TAJUK RENCANA : MAKNA KUNJUNGAN PRESIDEN KE SULUT [1]
Jakarta, Suara Pembaharuan
DARI kunjungan singkat Presiden Soeharto dan rombongannya ke Sulawesi Utara (Sulut), dapat kita simak tiga hal pokok. Pertama, kalau dikaitkan dengan upaya pemerataan pembangunan sampai ke daerah-daerah, maka kunjungan Kepala Negara ke daerah itu dapat mendorong dan memberi harapan bagi peningkatan pembangunan Indonesia bagian timur (IBT).
Seperti diketahui, selama ini dirasakan bahwa pembangunan di belahan timur Indonesia sangat ketinggalan bila dibandingkan lajunya pembangunan di belahan barat negeri ini (Sumatera dan Jawa). Beberapa tahun lalu kesenjangan pembangunan antara kedua wilayah itu menjadi topik perhatian nasional, lalu diseminarkan kemudian disusulkan dengan suatu kebulatan tekad untuk meningkatkan investasi di ITB.
Namun upaya itu belum berjalan sebagaimana diharapkan antara lain karena letak geografisnya yang terpencil dan terpencar pada wilayah yang sangat luas, dan belum tersedianya sarana dan prasarana yang cukup.
Dalam kebijakan strategi pembangunan telah digariskan pemerataan harus disertai pertumbuhan dan dapat dicapai jika tiga syarat pokok dipenuhi. Yakni makin meratanya kesempatan dan peluang yang terbuka bagi seluruh rakyat untuk berperan dalam pembangunan. Syarat lainnya adalah makin meratanya kemampuan rakyat dalam memanfaatkan kesempatan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dan sebagai syarat ketiga adalah makin kukuhnya semangat kebersamaan, kesetiakawanan dan persatuan.
Ketiga syarat itu belum dapat dipenuhi di wilayah IBT. Oleh karena itu, upaya untuk memenuhi ketiga syarat itu perlu ditingkatkan agar pembangunan di daerah daerah tidak terlalu ketinggalan.
KEDUA, dari acara kegiatan Kepala Negara di Sulawesi Utara, yang demikian padat dan beraneka ragam itu, dapat kita simpulkan betapa kompleks dan luasnya pembangunan nasional. Mulai dari pelestarian alam di mana penghijauan mempunyai peranan penting, pelaksanaan fisik pembangunan itu sendiri yang perlu terus-menerus dilakukan agar terjadi pertumbuhan sampai pada penerapan asas dan tujuan pembangunan agar terdapat pemerataan dan keadilan.
Rombongan Presiden antara lain menghadiri acara puncak Pekan Penghijauan Nasional (PPN), peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) 1992 yang dipusatkan di Desa Bongohulawa, Kabupaten Gorontalo, serta peresmian Taman Nasional Nani Wartabona, Taman Nasional Bunaken, keduanya terletak di Sulut, dan Taman Rutan Raya R. Suryo yang terletak di Jawa Timur.
Selain itu, Presiden secara simultan meresmikan delapan proyek senilai Rp.360 miliar yang terdiri atas pabrik gula di Gorontalo seharga Rp.300 miliar, pabrik pengalengan ikan tuna di Kodya Bitung, senilai Rp.17,5 milyar, pabrik tepung tapioka senilai Rp.20 milyar, pabrik rokok senilai Rp.6 milyar, pabrik pengolahan sabut kelapa senilai Rp.3,544 milyar dan Monumen Trikora Mandala Sakti yang dibangun dengan biaya Rp.2,670 milyar di Kabupaten Minahasa.
Ketiga, pada acara puncak PPN dan HKSN di Gorontalo, hari Kamis (24/ 12), Presiden Soeharto kembali mengingatkan semua kegiatan pembangunan harus dapat mewujudkan keadilan sosial. Menurut Presiden, arab pembangunan menuju pencapaian hal itu perlu dipegang teguh.
Karenanya, menurut Presiden, rasa kesetiakawanan sosial harus tetap diperkuat, sebab pembangunan nasional mengutamakan kemakmuran masyarakat, bukan untuk kemakmuran orang-seorang. Kesetiakawanan sosial pun harus terasa dalam semua kehidupan masyarakat, bukan harus ditunjukkan melalui upacara-upacara pada setiap tanggal 20 Desember.
TAMPAKNYA apa yang diungkapkan oleh Kepala Negara perlu ditekankan berulang kali apabila pemerataan yang kita dambakan itu dapat bersifat mendasar dan lestari. Sebab, dari pengalaman, kita melihat, stabilitas yang mantap dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hanya mempunyai makna yang berarti bagi rakyat Indonesia apabila hal itu disertai dengan pemerataan yang harus menyatu dengan struktur ekonomi dan masyarakat.
Mungkin di situlah letak esensi peningkatan kesadaran kesetiakawanan sosial yang perlu dipupuk terus bukan saja dikalangan pemerintahan, tapi juga terutama di kalangan masyarakat itu sendiri, khususnya para pelaku ekonomi.
Pemerataan perlu senapas dengan pengertian bahwa pembangunan nasional bertumpu pada peran serta seluruh rakyat. Seperti sering juga ditekankan, pemerataan itu harus dinamis yaitu tidak membagi “kue” yang sama secara lebih merata, tapi membagi “kue” yang makin lama makin besar. Dinamika pemerataan itu harus dapat juga menjangkau pembangunan antar-daerah.
Sumber: SUARA PEMBARUAN (28/12/1992)
_______________________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 649-651.