SUMARWOTO TTG PENCEMARAN UDARA DAN PESTISIDA

SUMARWOTO TTG PENCEMARAN UDARA DAN PESTISIDA

Jakarta, Antara

Kesadaran masyarakat untuk mematuhi undang-undang dan peraturan sangat lemah, sehingga banyak usaha untuk memperbaiki lingkungan tidak membuahkan hasil yang diharapkan, kata Prof. Otto Sumarwoto depan Simposium “15 Tahun Gerakan Lingkungan” di Jakarta, hari Senin.

Sebagai contoh ia menunjuk masih adanya pestisida yang dikemas dalam kantung plastik yang dijual dikios tanpa nama serta tanpa peringatan bahayanya dan DDT yang hanya boleh untuk pemberantasan malaria masih juga digunakan untuk pertanian.

Padahal menurut SK Menteri Pertanian No. 429 tahun 1973, demi keamanan masyarakat kemasan pestisida harus mencantumkan nama dagang, zat aktif serta tanda peringatan bahayanya dengan jelas.

“Dalam penelitian kami terhadap contoh air sungai Citarum ditemukan residu DDT sampai 71,87 liter, sedangkan pada uji hayati dengan ikan mas di laboratorium didapatkan nilai 41,5 liter,” kata Kepala Pusat Penelitian Sumber daya Alam dan Lingkungan Unpad ini.

Malahan menurut dia, residu DDT dan organoklorin (unsur dalam pestisida) lainnya terdapat pula dalam contoh air susu sapi serta air susu ibu di Lembang, Jawa Barat.

Dari penelitian tahun 1980-1981 terbukti residu phosvel (unsur dalam pestisida) juga ditemukan dalam daun teh yang dijual di pasar, padahal pemakaian phosvel ini telah lama dilarang di Indonesia, ia menambahkan.

Akibat kurangnya pengawasan pada peredaran dan penggunaan pestisida ialah terjadinya keracunan dan dalam tahun 1979/83 saja tercatat 1.123 kasus keracunan dengan 54 orang menjadi korban.

Kasus pencemaran pestisida ini berawal dari merebus air dengan kaleng bekas kemasan pestisida atau makanan digoreng dengan minyak goreng yang dibeli dengan botol bekas menyimpan pestisida atau tepung pestisida yang dikemas dalam kantong plastik disangka tepung beras.

Pencemaran lain yang berbahaya juga terjadi pada bahan makanan, yang sebagian terjadi secara alamiah , misalnya asam bongkrek yang sering menyebabkan kematian, disamping juga pencemaran oleh zat pemanis sintetis serta zat pewarna industri.

“Semua itu menunjukkan ketaatan terhadap peraturan sangat lemah di Indonesia”, kata Prof. Otto dalam simposium yang diselenggarakan oleh Menteri KLH selama dua hari yang pembukaannya dilakukan oleh Presiden Soeharto hari Sabtu di Istana Negara, Jakarta, berbarengan dengan Peringatan Hari Lingkungan Hidup 1987.

Sebelumnya Prof. Otto menguraikan berbagai ancaman pencemaran udara yang mengancam dunia, antara lain yang sangat dikahawatirkan adalah pencemaran udara oleh C02, yang terus meningkat.

Pencemaran C02 yang terus meningkat ini bisa menyebabkan naiknya suhu bumi dan menyebabkan perubahan iklim, katanya depan sekitar 100 peserta simpiosium yang berasal dari unsur dari DPR/MPR, para pakar pembangunan, perumus kebijaksanaan, lembaga swadaya masyarakat dan jajaran kependudukan serta lingkungan hidup lainnya.

Juga kini disinyalir mulai jatuh “hujan asam” di beberapa bagian dunia, akibat pencemaran udara oleh unsur S02 dan NOx, yang belum diketahui cara bagaimana sampai bisa terjadi pencemaran udara oleh unsur-unsur tersebut, kata Otto dalam makalah dengan thema “15 Tahun Setelah Stockholm”.

Sumber: ANTARA (22/06/1987)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 826-827

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.