengatakan beberapa tjatatan sedikit.

Pertama2 didalam PENDAHULUAN.

Dinjatakan, bahwa semangat kekeluargaan mendjiwai falsafah Pantjasila.

Walaupun setjara terpentjar dibeberapa kalimat bisa diberi aba2 apa hubungan Pantjasila dengan semangat kekeluargaan dalam arti kehidupan rumah tangga sehari2, namun pada hemat kita, masih terasa perlu adanja penguraian rumah tangga sehari2 namun dimaksud dengan semangat kekeluargaan itu, Panitya menimbulkan kesan, se-olah2 suatu jang tidak perlu pendjelasan lagi.

Kesan ini terdapat djuga pada Panitya III jang dalam PRAKATA-nja mengatakan, bahwa “tata masjarakat Indonesia berdasarkan bukan individualisme atau collectivisme, melainkan kekeluargaan”. Stop, tanpa pendjelasan lebih landjut apa tjiri2 dati individualisme, dari collectivisme, jang djauh berbeda dari pada tjiri2 kekeluargaan. Pantjasila. Bagi edukasi massa rakjat uraian jg gamblang mengenai hal ini sangat perlu.

Setengah orang berpendapat, bahwa tjiri2 chas dari semangat kekeluargaan ialah: bekerdja sama, gotong rojong, kerukunan nasional, solidaritas, toleransi, kasih sajang, musjawarah untuk mufakat, persaudaraan, jang ditjerminkan dalam masing2 sila dari Pantjasila.

Golongan lain menitik beratkan semangat kekeluargaan pada iman terhadap Tuhan JME dan amal kepada orang banjak, jaitu keluarga, masjarakat, negara.

Semangat itu tertjermin djelas dalam Pantiasila. Setiap individu adalah bagian dari keluarga masjrakat, negara. Kepentingan keluarga, masjarakat, negara lebih diutamakan dari kepentingan individu.

Memang, banjak tafsiran dan banjak rumusan tentang sifat kekeluargaan. CONFUCIUS dikatakan telah memberi dasar filsafah pada sistim kekeluargaan sebagai dasar dari semua kehidupan sosial dan politk.

la meletakkan titik berat jang luar biasa pada hubungan antar suami dan istri sebagai landasan dari semua hubungan antarmanusia, pada kebaktian terhadap orang tua, kundjungan tuntunan kepada kuburan leluhur, dan pemudisan leluhur.

Menurut konsepsi CONFUCIUS tjita2 terachir dari Pemerintahan ialah: “Orang2 jang berusia harus dibikin hidup dalam perdamaian dan keamanan Orang2 muda harus beladjar mentjintai dan setia. Didalam kamar tidak boleh ada laki2 budjangan” CONFUCIUS menghendaki Pemerintahan jang damai dan stabil berdasarkan hati manusia.

Menurut beberapa sardjana modern nilai kekeluargaan terteletak pada kemerdekaan, persamaan, partisipasi didalam pengambilan keputusan dan perkembangan kepribadian.

Bolehkah dikatakan,bahwa bagi bangsa Indonesia Pantjasila itu menifestasi dari pada semangat kekeluargaan didalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan kebudajaan, jang berpangkal pada kehidupan jang rukun, tjinta dan bahagian antar anggauta2 keluarga? Atau jang berpangkal pada Iman kepada Tuhan JME dan beramal kepada orang banjak?

Jang pasti ialah, bahwa didalam konsepsi kekeluargaan bangsa Indonesia tidak ada seorang bapak jang main diktator, jang mengedjar nafsunja untuk berkuasa sendiri untuk menang sendiri dan mengekaploatir.

Menjikau atau mendjual anak2nja. Didalam konsepsi kekeluragaan bangsa Indonesia tidak ada tempat bagi seorang warga jang lebih mementingkan pribadinja dari pada keseluruhan keluarganja.

Djustru didjaman sekarang ini, dimana nampak gedjala2 adanja kerenggangan didalam sistim kekeluargaan, karena lunturnja kewibawaan orang tua terhadap anak, maka arti semangat kekeluargaan harus lebih dikemukakan.

