Semarang, 26 November 1998
Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
di Jakarta
SENANGKAN HATIMU [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah swt, yang telah memberikan banyak kenikmatan sehingga saya dapat menyaksikan perjalanan bangsa ini dalam rentang umur 25 tahun.
Bapak Soeharto yang saya cintai,
Pertama-tama saya memohon maaf yang sebesar-besarnya, karena kelancangan saya mengirim surat kepada Bapak di tengah hujatan yang menimpa sejak 21 Mei lalu hingga saat ini. Surat saya ini tidak bermaksud menghujat siapa pun. Hujatan yang ditimpakan kepada Bapak memang sudah berada di luar batas kemanusiaan. Yang tampak bagi mereka hanya keburukan saja, kebaikan secuil pun tak nampak lagi. “Semut di seberang lautan dapat dilihat, gajah di pelupuk mata tidak tampak”, demikian peribahasa nenek moyang kita dahulu.
Sebagai muslim, perasaan saya sedih melihat perlakuan sebagian rakyat Indonesia kepada Bapak. Buku-buku yang memojokkan Bapak pun beredar di mana-mana. Tapi, saya tidak seperti mereka. Saya tetap menghormati dan menghargai jasa-jasa Bapak bagi negeri ini. Terlepas persoalan jelek atau buruk penilaian orang kepada Bapak. Yang jelas Bapak telah menghiasi sejarah negeri ini.
Almarhum guru saya Prof. Dr. Hamka dalam buku beliau “Tasawuf Modern” mengingatkan kepada manusia agar senantiasa “kun s’idan” (senangkan hatimu) Buya Hamka menulis:
“Kalau engkau dan turunan mulia-mulia, tenangkanlah hatimu! Sebab engkau telah beroleh kemenangan yang sukar sekali di dapat orang, yaitu orang banyak percaya padamu, dengan tidak perlu orang beroleh nasihat dari siapa-siapa lagi. Dan kalau engkau dari golongan bawah, golongan marhaen, senangkan pulalah hatimu, karena lebih baik engkau menjadi pangkal kemuliaan anak cucu dan turunan, menjadi bintang dan pemancang perumahan. Jangan hanya menjadi ujung. Memikul nama orang lain, tetapi diri sendiri tak campur memasukkan modal dalam kemuliaan itu.
Kalau sahabatmu setia kepadamu, tenangkanlah hatimu! Karena pertukaran siang dan malam telah menganugerahi engkau kekayaan yang paling kekal. Dan kawanmu khianat, senangkan juga hatimu! Sebab kalau kawan-kawan yang khianat itu mungkin dan meninggalkan engkau, tandanya dia telah memberikan jalan yang lapang buat engkau”.
Oleh karena itu merasa tenteramlah selalu senangkan atas semua keadaanmu, karena pintu bahagia dan ketenteraman itu amat banyak tak terbilang, kesulitan perjalanan hidup kian menit kian baru. Merasa tenteramlah. Merasa tenteram selalu.
Sekedar menjadi renungan kita bersama, saya kutipkan isi serat Pamoring Kawula-Gusti dalam bait 10 pupuh Dhandhanggula R. Ng. Ranggawarsito mengajarkan sebagai berkut:
“Yen muhunga awet amaninit/pan tinitah dumadi manungsa/sinung hazja bungah kene/sapira kadaripun/aneng donya pan nora lami/lire pan nora dawa/umur sewu tahun/lamun nora ngawruhana/angawruhi marang jaman kapatin/sayekti dadi tuna/.”
Pada akhirnya saya berdoa kepada Allah semoga Bapak diberi ketabahan dalam menghadapi ujian. Yakinlah Allah senantiasa bersama dengan Hamba-Nya yang ingat kepada-Nya.
Illahi! Sudah kudengar segala seruan yang disampaikan kepadaku, maka timbullah minat dalam hatiku hendak mengerjakan seruan-Mu, perintah untuk kebahagiaanku. Aku mengaku bahwa semuanya untuk kemaslahatan dan kesucianku. Tetapi kedhoifan dan kelemahanku selalu mendorongku ke jalan yang tidak Engkau sukai. Tuhanku! Dosa yang aku kerjakan, amat kecil bila dibandingkan dengan besarnya ampunanMu. Kalau Tuhan hendak mencelakakanku, gelap jalan yang aku tempuh. Kalau Tuhan hendak memberi malu kepadaku, terbukalah rahasiaku walaupun bagaimana aku menyembunyikan. Karena itu, ya Tuhanku, sempurnakanlah awal hikmat-Mu sampai ke ujungnya, dan jangan Tuhan cabut apa yang telah diberikan.
Demikianlah surat ini saya sampaikan. Moga-mogalah bisa memberikan kebahagiaan bagi Bapak dan keluarga. (DTS)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat saya,
Sulaiman al-Kumay, S.Ag.
Ngaliyan, Semarang
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 202-204. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.