Tajuk Rencana : MAKNA LAWATAN PANJANG PRESIDEN SOEHARTO
Jakarta, Suara Pembaruan
PRESIDEN dan lbu Tien Soeharto beserta rombongan hari Rabu pukul 21.30 tiba di Tanah Air dengan selamat, setelah melakukan perjalanan terpanjang ke luar negeri yang dimulai 19 November lalu.
Walaupun Presiden Soeharto mempersingkat kunjungannya di Senegal, perjalanan kali ini merupakan yang terlama dan terpanjang yang pemah dilakukan Kepala Negara selama ini. Seperti diketahui Kepala Negara dalam kunjungan kenegaraan ke Meksiko (21-24/11), Venezuela (25-29/11), Zimbabwe (2-3/12), Tanzania (5-8/12) dan Senegal (9-11/12), telah didampingi oleh Menko Ekuin/Wasbang Radius Prawiro, Menlu Ali Alatas, dan Mensesneg Moerdiono.
Dalam perjalanan sekitar 23 hari itu, Kepala Negara juga telah menghadiri dua Konferensi Tingkat Tinggi yakni KTT G-15 yang ke-2 di Caracas dan KTT Organisasi Konferensi Islam ke-6 di Dakar.
Selain itu Presiden Soeharto selama dua KTT itu berlangsung, telah mengadakan serangkaian pertemuan dengan banyak kepala negara.
Pertemuan tingkat tinggi konsultasi Selatan-Selatan (KTT G-15) di Caracas, maupun KTT OKl ke-6 di Dakar itu dinilai sangat penting, mengingat saat ini sedang berlangsung era pasca-perang dingin, dengan dampak peredaan ketegangan Timur Barat.
Perkembangan dunia yang begitu pesat dengan segala dampaknya perlu diantisipasi oleh negara-negara Nonblok. Antara lain keraguan di kalangannya sendiri yang mempertanyakan apakah gerakan Nonblok masih relevan sekarang, kalau hanya dilihat dari dasar pembentukannya semula.
Seperti ditekankan oleh Presiden Soeharto dalam berbagai kesempatan di luar negeri itu, bahwa dilihat dari tujuan Non-Blok semula untuk mencegah peperangan nuklir, juga akibatnya berupa kemiskinan dan keterbelakangan, maka gerakan itu masih diperlukan.
Memang bahaya pecahnya perang nuklir sudah berkurang sebagai akibat berakhirnya perang dingin Timur-Barat, tapi kemiskinan dan keterbelakangan di dunia ketiga masih tetap ada, dan hal ini tampaknya yang masih perlu ditanggulangi bersama oleh Selatan-Selatan.
KUNJUNGAN kenegaraan kedua benua (Amerika Latin dan Afrika) itu dan kehadiran Indonesia pada kedua forum KIT itu, juga mempunyai makna lain. Yakni selain untuk mengumpulkan bahan persiapan bagi KTT Non-Blok tahun depan di Jakarta, juga telah dimanfaatkan untuk menjelaskan persoalan Timtim yang kebetulan sedang disorot di luar negeri.
Seperti diketahui sejumlah negara di Amerika Latin dan di Afrika seperti antara lain bekas jajahan Portugal, Mozambique masih saja terpengaruh oleh unsur-unsur anti-integrasi Timtim. Oleh sebab itu persepsi yang keliru itu memerlukan penjelasan.
Dan hal ini tampaknya telah dilakukan oleh Kepala Negara dan anggota rombongannya di Amerika Latin dan Afrika. Juga dalam kunjungan kenegaraan ini telah dicapai hal-hal kongkret dengan ditandatanganinya sejumlah kerja sama bilateral di berbagai bidang antara lain kerja sama ekonomi, dan teknik.
Dalam berbagai kesempatan Kepala Negara telah menekankan perlunya kerja sama Selatan-Selatan berdasarkan kemandirian dan kenyataan praktis.
Sementara itu dari pandangan para kepala negara yang dijumpai Presiden Soeharto terdapat kesan penilaian positif terhadap peranan Indonesia baik dalam kerjasama Selatan-Selatan, maupun dalam OKI.
