TAJUK RANCANA:
MEMURAHKAN HARGA BARANG [1]
Jakarta, BeritaYudha
Sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi minggu ini menilai persediaan 9 bahan pokok, untuk menghadapi bulan puasa dan lebaran, cukup.
Tetapi untuk daging misalnya, pemerintah melihat adanya kemungkinan kenaikan harga yang antara lain ditimbulkan karena siapa konsumen yang baru pada saat -saat terakhir membanjiri pasar.
“Harga baru”, harga setahun sekali, sudah jadi kebiasaan dalam masyarakat kita. Keinginan penjual seolah dituruti begitu saja pada saat-saat lebaran. Suatu kebiasaan berkonsumsi yang tidak rasionil namun begitulah sudah tradisi.
Dahulu, kebiasaan tersebut bukanlah sama sekali subyektif, adalah alat pedagang untuk berspekulasi. Bisa begitu karena didukung oleh sejumlah faktor obyektif; distribusi yang tidak lancar, stok barang yang langka, tidak adanya alat pengendali tak langsung seperti BULOG terhadap harga-harga 9 kebutuhan pokok masyarakat.
Kini kesempatan berspekulasi sudah menciut. Penimbunan barang 9 kebutuhan pokok tidak akan menguntungkan, karena harga-harga terjadi pada pasar terbuka, persediaan barang mencukupi dan distribusinya sudah membaik.
Satu-satunya hal yang mungkin menyebabkan harga bisa tak terkendali, bila melihat kesiap-siagaan pemerintah dan aparat produksi seperti diatas, adalah sikap konsumen sekalipun untuk waktu terbatas. Baru belanja pada saat-saat terakhir, main borong atau memilih pasar yang itu-itu juga.
Masalah cukupnya stok atau berkurangnya kesempatan berspekulasi pada pedagang-pedagang berlatarbelakang luas. Barang 9 kebutuhan pokok bertulang punggung kemampuan dalam negeri untuk berproduksi, kemampuan bahkan melebihi sekedar batas waktu bulan puasa atau lebaran. Itu menyangkut berbagai penciptaan stabilitas.
Begitu juga produksi barang-barang non-kebutuhan pokok untuk sebahagian sudah dapat dipenuhi oleh pabrik atau pengusaha dalam negeri. Bila harga itu terbentuk tidak oleh satu-dua jenis barang tetapi oleh komponen barang dalam masyarakat sehari-hari itu dipengaruhi dan mempengaruhi. Tidak bisa harga batu baterai setinggi langit bila harga beras sesungguhnya murah dstnya.
Dalam hal inilah murahnya harga-harga barang pada umumnya akan dapat secara relatif menurunkan juga harga-harga yang lain kecuali bila pengawasan dan pengendalian terhadap meluasnya barang atau pasar eksklusif memang tidak tertangani.
Begitupun terhadap kesediaan pemerintah seperti diucapkan Menteri Keuangan Ali Wardhana ketika melantik Dirut BDN dan Bapindo tempo hari.
Dewasa ini kita mencatat kenaikan harga rata-rata 1,1 % perbulan atau 13,1 per tahun, angka ini masih hendak diturunkan terus. (DTS)
Sumber: BERITA YUDHA (28/8/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 728-729.