SIDANG KEDUA MAHMILDAM V DJAYA: MUKIDJAN PERTJAJA ADANJA DEWAN DJENDERAL TANGGUNG DJAWAB PADA DUL ARIEF

SIDANG KEDUA MAHMILDAM V DJAYA:

MUKIDJAN PERTJAJA ADANJA DEWAN DJENDERAL TANGGUNG DJAWAB PADA DUL ARIEF[1]

 

Djakarta, Kompas

Sebagai atjara pembukaan siang kedua perkara Mukidjan es jang berlangsung Rabu pagi. Hakim Ketua telah setjara terperintji membahas eksepsi pembelaan sambil menundjuk beberapa saksi2 jang isinja dapat didjadikan pegangan untuk menjatakan sjahnja Mahmilti memutuskan menolak eksepsi pembelan dan menjatakan dirinja berwenang memeriksa dan mengadili pekara Mukidjan cs.

Dalam pemeriksaan selandjutnja terdakwa Mukidjan mengaku bahwa ia pertjaja ada Dewan Djenderal mau mengadakan coup, karena briefing jang diadakan pada tgl. 30 September di Lubang Buaja dalam rangka membahas persoalan ini (DD) nampak dihadiri oleh semua kesatuan angkatan bersendjata.

Dalam djawaban2 selandjutnja djelas kelihatan bahwa terdakwa selalu berusaha mengalihkan tanggung djawab kepada Dul Arief, seorang Letnan dari kesatuan Tjakra dengan alasan bahwa waktu itu oleh atasannja ia setjara lisan telah di BP kan kepada kesatuan Tjakra (Dibawah Perintah).

Atas petanjaan hakim ketua, apakah ia mengerti adanja kup. Terdakwa mendjawab tidak tahu, menurut pengertian saja kup artinja pengatjauan.

Untuk mengamankan Negera dan menjelamatkan pemimpin besar Bung Karno menurut orang tersebut beberapa Djenderal harus diamankan untuk selandjutnja dihadapkan kepada Presiden.

“Apa kamu tahu Djenderal2 mana jang dimaksud”, “saja tidak tahu, waktu itu saja tjuma ingat satu, jaitu djenderal sebagai komandan pleton sasaran satu jang mendapat tugas untuk mengamankan Djenderal Yani, terdakwa mengatakan bahwa fungsinja waktu itu hanja mengamankan lalu lintas.

“Dalam briefing jang diadakan pada tgl. 30 September saja sudah mengadjukan keberatan kalau diberi tugas mengamankan Djenderal Yani, tap waktu itu didjawab oleh Dul Arief : “… itu nanti saja jang djalankan”

“Kalau begitu siapa jang memegang pimpinan untuk mentjulik Djenderal Yani”

“Karena saja sudah menolak dgn sendirinja pimpinan dipegang oleh Dul Arief”.

Selandjutnja dalam hubungan ini djuga terdakwa menolak istilah mentjulik jang digunakan oleh hakim ketua menurut terdakwa bukan mentjulik tapi menghadapkan kepada Presiden tapi dalam pertanjaan selandjutnja terdakwa mengakui bahwa menurut putusan briefing: kalau perlu diperintahkan untuk menggunakan sendjata. Djadi pokok Djenderal2 tersebut harus dibawa ke Lubang Buaja hidup atau mati.

Tertuduh Menjatakan Turut Bela Sungkawa

Menurut djalannja pengamanan terhadap diri Djenderal Yani terdakwa menerangkan bahwa dia tidak tahu apakah Djenderal Yani ketika itu sudah berhasil diamankan atau belum. Tjuma dilihat tidak beberapa lama antaranja dari rumah didepan pos pendjagaan ia mendengar serentetan tembakan dan tidak lama kemudian nampak ada seorang jang dibopong keluar lalu dinaikkan kedalam bus. Kemudian kita dapat perintah meninggalkan tempat tersebut menuju ke Lobang Buaja.

“Selandjutnja mendengarkan tjerita saja tentang bagaimana nasib para Djenderal2 jang diamankan, bagaimana perasaan kamu..? tanja hakim ketua jaitu turut bela sungkawa ” djawabnja.

Achirnja dapat kami tambahkan disini, bahwa nampaknja persidangan mahmildam kali ini sama sekali tidak mendapat perhatian dari chalajak umum. Selama sidang berlangsung jang nampak hadir hanja beberapa gelintir orang. (DTS)

Sumber: KOMPAS (31/12/1967)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 854-856.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.