TAHUN BARU, TANTANGAN BARU [1]
Jakarta, Bisnis Indonesia
Tanpa terasa, hari ini kita telah memasuki hari kedua tahun 1995. Dalam pidato akhir tahun 1994 Presiden Soeharto menggambarkan tidak sedikit tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia di tengah perubahan dunia yang menuju pada suasana persaingan yang lebih bebas.
“Suka atau tidak, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, kita akan masuk dalam suasana perdagangan bebas tadi. Jika kita tidak bersedia ikut dalam arus besar perkembangan dunia itu, maka kita akan tertinggal dan makin jauh tertinggal di belakangan,” tandas Presiden Sabtu malam.
Karena itu, katanya, bangsa Indonesia harus bersiap diri untuk menghimpun seluruh kekuatan ekonomi bangsa, baik yang sudah besar, menengah maupun yang kecil. “Kita harus meningkatkan efisiensi ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing barang dan jasa.”
Meski penegasan ini bukan merupakan pemyataan pertama Kepala Negara, masalah tersebut sangat relevan terutama bagi para pelaku bisnis. Bila penegasan tersebut diulangi, hal ini harus dipandang sebagai isyarat yang lebih tegas bagi para pelaku bisnis untuk meningkatkan efisiensi usaha dan kualitas pelayanan mereka. Tahun 1995 dalam kalender Cina digambarkan berada dalam naungan shio Babi yang melambangkan kemakmuran. Banyak orang berharap tahun ini memperoleh kemajuan usaha dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Tapi tak sedikit pula orang yang dalam kondisi ciong sehingga konon harus ekstra hati-hati dalam melakoni kehidupan tahun ini. Babi, konon pula, binatang yang menabur kebencian dan naif, sehingga konflik kepentingan, apapun alasannya, bisa saja merebak. Apresiasi terhadap ramalan-baik yang didasarkan pada analisis ilmiah maupun perbintangan tadi-bisa penting bisa tidak. Hal tersebut penting bila disikapi sebagai warning untuk meningkatkan sikap kewaspadaan kita bahwa tantangan dan hambatan usaha selalu bisa terjadi. Rasa optimistis yang berlebihan tentu bukan sikap yang bijak, sebaliknya terlalu pesimistis juga bisa menghambat kreativitas. Banyak pengamat meramalkan situasi perekonomian nasional tahun ini berkembang lebih cerah ketimbang 1994. Investasi akan meningkat dan pasar modal juga diramalkan lebih cerah.
“Prospek pasar modal Indonesia sangat cerah karena beberapa alasan fundamental disamping kondisi perekonomian yang makin baik,”kata seorang analis asing. Namun demikian, selalu ada pendapat yang berbeda. Sebuah stasiun televisi asing pertengahan Desember lalu memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan menurun dibandingkan 1994.
Prediksi mana yang akan menjadi kenyataan tentu harus ditunggu hingga penghujung 1995. Tapi mengukur tingkat pertumbuhan suatu negara tak terlepas dari perhitungan yang mencakup ekspor dan impor, investasi serta belanja pemerintah. Dengan demikian, meraih surplus perdagangan yang lebih besar merupakan hal yang sangat penting dan strategis. Dorongan pemerintah terhadap kenaikan laju pertumbuhan ekspor nasional jelas sangat penting, tapi lebih penting lagi usaha dunia usaha untuk menekan setiap unit biaya agar harga jual barang danjasa mereka lebih kompetitif Pada sisi lain pembengkakan nilai impor harus ditekan. Dalam perhitungan trade balance sampai sekarang sebetulnya Indonesia masih sangat diuntungkan dengan kekayaan minyak dan gas bumi. Kalau ekspor hasil alam itu dipisahkan, maka posisi ekspor non migas kita masih belum menggembirakan. Dalam buku Laporan Bulanan Dep. Perdagangan (Okt. 1994) disebutkan nilai ekspor non migas periode Januari-Agustus 1994 sebanyak Rp 19,271 trilyun, sedangkan impomya Rp 18,689 trilyun, sehingga surplusnya hanya Rp 582 milyar. Jumlah itu lebih rendah ketimbang 1993 pada periode yang sama, atau menurun sebanyak 14,5%. Upaya terus mendorong ekspor non migas dengan sekaligus menekan impornya merupakan suatu keharusan. Sebab Indonesia juga masih menghadapi kelemahan dalam neraca jasa-jasa (current account) yang selalu menunjuk angka defisit dalam jumlah besar. Usaha keras itu harus dilakukan bukan semata karena faktor internal, tapi juga pertimbangan bahwa negara-negara pesaing bekerja keras pula untuk meningkatkan efisiensi mereka. Mengenai investasi, meski tahun lalu dilaporkan terjadi kenaikan kegiatan penanaman modal, hal tersebut baru nilai aplikasinya. Para investor, baik PMA maupun PMDN, belum melakukan kegiatan apapun karena permohonannya belum disetujui. Kalaupun sudah disetujui, pengalarnan menunjukkan tidak semua investor merealisasikan rencana investasi mereka. Cerah tidaknya suasana perekonomian nasional juga bisa tergambar dari pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 1995/96 yang, biasanya, akan disampaikan Presiden Soeharto kepada DPR setiap awal Januari. Meski peran belanja pemerintah makin mengecil, banyak isyarat yang bisa dipetik, misalnya mengenai ekspansi perpajakan. Pemerintah mulai Januari ini memberlakukan UU Perpajakan baru. Jadi, tidak perlu pesimistis, tapi juga jangan terlalu optimistis. Selamat Tahun Baru 1995.
Sumber: BISNIS lNDONESIA (02/01/1995)
___________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 14-16.