SOEHARTO: SAYA KEMBALIKAN PADA TUHAN DAN RAKYAT

SOEHARTO: SAYA KEMBALIKAN PADA TUHAN DAN RAKYAT

Demikianlah diucapkan kata2 diatas oleh Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia, setelah selesai mendengar laporan dan harapan ber-api2 yang diucapkan oleh Harmoko, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, beberapa hari yang lewat.

Dengan ucapan tadi itu, sete1ah membaca dan mendengar harapan dan anjuran kepada MPR yang akan datang (setelah pemilu 1982) agar, pertama Soeharto diangkat sebagai Bapak Pembangunan dan sebagai konsekuensinya, juga diangkat lagi

sebagai Presiden untuk masa jabatan yang praktis adalah ketiga kalinya, Presiden Soeharto telab membuka suara dari dirinya. Yaitu bahwa apa yang akan terjadi dengannya sebagai lanjutan dari pemilu 1982 adalah terserah Tuhan pertama-tama, dan terserah rakyat yang mengeluarkan suara.

Hal diatas harus diartikan bahwa Soeharto tidak menolak untuk diangkat dipilih, sebagai Mandataris MPR lagi, untuk masa jabatan yang baru. Kalau dipikirkan secara matang, figur pemimpin untuk memberi pimpinan dalam fase pembangunan seperti sekarang ini, memang belum muncul dalam benak politik nasional di Indonesia.

Sungguh pun demikian, Soeharto menyatakan tidak akan menolak apabila dipilih oleh rakyat, lewat prosedur MPR yang konstitusionil itu. Kalau disebut bahwa Presiden Soeharto dengan itu memang telab diberikan satu2nya jalan untuk ditempuh, hal itupun harus dibenarkan, mengingat bahwa belum ada pemikiran untuk memilih orang lain. Karena orang lain, atau figur lain, benar2 belum ada atau tidak ada.

Sebenarnya, masalah kepresidenan dengan itu (walau secara prematur) sudah bisa dianggap satu hal yang mudah terpecahkan bagi wakil2 rakyat yang nantinya duduk di dalam DPR/MPR sesudah pemilu 1982. Tentang kabinet yang akan dilahirkan nanti, adalah hak dari Presiden.

Yang harus diketengabkan di sini adalah pula moril politik dari Soeharto sebagai presiden, untuk menjawab harapan2 yang diketengahkan akhir2 ini, dan digarisbawahi di dalam laporan rapat PWI dan Pemimpin2 Redaksi media Pers seluruh Indonesia, yaitu bahwa semua terserah Tuhan, terserah Allah subhana wata ‘ala Yang Maha Mengetahui dan Mutlak dalam segala2Nya.

Harus digarisbawahi disini, bahwa pernyataan Presiden Soeharto yang dimaksud tadi, menunjukkan bahwa pada Soeharto tidak ada rasa atau pikiran ta ‘bur, tidak ada pikiran untuk mendahului kenyataan nanti di tahun 1982, yang seluruhnya oleh Soeharto dianggap berada dalam tangan Yang Maba Kuasa. Di situ letak satu moral yang layak dan sehat.

Dari aspek pemikiran politik, apa yang diketengabkan oleh Presiden Soeharto, menggarisbawahi satu sikap pragmatis-praktis, pertama karena tidak menunjang hal2 yang muluk.

Kedua, apa yang diketengahkan sebagai intisari tadi itu, layak kita ambil sebagai satu contoh agar pemikiran kita pun diserasikan dengan ungkapan tadi, yaitu bahwa kita supaya “nuchter” (sadar terhadap Kekuatan2 Alam).

Ketiga, ungkapan itu menggarisbawahi fakta akan pentingnya Sila Pertama dari Panca Sila yang disebut sebagai hal yang amat menentukan oleh Presiden Soeharto, yaitu Tuhan Yang Maba Esa yang kita sebut Allah Subhana wata ‘ala. Secara moril-politis dan moril-nasional, Soeharto telah berkata bahwa dia tunduk mutlak pada Tuhan Yang Maha Esa. (DTS)

Jakarta, Berita Buana

Sumber: BERITA BUANA (15/09/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 130-131.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.