TAJUK RENCANA: BUKAN SEKADAR MEMIN DAHKAN PENDUDUK[1]
Jakarta, Suara Pembaruan
PRESIDEN SOEHARTO membantah pendapat kalangan tertentu diluar negeri bahwa program transmigrasi, telah mengakibatkan penduduk asli tersisih. Hal ini dikemukakan Kepala Negara pada acara panen raya dan pembukaan ruas jalan Merauke-Tanah Merah-Waropko, di daerah transmigrasi Tanah Miring III, Merauke, Irian Jaya hari Sabtu (7/5) lalu.
Menurut Presiden, program transmigrasi kita bukan hanya memindahkan penduduk. Melalui program transmigrasi, berbagai potensi alam justru dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk penduduk aslinya. Lebih jauh Presiden mengingatkan, kegiatan transmigrasi selama itu diarahkan untuk menunjang pembangunan daerah, penataan penyebaran penduduk yang serasi dan seimbang serta memperbaiki taraf hidup transmigran dan penduduk setempat.
DARI penegasan Kepala Negara yang singkat itu, kita dapat membaca berbagai aspek permasalahan pemindahan penduduk, sebagai akibat ketimpangan demografi di Indonesia. Sejak zaman penjajahan, penyebaran penduduk yang tidak merata tapi terkonsentrasi di Pulau Jawa, telah menjadi salah satu kendala pembangunan. Sebab itu, pada abad yang lalu salah satu slogan pemerintah kolonial yang terkenal adalah “edukasi, irigasi dan transrnigrasi” yang dicetuskan salah seorang Gubernur Jenderal Belanda. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, dapat menjadi potensi pembangunan yang luar biasa bila tersebar merata di seluruh Nusantara yang secara geografis sangat luas itu. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu dapat menjadi endala bahkan ancaman bagi pembangunan nasional bila terkonsentrasi pada wilayah tertentu saja.
Kondisi geografis dan demografis itulah yang membuat Indonesia menempati posisi yang unik di dunia. Mungkin Indonesia merupakan satu-satunya negara yang mempunyai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Rutan dalam Kabinet. Juga di bidang legislasi, Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang mempunyai Undang-undang khusus untuk transmigrasi, yakni UU Nomor 3Tahun 1972 tentang ketentuan Pokok Transmigrasi dan dijabarkan lebih Ianjut dalam PP Nomor 42 Tahun 1973. Hal ini menunjukkan, betapa pentingnya upaya memeratakan penyebaran penduduk di negeri ini.
SAAT ini kepadatan penduduk Pulau Jawa sekitar 900jiwa/km 2. Penduduk yang harus dipindahkan ke luar Jawa sekurang-kurangnya 2,5 juta jiwa tiap tahun sedangkan kemampuannya hanya 50 ribu kepala keluarga atau 250 ribu jiwa per tahun. Dilihat dari segi sasaran pembangunan, dalam Pelita VI akan ditransmigrasikan 600 ribu Kepala Keluarga (KK), untuk mengisi sekitar 12 ribu desa yang saat ini relatif masih sangat tipis kepadatannya dan letaknya terpencil. Jumlah transmigran itu terdiri dari 250 ribu KK transmigran swakarya/mandiri dan 350 ribu KK transrnigran umum. Untuk menampung mereka akan dibangun 600 ribu unit perumahan serta 17ribu km poros jalan untuk membuka isolasi. Untuk transmigrasi dan perambah hutan dalam APBN 1994/95 disediakan anggaran Kp 956 miliar. Angka-angka tersebut menunjukkan betapa ambisiusnya sasaran transmigrasi yang ditetapkan itu, dan jelas untuk melaksanakannya diperlukan dana yang sangat besar.
ASPEK lain yang perlu diantisipasi adalah segi politisnya yang serba dilematis. Program perpindahan penduduk dari Pulau Jawake luar Jawa selama ini hanya diikuti dengan pola pembangunan pertanian yang kuat di daerah transmigrasi. Dan kurang diikuti dengan perubahan orientasi pembangunan bidang lainnya. Mungkin karena itulah, timbul anggapan bahwa transmigrasi selama ini diidentikkan dengan pemindahan kemiskinan. Pada sisi lain, tidak sedikit transrnigran yang berhasil meningkatkan taraf hidup mereka yang kadang kala melampaui tingkat kesejahteraan penduduk asli setempat. Dalam konteks ini, perlu diantisipasi kecemburuan sosial yang dapat memunculkan pandangan seakan-akan penduduk asli tersisih. Kita juga dihadapkan pada gelagat heterogenitas yang dapat mengandung potensi disintegrasi nasional. Oleh karena itu, diperlukan sikap yang arif dan bijaksana dalam menangani transmigrasi yang mutlak dilaksanakan dalam kerangka wawasan kebangsaan. Dalam konteks ini, upaya memperbaiki taraf hidup transmigran dan penduduk asli setempat agar serasi dan seimbang, menjadi sangat penting agar kita dapat merealisasikan pemerataan penyebaran penduduk tanpa menimbulkan gejolak instabilitas yang mengganggu.
Sumber: SUARA PEMBARUAN (11/05/1994)
______________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 774-775.