SOEHARTO INSTRUKSIKAN REALISASI WILAYAH PENGAIRAN UNTUK INTENSIFIKASI
Presiden Soeharto menginstruksikan realisasi bagi wilayah-wilayah pengairan yang terjamin supaya sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk intensifikasi. Hal ini dikemukakan Menteri Pertanian Soedarsono, hari Senin, selesai melapor kepada Presiden Soeharto mengenai wilayah-wilayah yang terjamin pengairannya, di Bina Graha.
Ada dua masalah pokok dalam memanfaatkan satu juta hektar daerah yang belum dimanfaatkan, yaitu masalah perhubungan dan transportasi dan pelayanan yang berupa catur sarana. Catur sarana ini meliputi penyuluhan, BRI Unit Desa, Koperasi Unit Desa (KUD) dan kios-kios.
Mengenai perhubungan dan transportasi, Menteri menyatakan, hal ini terdapat pada daerah yang pada umumnya agak terpencil. Kalau pemerintah ingin mendorong supaya petani dapat mengintensifkan tanahnya, sarana transportasi harus diutamakan, misalnya Inpres jalan.
Pelayanan yang meliputi perbaikan catur sarana dilakukan pada daerah2 yang terpencil karenanya penyuluh harus agak khusus, kata Menteri Soedarsono.
Pengadaan kios2 perlu untuk para petani supaya bisa memperoleh sarana produksi yang mereka perlukan. Karena membangun kios2 baru memerlukan waktu agak lama, maka Presiden menginstruksikan agar penduduk yang rumahnya agak besar (luas) turut membantu, hal mana juga adalah untuk kepentingan mereka sendiri. Presiden menganjurkan agar mereka memanfaatkan rumah2 mereka yang luas untuk kios2 tersebut.
Menteri mengatakan, BRI Unit Desa perlu mengusahakan kredit bagi intensifikasi tanah dan untuk membeli saham2. Dalam hal ini, kata Menteri, Presiden menganjurkan agar unit2 BRI di desa2 ditambah.
Menteri mengemukakan, satu juta hektar wilayah pengairan yang terjamin yang belum diintensifikasikan terdapat di Jawa dan luar Jawa.
Di Pulau Jawa terdapat antara lain di perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah, daerah Banjar, Banyumas dan Bojonegoro.
Mengenai KUD, Menteri Pertanian menyatakan bahwa ini perlu untuk memberikan penerangan dan penyuluhan yang diperlukan masyarakat setempat.
Penghapusan Trawl di Seluruh Indonesia Secara Bertahap
Presiden Soeharto juga manginstruksikan penghapusan trawl di seluruh Indonesia yang dilakukan secara bertahap, yaitu yang sudah dimulai 1 Juli 1980 bagi Pulau Jawa dan Sumatera.
Kapal2 trawl ini kemudian diganti menjadi non-trawl, katanya. Sejak tanggal 1 Juli 1939 telah dilakukan pengurangan trawl untuk daerah luar Jawa dan Sumatera.
Untuk daerah2 tersebut dibatasi menjadi 1000 buah saja, kata Menteri Pertanian. Menurut inventarisasi, saat ini terdapat 2116 buah trawl di luar Jawa dan Sumatera. Yang terkena adalah tiga propinsi, jumlah seluruhnya sembilan oropinsi. Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai 367 buah trawl, kini harus dikurangi 150 buah sehingga tinggal 217 buah yang boleh melakukan operasi.
Propinsi Kalimantan Barat dari 626 buah trawl dikurangi sehingga tinggal 382 buah. Kalimantan Timur terdapat 871 buah trawl, dikurangi sehingga tinggal 149 buah. Sebany ak 722 trawl harus dialihkan menjadi alat non- trawl. Pengurangannya dilakukan dengan perijinan baru, kata Menteri. Izin ini harus disesuaikan dengan jumlah yang diperlukan, katanya lebih lanjut.
Cara pengurangan jumlah trawl tersebut disesuaikan dengan keadaan masingmasing. Misalnya untuk Kalimantan Barat, izin baru diberikan kepada permohonan baru dengan perbandingan tertentu, yaitu bagi para nelayan yang meminta izin memakai jalur III (sampai batas 12 mil), untuk tiap tiga permohonan hanya mendapat satu izin.
Sedangkan pemakaian jalur IV (sampai batas 12 mil ke atas), untuk tiap dua permohonan mendapat satu izin, sedang lainnya adalah non-trawl.
Di Kalimantan Selatan kapal2 yang tidak mempunyai izin harus dialihkan kepada non-trawl. Dari jumlah 367.130 buah tidak mempunyai izin.
Untuk propinsi tersebut hams dikurangi 150 buah, jadi yang 20 buah diambil dari yang mempunyai izin. Sebanyak 13 buah bekas kapal pengangkut yang mempunyai izin trawl, harus kembali lagi menjadi kapal pengangkut. Bagi para pelanggar akan dilakukan penertiban, demikian Menteri Pertanian Soedarsono.
Propinsi Kaltim mempunyai 871 buah trawl, 635 tidak mempunyai izin, sehingga harus menjadi non-trawl.
Soal Kredit Macet dan Penungga kan Kredit
Atas pertanyaan mengenai kredit macet dan penunggakan kredit oleh para petani, dinyatakan bahwa petani yang diizinkan menggunakan kredit Bimas mempunyai dua musim.
Artinya, setiap musim ada yang mengembalikan, disamping itu ada pula yang belum dapat mengembalikan pada waktunya.
Para petani dibagi dalam tiga klasifikasi, yaitu petani kecil, petani besar dan petani yang mempunyai pekerjaan lainnya pedagang, guru dan pegawai negeri. Mereka termasuk dalam "penunggak kredit" tsb. Hal ini dikemukakan oleh anggota tim pengendalian Bimas kepada wartawan.
Ia menyatakan, kredit Bimas/Inmas untuk padi, palawija dan tumpangsari yang disalurkan sejak musim tanam 1970/71 sampai dengan akhir Mei 1981 berjumlah Rp. 541.632.630.000.
Dari jumiah ini sampai akhir bulan Mei 1981 sudah dibayar Rp.396.769.647. Dengan demikian berarti sisa kredit Bimas/Inmas pada akhir Mei 1981 (outstanding) berjumlah Rp. 144.862.983.000.
Sisa kredit (outstanding) tersebut terbagi dalam bentuk kredit lancar berjumlah Rp.39.908.067.000, kurang lancar berjumlah Rp.47.981.034.000 atau 8,86 persen dari seluruh kredit Bimas, atau 33, 13 persen dari sisa kredit.
Sedangkan jumlah kredit yang diragukan adalah Rp.56.973.882.000 atau 10 persen dari seluruh kredit Bimas yang disalurkan, atau 39,33 persen dari kredit "out standing" tsb.
Pemerintah masih terns berusaha meningkatkan pengembalian kredit tsb dan merasa optimis akan dibayarkan kembali. (DTS)
…
Jakarta, Antara
Sumber: ANTARA (29/06/1981)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 401-404.