Bagaimana Pantjasila bisa dilaksanakan dengan baik apabila djiwanja, jakni semangat kekeluargaan retak dan tidak sehat?

Sekian tentang semangat kekeluargaan. Selandjutnja ada “vicieusecirkel” ketjil atau benang ruwet jg perlu dipotong. Didalam kalimat pertama dari PENDAHULUAN dinjatakan bahwa semangat kekeluargaan jang dinamis dan positip, didjiwai oleh Ketuhanan JME.

Sedangkan dikalimat lain diterangkan, bhw, semangat kekeluargaan, mendjiwai Pantjasila (Tjatatan: termasuk, Sila Ketuhanan JME). Benang ruwetnja begini: “semangat kekeluargaan didjiwai oleh Tuhan JME dan Tuhan JME didjiwai oleh semangat kekeluargaan.

Untuk memotong benang ruwet ini disarankan supaja kalimat pertama dalam PENDAHULUAN jang berbunji:

1. Falsafah Pantjasila jang mendasari Pembukaan UUD 1945 mentjerminkan semangat kekeluargaan jang dinamis dan positip jang didjiwai oleh Ketuhanan JME” diperpendek sehingga berbunji: “Falsafah Pantjasila jang mendasari Pembukaan UUD 1945 mentjerminkan semangat kekeluargaan jang dinamis dan positip”

Sekian tentang PENDAHULUAN dan WAKIL PRESIDEN.

Wakil Presiden adalah pembantu Presiden jang dipilih oleh MPR Berlainan dengan Menteri jaitu pembantu Presiden jang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Dalam mengangkat dan memberhentikan Menteri Presiden harus memperhatikan sungguh2 suara DPR . Timbul pertanjaan apakah sebaliknja MPR dalam memilih Wakil Presiden harus djuga memperhatikan sungguh2 suara Presiden Pertanjaan ini belum terdjawab oleh Panitya Pertanjaan ini wadjar, sebab andaikata MPR memilih seorang Wakil Presiden jang karakter dan ambisi sudah mempunjai antisipasi terhadap Presiden atau sebaliknja Presiden mempunjai antipati terhadapnja pasti team work antara dua pendjabat tersebut tak akan tertjapai. Dalam hal jang demikian ini salah satu diantara dua pendjabat tersebut harus meletakkan djabatannja setjara suka rela. Like dan dislike memainkan peranan utama dalam perkembangan sedjarah. Oleh karena itu dalam penjusunan suatu teamwork kita harus memperhatikan hal itu.

Mengenai PERTANGGUNGAN DJAWAB PRESIDEN

Presiden bertanggung djawab kepada MPR. Artinja MPR sebagai badan keseluruhan. Presiden tidak bertanggung djawab kepada bagian2 dari MPR atau sebagian daripada anggota2 MPR. Dalil ini harus kita pegang teguh setjara konsekwen.

Djadi kalau dikatakan : “bahwa pada hakekatnja Presiden bertanggung djawab kepada DPR dalam rangka partnership (lihat bab: A. Hubungan antara DPR-Presiden dan bab: B. Hubungan antara DPR-Menteri2);”

maka kalimat sematjam ini hanja mengaburkan makna dalil tersebut diatas sadja. Sebab pada hakekatnja atau dalam wudjudnja, apada prinsipnja atau dalam pelaksanaannja, soalnja sama, jaitu: bertanggung djawab. Karena itu lebih baik dihapuskan sadja.

Kalimat jang berbunji : “Oleh karena anggota2 DPR semuanja merangkap mendjadi anggota MPR, maka DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan2 Presiden dst.” (lihat bab A Hubungan antara DPR -Presiden) tidak begitu logis. Lebih logis ialah bunji kalimat dalam bab 2 Hubungan antara MPR-DPR: “Oleh karena anggota DPR seluruhnja merangkap sebagai anggota MPR maka MPR MENGGUNAKAN DPR SEBAGAI TANGAN KANANNJA dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan garis2 besar haluan Negara, seperti jang ditetapkan oleh MPR.”

DPR mengawasi Presiden, bukan karena anggota2nja adalah merangkap anggota2 MPR, melainkan karena MPR memberi mandat kepada DPR. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (13/07/1967)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 549-552.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.