Belitung, 26 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak H.M. Soeharto
di Tempat Kediaman
SEMAKIN DEKATLAH PADA TUHAN [1]
Salam damai dalam Tuhan,
Bapak yang saya hormati
Saya sebagai salah satu warga negara Indonesia yang dengan tekun menyimak kegiatan kiprah rakyat Indonesia dalam mengidamkan cita-cita terwujudnya Pancasila secara utuh. Nuansa kegiatan tampak bermunculan di sana-sini, baik yang revolusioner maupun yang ikut-ikutan tanpa pendirian. Baik yang murni maupun yang tidak, baik yang jujur dari nurani atau hanya ikutan massa. Baik pro atau kontra, baik orang yang hanya menginginkan enaknya saja atau tidak, semua dapat kita saksikan, kita lihat, dalam media massa.
Saya satu di antara rakyat ini mencoba memberanikan diri berkomunikasi dengan Bapak, karena Bapak sudah menjadi rakyat biasa seperti saya namun tetap saya anggap Bapak sebagai pribadi. Saya ingin mengungkapkan isi hati, yang saya keluarkan dari lubuk hati yang paling dalam. Apa yang ingin saya ungkapkan ini janganlah dipandang sebagai orang yang pro atau kontra, atau menggurui tetapi lebih dari itu yaitu sebagai keluarga insan ciptaan Tuhan, yang sedang berjalan menuju kepadaNya. Perjalanan kita menuju tempat yang abadi ini juga membutuhkan rekanan, tidak sendirian. Dengan ada rekan berarti dapat saling mendoakan, menguatkan agar kita tetap selamat sampai tujuan. Perjalanan menuju sana memang tidak gampang, karena bukan selamat sampai tujuan. Perjalanan menuju sana memang tidak gampang, karena bukan hanya ungkapan, doa dan amal, tetapi lebih-lebih adalah ketulusan nurani bahwa kita tidak membohongi Tuhan.
Yang tampak dari luar itu sebagian besar adalah kepalsuan saja. Manusia dapat ditipu dengan serentetan tata luar, tetapi Tuhan tidak. Bapak sendiri sekarang dapat menilai satu per satu orang-orang yang hanya mencari teman dan harta di balik layar. Ibarat Kuburan, luarnya tampak bagus gemerlapan dalamnya bangkai.
Saya terharu ungkapan Bapak, bahwa Bapak ingin Ngamandita dan saya sungguh mengagumi ungkapan ini dan ini adalah yang paling luhur. Kebesaran Bapak tercermin dari ketabahan yang Bapak sedang hadapi. Setiap insan harus berpaling kepadaNya.
Sekarang ini yang perlu kita selamatkan adalah jiwa kita, bukan raga kita. Biarlah raga kita dicabik-cabik harimau, nama kita dicerca, dicampakkan oleh orang-orang tetapi jiwa kita diselamatkan oleh yang Kuasa. Bukankah ini yang kita inginkan dan kita elukan? Dunia bukanlah tujuan kita, dunia dapat hancur, tetapi surga tak mungkin hancur. Doa dan doa, pasrah dan pasrah berserah diri pada Pencipta itulah yang paling mulia.
Pandita tak mempunyai sifat dendam, semuanya kita serahkan kepada Yang Esa yaitu Tuhan Allah Semesta. Doakan saja yang mernbenci kita, agar mereka menyadari bahwa dirinya sama-sama rnakhluk ciptaan Allah. Ini juga untuk cucu, kerabat, keluarga besar Bapak jangan putus asa. Sebaiknya kita bersikap biasa saja, tak perlu kecil dan ciut menghadapi ini semua. Segala jenis konsekuensi dunia kita hadapi dengan tabah. Dan jangan mengatakan bahwa ini hukuman Tuhan. Tuhan Maha Baik, Tuhan bukan penghukum, Tuhan Maha Cinta, cinta kepada ciptaanNya. Yang sungguh kita sadari Tuhan itu Maha Pengampun, Tuhan mengampuni hamba-hambanya yang berpaling kepadaNya.
Sekarang ini sungguh saat yang paling tepat pendekatan pada Tuhan secara total, harta dan kekayaan bukanlah tujuan. Kebenaran yang sejati hanya ada pada Tuhan. Dan kita sadar sesadar-sadarnya bahwa perjalanan hidup manusia itu tidak terlalu mulus. Banyak alang rintangan di jalan. Dan yang lebih penting tulus, baik, dan apa saja bagi manusia belum tentu di mata Tuhan demikian. Bukankah yang kita cari adalah “Kebenaran sejati”.
Saya mendengar bahwa segala harta kekayaan milik Bapak dan keluarga akan diperiksa. Terlepas dari itu semua saya hanya mohon agar Bapak berani menghadapi segala resiko dunia, jika mereka akan mengambil harta dan kekayaan persilakan saja, sehingga puas. Cercaan, terpaan, hinaan sekarang ini baru dibebankan pada Bapak. Ini suatu jalan yang justru membantu kita mencapai Sang Hyang Wenang, asal kita menanggungnya dengan suka rela.
Benarkah bahwa segala perbuatan yang aneh-aneh di negeri selama pemerintahan Bapak semua bersumber dari Bapak? Pastilah tidak, banyak orang di belakang layar memainkan peran “mbondan tanpa ratu”.
Orang menginginkan sesuatu yaitu kedudukan dan lain-lain, berusaha mempertahankan diri dan bernaung di bawah panji-panji Bapak. Bapak terlena keadaan ini, apalagi memang putra-putri Bapak kurang mendukung keberadaan Bapak. Tidak berpikir jauh bahwa ini justru membawa kita ke jalan “kebenaran sejati”. Mungkin, tetapi hanya semacam pikiran saya pribadi yaitu Bapak dan sekeluarga minta maaf kepada rakyat dan ditayangkan melalui TV, semua keluarga ada.
Saya yakin asal ini semua jujur dan rela, jalan penderitaan akan terhapuskan. Memang ini bukanlah yang mudah, ini sangat berat. Tetapi hasilnya cum laude. Tetapi sekali lagi Pak, saya berani mengungkapkan ini karena saya sungguh terketuk akan sesama insan. Saya tidak lagi memandang Bapak orang besar dan saya orang kecil, kaya dan miskin.
Saya hanya punya persepsi di mata Tuhan semuanya sama. Siapapun pasti membutuhkan hiburan, apalagi di saat badai menerpa, pertolongan, uluran tangan, doa, pikiran dapat mengobati /meringankan beban hati yang luka. (DTS)
Salam dan doa,
Marindharto
Sumatera – Selatan
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 473-475. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.