Ketua III DPP Perti – Eddy Abdulmanaf :
SISTIM DWI PARTAI MENUDJU KEPADA PEMBAHARUAN DISEGALA BIDANG [1]
Djakarta, NS
Idee jang ditjetuskan oleh Aspri Presiden Ali Murtop baru2 ini tentang perlu adanja dua partai di Indonesia ini, merupakan suatu landasan penting untuk menudju kepada pembaharuan dalam kehidupan politik di Indonesia. Demikian dikemukakan oleh Eddy Abdul Manaf Ketua III DPP Perti jang djuga mendjabat sebagai Ketua Fraksi dalam DPRGR kepada pers kemarin siang di DPRGR.
Pelaksanaannja
Tentang pelaksanaannja, menurut Eddy Abdul Manaf harus melalui pengintegrasian semua kekuatan Sosial Politik didalam masjarakat. Mengadakan perombakan struktur politik hendaknja dilihat pula beberapa aspek jang hidup didalam masjarakat jang memungkinkan terlaksananja idee tsb, tanpa mengabaikan unsur-unsur juridis dan konstitusionilnja.
Atas pertanjaan pers, Eddy mendjawab bahwa masa sekarang ini dimana terlihat banjaknja partai dan telah melembaga dalam kehidupan masjarakat sehingga membuat bangsa-Indonesia terlalu banjak berketjimpung dalam kehidupan ter-kotak2 jang tradisionil. Hal demikian sungguh tidak dapat dipertahankan lagi. Oleh karena itu diperlukan adanja perombakan dan pembaharuan total tanpa mengabaikan segi2 juridis dan konstitusionil.
Lebih Mudah Untuk Membangun
Prinsip setudju Dwi Partai, sebab dengan sistim banjak partai kenjataannja membuat desintegrasi dalam masjarakat, jang tidak diharapkan oleh kita semua, terutama dalam proses kearah tertjapainja target pembangunan jang njata. Partisipasi rakjat kepada pembangunan hanja akan ditjapai bila rakjat tidak hidup dalam dunia politik jang terkotak2. Dengan adanja sistim Dwi Partai, diharapkan akan lebih mudah pengarahan partisipasi kepada setiap program Pemerintah. disamping sistim ini akan merupakan pembaharuan disegala bidang kehidupan masjarakat.
Tentang Oposisi
Bitjara mengenai oposisi Eddy Abdul Manaf jang merupakan tenaga muda dalam tubuh perti ini. menjatakan sependapat dengan apa jang dikemukakan oleh Bung Hatta. Oposisi adalah perlu, tetapi bukan oposisi jang extreem melainkan oposisi jang loyal dalam arti atas dasar konsepsi. Sebab oposisi extreem hanja akan menimbulkan sikap hidup jang kontradiktif jang djustru merugikan kita semua.
Tugas Mendidik Rakjat Apakah sistem Dwi Partai dengan tertjiptanja partai oposisi dan partai pendukung pemerintah, sudah bisa ditrapkan dalam kondisi masjrakat kita sekarang ini? Demikian tanja pers, jang didjawab bahwa kondisi jang dimaksud sudah bisa untuk ditrapkan. dengan melihat kepada pidato Presiden Soeharto baru2 ini jang a.l. maknanja djangan takut terhadap kritik2. Kritik2 itu bermanfaat bagi para pemimpin asalkan djangan ngawur.
Tapi bagaimana kondisinja dengan kehidupan di-desa2?
Terhadap pertanjaan ini Eddy Abdul Manaf agak hati2 mendjawabnja ….. ja memang kondisi di desa2 masih agak sulit dimana rakjat kadang2 terlalu takut kepada pedjabat. Tapi lepas dari persoalan itu semua adalah tugas kita bersama untuk memberikan penerangan kepada rakjat setjara luas tentang pengertian2 hidup berdemokrasi.
Persatuan Gol. Islam
Mendjawab pertanjaan tentang usaha2 untuk mempersatukan golongan Islam agar bernaung dalam satu bendera, Eddy Abdul Manaf tidak memberikan djawaban jang djelas. Ia berkata bahwa apabila golongan Islam mendjadi satu bendera, maka Dwi Partai sulit akan tertjapai, melainkan akan tertjiptanja 3 partai (tiga bendera).
Apakah dengan begitu pak Eddy kurang setudju untuk bersatunja golongan Islam dalam satu wadah atau satu bendera?
Djawab : Ja….bukan tidak setudju persatuan, soalnja kenjataannja sampai sekarang ternjata idee untuk mempersatukan itu belum djuga terrealisir.
Djadi Pak Eddy lebih tjondong untuk mensukseskan tertjapainja Dwi Partai daripada tertjiptanja satu bendera bagi golongan Islam?
Didjawab dengan hati2 : Ja….sebab Dwi Partai berarti pembaharuan disegala bidang kehidupan masjarakat demi tjepatnja terlaksana pembangunan nasional ini. (DTS)
Sumber: NUSANTARA (08/10/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 813-814.