TAJUK RENCANA : AJAKAN PRES. SOEHARTO [1]
Jakarta, Suara Karya
KETIKA menerima delegasi Serikat Penerbit Surat Kabar, Presiden mengemukakan ajakannya kepada PWI dan SPS untuk ikut memikirkan bagaimana mempancasilakan pers Nasional baik di hidang idiilnya maupun di hidang pengusahannya. Dalam menguraikan ajakannya itu Presiden Soeharto lebih jauh menguraikan sifat-sifat pers nasional yang merupakan pers yang penuh dengan idealisme.
Kalau kita mencoba berkaca kepada sejarah maka tampak bahwa pers kita adalah pers perjuangan, pers yang hidup dengan bara dan api idealisme. Pers perjuangan ini pulalah merupakan tempat persemaian dari pemimpin-pemimpin kebangsaan ketika itu, dan juga motor penggerak perjuangan terhadap kaum penjajah. Namun saat itu sebagai pers perjuangan, ia belurn lagi berkembang pesat sebagai suatu industri besar, sehingga masalahnya masih sederhana, dan kepentingan idiil yang melandasinya tidak pemah bertarung dengan kepentingan komersil.
Setelah merdeka, wujud idealisme pers yang kita warisi itu tetap menyala, hanya medan juang yang tadinya satu, terpecah di dalam pelbagai kepentingan golongan yang tumbuh. Dalam sejarah pers tercatat perkembangan yang ekstrim, di mana “kebebasan demi kebebasan” pernah kita rasakan, demikian pula kebebasan pers yang diketatkan di dalam masa demokrasi terpimpin.
Pemerintahan Orde Baru kembali meletakkan fungsi pers kepada tempatnya yang benar, dengan meletakkan kebebasan dan tanggungjawab berdampingan, karena “kebebasan demi kebebasan” saja tidak pula dapat diterima, seperti ditegaskan oleh Presiden. Tiap kebebasan membawa tanggungjawab, dan karena pers adalah merupakan suatu lembaga masyarakat yang penting, maka di samping kebebasan yang memang diakui itu, ia pun diminta memberikan tanggungjawabnya yang lebih besar. Baik dalam GBHN maupun Ketetapan-Ketetapan MPR jelas dicantumkan bahwa pers mempunyai hak kritik dan kontrol.
Yang patut sekali ditanggapi dari ajakan Presiden ini adalah pula bentuk pengusahaan pers Nasional kita. Kita menyambut gembira konstatasi Presiden, karena pers kita sekarang sudah berkembang lebih dari dahulu, dan perusahaan pers sekarang sudah termasuk perusahaan besar, baik ditinjau dari jumlah buruh yang dipekerjakan, modal maupun tenaga mesin yang dipergunakan. Disini terletak kepentingan kita untuk membina suatu bentuk pengusahaan, yang tidak hanya mendorong timbulnya kreativitas akan tetapi juga menjamin kebebasan dan tanggungjawab pers tadi.
Karyawan pers yang mendapatkan penghasilan yang layak danjaminan yang layak, merupakan tiang untuk dapat mengembangkan pers yang sehat, kreatif dan dapat menjalankan fungsinya secara benar. Suatu paduan yang serasi antara segi idiil dan segi komersiil haruslah dapat dikembangkan, sehingga ia tidak akan berkembang menjadi pers komersiil yangjahat yang hanya menyentuh selera buruk masyarakat. Suratkabar yang hanya mendasarkan dirinya kepada kepentingan komersiil mudah sekali terjerumus kepada suratkabar yang oleh ahli-ahli pers dan para wartawan sering disebut “published and be damned” (terbit untuk dikutuk).
Kita patut sekali menggaris bawahi sifat idealisme pers kita yang disinggung Presiden, karena tiang idealisme ini tadi akan mencegah berkembangnya pers kita ke arah pers yang hanya mementingkan untung. Tiang idealisme ini tadi pulalah yang merupakan kaitan komitmen kita untuk membina masyarakat yang lebih baik lagi. Idealisme ini pulalah yang akan mencegah tumbuhnya pers golongan yang sempit, yang hanya mendasarkan perjuangan untuk golongan. Suatu pers yang sehat dan dapat maju, hanyalah pers yang dapat melayani kepentingan publik dan dapat mengantarkan masyarakat ke tangga yang lebih maju, lebih sejahtera dandapat mengemban fungsinya secara baik.
Ajakan Presiden ini sudah sewajarnya ditanggapi oleh PWI dan SPS. Sebentar lagi akan diadakan pula sidang Dewan Pers. Kiranya masalah-masalah yang kita kemukakan dan banyak disinggung Presiden patut sekali diperhatikan.
Hendaknya jangan dilupakan bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup akan pula dapat kita terapkan di dalam pengembangan pers Nasional, baik segi idiilnya maupun di segi pengusahannya. (DTS)
Sumber: SUARA KARYA (15/06/1976)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 223-224.