Seperti yang dikemukakan Mensesneg Moerdiono, secara keseluruhan kunjungan Presiden Soeharto kali ini dan kehadirannya pada KTT OKI dapat dikatakan sangat berhasil.
Secara garis besar dapat kita simpulkan kongkretisasi KTT G-15 di Caracas bahwa Indonesia tahun depan disepakati sebagai tuan rumah untuk menyelenggarakan pertemuan negara-negara G-15 untuk membahas proyek pembangunan mandiri berkelanjutan sebagai badan bantuan kerja sama teknik Selatan-Selatan.
Juga Indonesia akan menjadi tempat pertemuan untuk membahas masalah utang luar negeri, khususnya dalam menghadapi perundingan internasional dan kontak-kontak dengan badan keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Dua proyek usul Indonesia telah diterima adalah ketja sama produksi pangan, khususnya pendidikan petani-petani Afrika dan pelatihan para ahli untuk meningkatkan produksi pangan di negara-negara berkembang. Proyek lainnya menyangkut Keluarga Berencana dan Kependudukan.
KIT G-15 ke-2 di Caracas telah menandatangani juga keputusan penting yakni status pembentukan Pusat Pertukaran Data Selatan-Selatan tentang Perdagangan, Investasi dan Teknologi.
PADA KTT Organisasi Konferensi Islam Presiden Soeharto telah menyampaikan pandangannya serta usul-usul kongkret, yang dapat menjadi masukan untuk keputusan KTT. Indonesia sebagai negara berpenduduk beragama Islam terbesar di dunia melalui pandangan dan usul-usul itu telah memberikan peranannya dalam mengembangkan dunia Islam.
Antara lain agar KTT ke-6 OKI mengesahkan Deklarasi Lhokseumawe sebagai dokumen resmi kerja sama negara anggota OKI pada bidang kependudukan dan keluarga berencana. Indonesia ingin juga membagi pengalaman dalam mengembangkan metoda produksi beras kepada sesama negara anggota 0KI lainnya.
Indonesia juga bersedia agar pusat latihan komunikasi di Bandung dijadikan fasilitas latihan bagi personel negara anggota OKI, sebagai bagian dari kerja sama teknik antara negara negara berkembang.
Seperti diketahui deklarasi Lhokseumawe (Aceh) adalah basil keputusan Kongres Internasional tentang Islam dan Kebijaksanaan Kependudukan Februari 1990 di Aceh. Sebagai kelanjutannya diadakan Lokakarya Internasional tentang keluarga berencana menurut pendekatan dan tuntutan Islam.
Selain mengajak OKI agar dapat memainkan peranan penting dalam penyelesaian masalah Arab-Israel Kepala Negara juga menyambut konferensi perdamaian Madrid yang diprakarsai AS dan Soviet.
Di bidang ekonomi tentu diharapkan agar OKI terus mendesak negara maju melakukan tindakan kongkret terhadap deklarasi MU-PBB pada sidang khusus ke- 18. Antara lain perlunya pengurangan beban utang luar negeri, peningkatan arus dana pembangunan, mempersiapkan aset pasar bebas bagi hasil produksi negara berkembang, pemantapan pasar komoditi primer, alih teknologi dan alih ilmu pengetahuan bagi pembangunan.
Kita tentu mengharapkan agar komitmen-komitmen yang disepakati dalam kedua KTT itu, kelak dapat diterjemahkan ke dalam tindakan-tindakan yang kongkret secara berkelanjutan demi kepentingan bersama untuk memajukan negara-negara berkembang.
Kiranya KTT-KTT yang akan datang tidak hanya mampu mengambil keputusan tapi juga mampu melaksanakannya. Dan kiranya juga tahun depan Indonesia bukan hanya berperan sebagai tuan rumah yang ramah, tapi juga dapat tampil sebagai pembaharu kelompok Nonblok. (SA)
Sumber : SUARA PEMBARUAN (13/12/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 401-403.