TADJUK RENTJANA : KEPEMIMPINAN DAN KENEGARAWANAN [1]
Djakarta, Berita Yudha
Didalam pembitjaraan Ketua MPRS dengan Menteri Penghubung Pemerintah dengan DPR-GR & DPA jang berlangsung selama lebih – kurang satu seperempat djam, diantara lain dibitjarakan soal2 jang menjangkut kehidupan bangsa dan negara dewasa ini pada umumnja, terutama mengenai soal2 mekanisme pemerintahan dan legislatip, jang pada pokoknja masih belum berdjalan lantjar sebagaimana jang diharapkan.
Dalam hubungan ini kedua pemimpin itu sependapat, bahwa jang pertama – tama dan paling utama diperlukan sekarang ini adalah “leadership” dan “statemanship” sehingga unsur2 jang positif dapat bergabung dan berdjalan untuk mengalahkan dan menjingkirkan unsur2 jg negatif.
Tidak diberitakan apakah jang dimaksudkan dengan unsur positif atau negatip itu dalam bentuk djasmaniahnja ataukah dalam bentuk rohaniahnja.
Tetapi djelas bahwa kita sangat memerlukan “leadership” dan “statemanship” untuk dapat memisahkan mana jang positip dan mana jang negatip, supaja kita dapat pula menggabungkan jang positip dengan positip untuk dihadapkan kepada jang negatip.
Kemudian perlu ditentukan pula sampai tingkat mana “leadership” dan “statemanship” itu mendjadi sjarat mutlak, untuk djendjang2 kepemimpinan supaja masing2 bisa pula membantu “leadership” dan “statemanship” jang lebih atas mentjegah terdjadinja bentrokan antara jang positip dengan jang positip, tetapi dengan sendirinja bergabung dan menggabungkan sesama positip.
Artinja sampai tingkat dalam tiap djendjang mana saling salahkan karena tidak atau belum mempunjai “leadership” dan “statemanship”, (walaupun sama2 unsur positif) dapat dimengerti dan ditolerir.
Pada lembaga Eksekutip sampai tingkat mana dan pada Lembaga Legislatip pada tingkat mana. Sampai tingkat mana dalam djendjang Eksekutip, djendjang Legislatip, harus memiliki “leadership” dan “statemanship” sampai gradasi tertentu, sehingga antar sesama anggota Eksekutip, antara sesama anggota Legislatip, ataupun antara anggota Eksekutip dan anggota Legislatip jang sama2 positip bisa berlangsung kerdja – sama untuk menggabungkan unsur2 positip untuk dihadapkan kepada unsur2 negatip.
Sebab sampai sekarang kita masih dibingungkan oleh saling salahkan ataupun saling lepas tanggung-djawab antara sesama anggota Eksekutip antara anggota Eksekutip dengan anggota Legislatip, ataupun antara sesama anggota Legislatip.
Apakah ini disebabkan oleh karena tidak adanja “leadership” dan “statemanship” ataukah ini disebabkan karena salah satu pihak adalah apa jang dinamakan negatip.
Sebagai salah satu tjontoh sadja, baru2 ini diberitakan DCI Djaja menjatakan, bahwa DPR – GR belum pernah menindjau DCI Djaja dan kemudian dibantah oleh DPR – GR dengan menjatakan bahwa DPR – GR sudah melakukan penindjauan.
Banjak lagi tjontoh2 jang dapat kita kemukakan, dimana kita lihat antara unsur2 jang seharusnja menggabungkan sesama unsur positip, terdjadi malahan saling salahkan atau saling lempar tanggung – djawab.
Baru2 ini kita telah mendengar pula bagaimana ketjewanja para Mahasiswa menerima djawaban jang diberikan oleh Menteri P dan K, sedangkan sebelumnja hal seperti itu sudah banjak terdjadi antara sesama pemimpin jang seharusnja menggabungkan segala jang positip untuk membuang jang negatip.
Apa sebabnja maka hal jang demikian tidak bisa diselesaikan dalam musjawarah antara sesama unsur positip.
Jang kami maksudkan bukan tidak boleh lagi ada perbedaan pendapat ataupun prinsip antara sesama unsur positip, sebab perbedaan pendapat dan prinsip itu akan selalu ada selama dunia terkembang.
Jang kami maksudkan adalah tjara menjelesaikan perbedaan pendapat ataupun prinsip itu antara sesama unsur positip, supaja djangan sampai saling salahkan atau saling lepas tanggung – djawab dimuka umum.
Artinja sampai tingkat mana dalam tiap2 djendjang potensi dan wibawa “leadership” dan “statemanship” itu harus ada dalam Eksekutip dan Legislatip, agar tingkat itu mampu menggabungkan unsur2 positip djendjang2 jang lebih bawah dan tidak saling bertentangan sendiri.
Kalau tingkat ini pada tiap djendjang sudah kita tentukan dan kalau jang bersangkutan belum memiliki “leadership” dan “statemanship” untuk menggabungkan sesama unsur positip kiranja sudahlah tiba waktunja untuk diusahakan supaja mereka memiliki pengertian “leadership” dan “statemanship” dalam tugas dan fungsinja sebagaimana jang dimaksudkan dalam pembitjaraan Ketua MPRS dan Menteri Penghubung Pemerintah, DPR-GR, MPRS dan DPA itu.
Saling salahkan dan saling lempar tanggung-djawab dimuka umum pasti akan terhenti, setidak-tidaknja akan berkurang. (DTS)
Sumber: BERITA YUDHA (16/09/1968)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 79-81.