Tajuk Rencana : KUNJUNGAN PRESIDEN KE JERMAN DAN PTE
Jakarta, Suara Karya
ENAM hari sepulang menunaikan ibadah haji, Selasa lalu, Presiden Soeharto meninggalkan tanah air untuk suatu kunjungan kenegaraan ke Jerman yang sudah bersatu guna memenuhi undangan Presiden Republik Federasi Jerman, Dr Richard von Weizsaecker. Tampaknya, kunjungan kenegaraan ini bertitik berat ekonomi, seperti terlihat dari para menteri yang menyertai Presiden serta pertemuan pertemuan yang diadakan dan obyek obyek yang akan ditinjau.
Dalam pembicaraan Presiden Soeharto dengan rekannya Presiden von Weizsaecker, di Bonn, Rabu lalu, menurut Mensesneg Moerdiono, yang memberikan keterangan pers tentang pembicaraan itu, Presiden Soeharto menegaskan, yang penting bagi Indonesia dan negara negara berkembang umumnya bukanlah bantuan ekonomi, tetapi bagaimana agar memperoleh akses ke pasar Eropa bagi produksinya.
Menanggapi apa yang dikemukakan Presiden Soeharto, menurut Moerdiono, Presiden Jerman berjanji akan memperjuangkan agar terbentuknya Pasar Tunggal Eropa tetap menjamin lancamya arus barang dari negara negara lain ke Eropa Barat atau ke Jerman sendiri.
TERBENTUKNYA Pasar Tunggal Eropa (PTE) pada akhir 1992 atau lebih kurang satu setengah tahun lagi, memang banyak menimbulkan kekhawatiran negara negara yang bukan anggota Masyarakat Eropa (ME). Bahkan, ada yang mengatakan dengan terbentuknya ME dan PTE akhir 1992, Eropa Barat akan menjadi semacam fortress atau benteng ekonomi yang akan sulit dimasuki oleh produk-produk dari luar.
Dan, kekhawatiran itu makin kuat karena dengan bersatunya Jerman serta proses demokratisasi yang melanda Eropa Timur, maka keseluruhan Eropa dapat berkembang menjadi satu kesatuan ekonomi yang akhirnya bersifat autarkis sehingga tidak lagi memerlukan kerja sama dengan dunia luar.
MENGHADAPI kemungkinan yang mengkhawatirkan itu, maka kunjungan Presiden Soeharto dan rombongan ke Jerman, yang langsung atau tidak, tampaknya, juga membawa suara negara berkembang khususnya Asean, mempunyai makna masa depan yang cukup strategis.
Sebab, dengan penduduk 12 negara negara ME yang berjumlah 320 juta (belum termasuk Jerman Timur yang kini bersatu dengan Jerman Barat), PTE merupakan potensi pasar yang paling besar dari pasar manapun, kecuali Cina dan India.
Namun, jauh berbeda dari Cina dan India, daya serap PTE terhadap produksi negara berkembang seperti Indonesia jelas lebih besar. Juga jauh lebih besar bila dibandingkan dengan Jepang, misalnya, yang selama ini menjadi tujuan terbesar ekspor Indonesia.
Dalam konteks itulah kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Jerman yang sekaligus, tampaknya, juga diisi dengan kunjungan kerja mempunyai arti strategis.
Kita katakan strategis karena dengan terbentuknya PTE pada akhir 1992, masuknya produk-produk ekspor dari luar ke PTE hanya bisa bersaing jika menggunakan formula kerja sama tertentu sebagai akses. Dan, terciptanya akses itulah yang ditegaskan Presiden Soeharto dalam pembicaraan dengan rekannya Presiden von Weizsaecker.
BAGAIMANA hasil konkretnya nanti tentulah amat tergantung dari tindak lanjut baik pada tingkat pemerintahan maupun tingkat dunia usaha. Izinkan kita menggaris bawahi hal ini karena pembangunan akses ke PTE juga menjadi sasaran negara negara lain. Bahkan, juga Jepang yang sudah sejak cukup lama melakukan rintisan dan meletakkan semacam beachhead untuk memperoleh posisi yang cukup kuat menghadapi terbentuknya PTE akhir 1992.
Ditinjau dari sudut itu, barangkali boleh dikatakan Indonesia, kalau toh belum terlambat, paling tidak harus berkejar-kejaran dengan waktu, terutama dalam sektor yang menjadi garapan dunia usaha. Dalam kaitan itulah tindak lanjut dari rintisan yang dilakukan pada tingkat pemerintah yang kini dimahkotai oleh kunjungan Presiden Soeharto dan rombongan, seyogyanya secepat mungkin disambut oleh dunia usaha.
Untuk itu, barangkali Kadin Indonesia dapat berperan lebih besar. Bahkan, seyogyanya lebih besar dari peranannya dalam mengembangkan kerja sama Indonesia dengan Cina. (SA)
Sumber : SUARA KARYA(05/07/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 446-448.