TAFSIRAN LETDJEN SOEHARTO LENJAPKAN TAFSIRAN SEMPIT DARI SURAT PERINTAH TGL. 11 MARET

TAFSIRAN LETDJEN SOEHARTO LENJAPKAN TAFSIRAN SEMPIT DARI SURAT PERINTAH TGL. 11 MARET [1]

Djakarta, Angkatan Bersendjata

Harian “Kompas” tgl. 27 Mei dalam ruangannja “Kompasiana” jang menjoroti keterangan Waperdam Hankam a.n. tgl. 24 Mei jl. dalam DPRGR tentang Surat Perintah tgl. 11 Mei menamakan peristiwa itu sebagai kedjadian penting, sebab berhasil melenjapkan segala matjam tafsiran tentang surat perintah tgl. 11 Maret itu termasuk tafsiran oknum2 plin-plan jang menggunakan untuk mengatjaukannja dan jang kontan ditangkap pada tgl. 11 Maret itu.

Dibawah ini kami muat in concreto rubriek “Kompasiana” itu, sbb: Suatu peristiwa penting terdjadi Selasa malam jl. empat hari setelah kita memperingati hari Kebangkitan Nasional.

Kami maksudkan tafsiran jang diberikan oleh Wakil Perdana Menteri bidang Pertahanan dan Keamanan ad interim, Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Djenderal Soeharto tentang Surat Perintah 11 Maret 1966.

Pada pagi2 buta 11 mendjelang 12 Maret 1966 partai2 politik dan organisasi2 massa jg bergabung dalam Front Pantjasila sudah segera memberi tafsiran jang tinggi pada dokumen tsb.

Sesudah itu muntjul oknum-oknum plin-plan untuk mengetjilkan satu makna dokumen hukum itu dengan perkataan lain, untuk memberi tafsiran jang berlainan, jang meremehkan.

Akan tetapi usaha subversif itu gagal. Bahkan oknum2 itu sendiri diamankan, djustru berdasarkan dokumen dari 11 Maret itu.

Segala sesuatu tergantung dari tafsiran (inteprestasi). Oknum2 plin-plan tsb diatas memberi tafsirannja.

Pers, seminar dan symposion Universitas Indonesia memberi tafsirannja pula (“sedjak 11 Maret 1966 bertiup angin baru, angin segar”). Ja, rakjatpun memberi tafsirannja menurut tjaranja jg chas.

Tapi baru tgl 24 Mei jl-Iah Letdjen Soeharto sendiri memberi tafsirannja tentang djangkauan dan makna Surat Perintah 11 Maret itu. Tafsiran jang baru datang dua setengah bulan sesudah 11 Maret. Ini menundjukkan watak pemegang surat perintah itu. la baru bertindak (tafsiran) setelah mempertimbangkannja setjara masak, setelah lama berpikir, merenung dan mungkin pun berdoa.

Dan tempat mana jang dipilih Letdjen Soeharto untuk menjampaikan interpretasinja itu?

Di Wisma Dewan Perwakilan Rakjat, jang sedang bersidang setjara paripurna. Ini memberi arti jang besar pada tindakannja itu. Pernjataan interpretatif dari Letdjen Soeharto ini dapat kita petjahkan dalam tiga bagian, Offensif – defensif – dan kembali offensif.

Dalam bagian pertama jang bersifat offensif itu. Tafsiran itu menjerang dan menjapu bersih tafsiran sempit jang hendak meremehkan Dokumen 11 Maret itu.

Kami muat pemberitaan “Antara”: “Djiwa Surat Perintah jl. tidaklah sesempit bidang pertahanan keamanan sadja, melainkan luas lagi daripada itu”.

Setelah menegatifkan serangan pihak lain. Tafsiran itu lalu memberi penilaian jg positif seperti berikut:

“Surat Perintah tgl. 11 Maret 1966, meliputi keseluruhan masalah pemerintahan dan revolusi, meliputi masalah perikehidupan kita, dan dalam hubungannja sebagai media meliputi perwudjudan tjita2 hukum jang mengenai hukum dasar negara, baik hukum jang tertulis, maupun hukum jang tidak tertulis”.

Sedjarah Indonesia jang sedang berdjalan danjang akan datang tersimpul dalam tafsiran serba padat ini.

Dokumen 11 Maret itu meliputi: 1) Setjara keseluruhan (bukan setjara tambal sulam); 2) masalah pemerintahan (executif, legislatif, judikatif); 3) masalah revolusi (jang belum selesai).

Maka itu dengan tepat dikatakan dalam tafsiran itu, bahwa kekuasaan jang dipegang Letdjen Soeharto berdasarkan Dokumen 11 Maret ‘66 itu “meliputi masalah perikehidupan kita”, kita seluruh bangsa Indonesia.

Kekuasaan Letnan Djenderal Soeharto itu bukanlah terbatas pada tindakan atau keputusan djangka pendek, tentang harga batin, tentang pengembalian iuran revolusi 10%, tentang pengamanan menteri ini itu sadja.

Kekuasaan itu pun hendak mendjamin kebahagiaan kita semua dikemudian hari dan untuk ini kekuasaan itupun mau takmau, harus “meliputi perwudjudan tjita hukum (rechtsidenal)” mengenai dokumen hukum terpenting dalam kehidupan setiap bangsa modern, jakni “mengenal hukum dasar negara”.

Akan tetapi kekuasaan itu bukanlah untuk menentukan Undang2 Negara itu. Bukan kekuasaan itu hanja digunakan sebagai media sebagai alat untuk mentjapai rechtsidenal tadi. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (28/05/1966)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 308-310.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.