TADJUK RENTJANA: REORGANISASI DAN SELF-KRITIK ABRI [1]
Jakarta, Kompas
Hari ABRI 5 Oktober kemarin ditandai oleh dua tjiri: reorganisasi dan self-kritik.
Itu menggembirakan, sebab pertanda ada dinamika dan usaha perbaikan.
Sabtu malam mendjelang 5 Oktober, televisi menjiarkan kundjungan inspeksi Deputy Hankam keberbagai daerah militer dan projek2 militer di Djawa Barat, Djawa Tengah, Djawa Timur. Sebelumnja pernah djuga disiarkan kundjungan Inspeksi keberbagai daerah diluar Djawa.
Kita jang menjaksikan lantas timbul perasaan. Kini Departemen Pertahanan-Keamanan benar2 membina ABRI. Perasaan selama ini seakan2 masing2 Angkatan bekerdja sendiri lantas berkurang. Integrasi ABRI benar2 sedang dilaksanakan.
Bagi Angkatan2 maupun pradjurit2 pembinaan jang kongkrit dan terasa besar manfaatnja. Kesadaran sebagai militer jang harus berdisiplin dan memiliki kemampuan teknis dibangkitkan kembali. Digerakkan pula ketjermatan untuk memelihara peralatan2 militer jang ada.
Reorganisasi jang bertudjuan integrasi dan efisiensi teknis militer dilandjutkan lagi. Reorganisasi jang menjangkut struktur Departemen Pertahanan-Keamanan dan penggantian sebutan Panglima Angkatan mendjadi Kepala Staf Angkatan diumumkan oleh Presiden Soeharto kemarin.
Sementara itu Kepala Staf Hankam Letdjen Soemitro hari Sabtu mengatakan mulai 1 April 1970 Komando2 Antar Daerah, Kawasan Maritim dan Komando Wilajah Udara akan dihapus.
Sebagai gantinja akan dibentuk 6 komando wilajah Pertahanan jaitu Djawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusatenggara dan Maluku-lrian Barat.
Kita belum bisa menilai arti strategis dari pembentukan 6 Komando itu. Kita hanja sudah bisa melihat, bahwa pembaruan itupun tudjuannja integrasi dan efisiensi. Semuanja dipersatukan dalam komando pertahanan-keamanan. Tidak lagi menurut angkatan2. Dengan demikian djuga mengurangi kemungkinan persaingan antar Angkatan dan pemborosan maupun duplikasi2.
Sudah barang tentu, penjempurnaan struktur organisasi itu baru merupakan landasan untuk perbaikan. Perbaikan itu sendiri masih tergantung banjak faktor. Diantaranja jang pokok tentulah personalia jang akan diserahi tugas2 itu. Pengangkatan “the right men in the right place” menurut watak, kemampuan dan kesetyaan sebagai pradjurit Saptamarga.
Departemen Hankam jang selama ini mengenal Menteri Hankam dan Kepala Staf Hankam dilengkapi dengan seorang wakil Panglima Angkatan Bersendjata dan 3 orang Kepala Staf Hankam.
Diantara 3 Kepala Staf Hankam itu terdapat Kepala Staf Kekaryaan. Adanja Staf Kekaryaan ini kita anggap penting benar. Pelaksanaan fungsi sosial-politik ABRI banjak disoroti.
Sorotan itu bukannja tanpa alasan atau bermotif negatif semata2. Kekaryaan militer sebagai pelaksanaan dari dwifungsinja kini memberikan kesan umum jang agak atjak2an.
Itulah salah satu sebab timbulnja salah faham maupun hubungan jang tidak selalu serasi antara kaum militer dan kaum sipil. Amat terasa tiadanja kebidjaksanaan jang terarah dalam melaksanakan kekaryaan. Menimbulkan kesan makin hari makin meluas, sehingga kelompok sipil merasa terdesak.
Di negara dimana politik sebagian berarti pembagian djabatan kekaryaan militer jang tidak tertib menimbulkan konflik2 kepentingan. Apalagi djumlah djabatan2 itu terbatas dibandingkan dengan djumlah orangnja.
Ketjuali tampak dari semangat amanat Presiden, self kritik tertjermin dalam perintah harian Presiden. Perintah harian kelima berbunji: “Djauhkan diri dari segala tindakan jang bertentangan dengan peraturan2 jang berlaku dan jang mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional, dalam usaha2 memelihara kesedjahteraan pradjurit.
Seharusnja bagi suatu organisasi militer, apabila Panglimanja mengeluarkan perintah, maka segera perintah itu dilaksanakan bahkan menurut makna harfiahnja. ltulah kekuatan organisasi militer disiplinnja dan kepatuhannja pada hirarki.
Dalam masalah ini tidaklah demikian halnja. Bukan hanja karena disiplin masih harus diperbaiki, tetapi terutama karena persoalannja bukanlah persoalan teknis-militer melainkan soal militer-sosial, jang kompleks.
Tetapi adanja perintah itu, djuga adanja usaha2 Pimpinan ABRI untuk menertibkan bidang usaha kesedjahteraan, membuktikan bahwa ABRI tanggap terhadap kritik dan koreksi masjarakat. Serta berusaha untuk memperbaikinja. lni amat kita hargakan.
Kita akan tetap membantu usaha itu. Tjaranja dengan sikap menundjukan pengertian akan kompleksnja persoalan, perlunja suatu proses tetapi djuga dengan tjara memberikan kritik dan koreksi serta mempertjepat proses penertiban itu. (DTS)
Sumber: KOMPAS (06/10/1969)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 395-396.