SARWONO PRIHATINKAN VONIS BAGI PERUSAK LINGKUNGAN

SARWONO PRIHATINKAN VONIS BAGI PERUSAK LINGKUNGAN[1]

 

Jakarta, Antara

Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja merasa prihatin terhadap vonis berbagai kasus perusak lingkungan karena  para terdakwa hanya mendapat hukuman yang amat ringan bahkan dibebaskan.

“Entah bagaimana ceritanya, setelah para petugas keamanan bersusah payah melakukan penangkapan, ternyata para pelanggar itu hanya dihukum ringan, bahkan dilepaskan,” kata Sarwono kepada pers setelah menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha, Senin.

Sarwono mengatakan, ketentuan menyebutkan ancaman bagi perusak lingkungan maksimum hukuman penjara sepuluh tahun dan denda Rp lOO juta. Tapi saya belum pernah melihat “pembom-pembom” ikan dihukum, sedang para peracun ikan ada yang memang sudah dihukum, katanya. Ia mengatakan akan mendekati para hakim anggota Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) untuk tidak hanya memperhatikan hukum positif yang berlaku tapi juga perkembangan pesat yang teijadi dalam masyarakat.

“Kita harus melakukan upaya khusus,” kata Sarwono yang mengatakan pihaknya belurn ingin mendekati Depkeh atau MA karena hakirn tidak boleh dipengaruhi siapa pun.

Keprihatinan Sarwono tentang putusan pengadilan itu muncul dengan memperhatikan hasil studi LIPI tentang terumbu karang bahwa hanya tujuh persen yang kondisinya baik. Yang lumayan 36 persen dan sisanya rusak berat bahkan hancur.

“Kerusakan terumbu karang sudah sangat parah,” kata Sarwono ketika menggambarkan rusaknya ternpat berlindung ikan dan binatang-binatang !aut lainnya. “Saya yakin para perusak lingkungan itu, terutama orang-orang yang membom ikan, bukanlah orang-orang yang tidak memahami arti pentingnya pelestarian laut

sebagai sumber daya alam,” kata mantan Sekjen DPP Golkar ini. Ia mengatakan pula kerusakan terjadi pada sebagian besar dari jutaan ha hutan bakau yang juga menjadi tempat tinggal ikan.

Lembaga Ecolabelling

Sarwono mengatakan, dengan Presiden telah dibahas tentang perlu diperluasnya bidang keija lembaga ecolabelling yang dipimpin Prof Emil  Salim, mantan Menteri Negara  KLH. Ia mengatakan, lembaga ini sampai sekarang masih memusatkan perhatian kepada bidang perkayuan. Padahal ruang lingkup kerja mereka perlu diperluas agar barang- barang Indonesia tetap bisa bersaing di dunia. Berdasarkan ketentuan ecolabelling itu, setiap barang yang dijual ke pasar harus ditandai bahwa bahan bakunya telah dibuat dengan memper hatikan masalah lingkungan. Di luar negeri, lembaga ecolabelling juga bertanggungjawab terhadap pemberian sertifikat terhadap berbagai produk seperti kertas tisu, lemari es hingga mesin cuci. Ia mencontohkan sabun deteijen di luar negeri harus “ramah” terhadap lingkungan, sehingga mudah dihancurkan. Sementara itu, lemari es jika sudah dibuang, komponennya harus bisa dihancurkan secara mudah. Sarwono mengatakan, jika hanya sedikit barang Indonesia yang memiliki sertifikat ecolabelling, maka para pengusaha Indonesia akan sulit bersaing dengan saingan mereka di luar negeri.

“Jangan-jangan kita hanya akan menjadi pedagang kaki lima internasional, “katanya.

Karena itu, ia mengimbau para pengusaha untuk memperhatikan setiap permintaan luar negeri, khususnya jika menerima daftar pertanyaan/kuesioner. Ia menyebutkan, baru- baru ini 60 pengusaha tekstil menerima kuesioner.

“Namun, hanya 16 yang memberi jawaban dan diantara mereka itu hanya tiga yang minta bantuan Bappedal,”demikian Meneg Sarwono. (U-EU.02/B/DN.Ol/B/RB1! 1!08/9415:49)

Sumber: ANTARA(Ol /08/1994)

_____________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 582-584.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.