SEKITAR GUGATAN JANG DIADJUKAN SEORANG EX TAHANAN GESTAPU/PKI
. Di-tengah2 Proses Pemeriksaan Kodam V/Djaya Meralat Keputusannja.[1]
Djakarta, Kompas
Perkara tuntutan ganti rugi, jang diadjukan oleh Drs. Amir Murad, karena merasa difitnah dan dirampas kemerdekaannja ternjata tjukup sulit penjelesaiannja. Hakim AD Ismail, jang ditugaskan untuk mengadilinja menjatakan bahwa tuntutan ganti rugi sematjam ini baru untuk pertama kalinja diterima oleh Pengadilan Negeri. Lagi pula dalam situasi sekarang, duduk perkaranja dianggap sangat serius, sehingga “demi keadilan” Hakim merasa perlu mendapat bantuan moril. Untuk ini ia bermaksud memohon adhesi pada atasannja, jaitu Ketua Pengadilan Negeri dan teman2 sedjawatnja.
Seluk-beluk Persoalannja
Sebagaimana telah diberitakan oleh sementara surat kabar ibukota, bekas bupati Drs. Amir Murad, jang semula ditahan karena dinjatakan terlibat dalam Gestapu – PKI, telah dibebaskan tanpa sjarat, seta dinjatakan tidak ada indikasi dan bukti2, bahwa ia terlibat oleh Kodam V/Djaya. Setelah bebas, ia menuntut ganti rugi sebanjak Rp.3 djuta, jang ditudjukannja kepada:
- Nj. Anna Mardi BA;
- AKBP Sjamsul Bahar, Kepala Staf Komdik 704 dan
- Kompol Djohan Arifin, selaku Ketua Team Operasi Chusus Komdak VII Djaya. Penggugat merasa difitnah dan dirampas kemerdekaannja.
Apa Dasar2 Penangkapannja ?
Menurut fihak penggugat, penahanan atas dirinja tdk dapat dilepaskan dari soal sengketa rumah antara dirinja dgn Nj. Anna Mardi, keponakan dari AKBP Sjamsul Bahar.
Dikatakan oleh penggugat bahwa AKBP Sjamsul Bahar dalam soal sengketa rumah telah mentjampuri usurannja dan memihak pada keponakannja. Atas dasar ini kemudian mentjari2 alasan untuk menangkapnja.
Tergugat ketiga Kompol Djohan Arifin dalam keterangannja dimuka sidang tidak menjangkal bahwa pemanggilan atas diri Drs. Amir Murad, jg kemudian dilandjutkan dengan penahanan, dasarnja memang mula2 karena ada laporan dari AKBP Sjamsul Bahar; tapi ditekankan, bahwa isi laporan itu sama sekali tidak ada sangkut pautnja dengan soal rumah.
Menurut bunji surat laporan, di djl. Djambu ada antek gestapu PKI jang membangkang, tidak mau tunduk pada pemerintah. Atas dasar ini dan dikuatkan dengan surat keputusan pemetjatan dari djabatan sebagai bupati jang dikeluarkan oleh menteri dalam Negeri, kemudian diadakan pemanggilan dan pengusutan tgl. 12 0kt. 1966.
Pemanggilan kemudian dilandjutkan dengan penahanan, karena dalam pengusutan pertama terdapat tjukup bukti jang menundjukkan bahwa ia memang antek gestapu. Drs. Amir Murad mengaku semasa djajanja PKI pernah mendjabat Wakil Ketua Appi dan mendjadi anggota HSI.
Demikian keterangan Kompol Djohan Arifin. Setelah ditahan selama 4 hari oleh Komdak, kemudian ex Bupati Drs. Amir Murad diserahkan kepada Team operasi Kalong. Oleh fihak Team operasi Kalong/Kodam V Djaya pada tgl 16 0kt 1967 Penggugat dibebaskan tanpa sjarat.
Karena menganggap dirinja dirugikan oleh 2 perwira Komdak tersebut, Drs. Amir Murad mengadjukan gugatan kepengadilan.
Keputusan Dirubah
Sementara perkara ini dlm proses pemeriksaan oleh pengadilan tiba2 pada tgl 14 Maret 1968 fihak Kodam V Djaya meralat keputusannja, dgn mengeluarkan suatu surat pernjataan jg isinja menjatakan, bahwa oknum tsb Drs. Amir Murad termasuk gol C. jg berarti bhw atas diri Amir Murad terdapat tjukup petundjuk atau dapat diduga bahwa ia terlibat dalam Gestapu PKI.
Keputusan dalam perkara ini menurut rentjana akan dibatjakan pada tanggal 15 Mei jad. Para tergugat dalam perkara ini dibela oleh pembela Thamrin Manan SH. (DTS)
Sumber: KOMPAS (19/04/1968)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 195-197.