TAJUK RENCANA : “SAYA KATAKAN ITU SALAH”

TAJUK RENCANA : “SAYA KATAKAN ITU SALAH”[1]

Jakarta, Angkatan Bersenjata

BISAKAH seorang pemimpin suatu negara berhasil dalam pembangunan tanpa peran aktif masyarakatnya. Atau bisakah suatu masyarakat dalam suatu negara berhasil membangun negaranya tanpa kehadiran seorang pemimpin  yang cakap dan bijaksana.

Kita bisa berbeda pendapat. Di satu pihak ada yang lebih menekankan pentingnya masyarakat dalam pembangunan. Masyarakatlah yang membangun. Masyarakatlah yang bergerak. Di sini peran pemimpin menjadi kecil Tetapi di lain pihak ada pendapat yang menekankan pentingnya peranan seorang pemimpin dalam suatu negara. Dialah yang mengatur, Dialah yang menggerakkan masyarakat. Dialah yang menggerakkan roda pembangunan Peran pemimpin menjadii dominan dalam pendapat yang terakhir ini.

Kita ketengahkan kembali permasalahan ini karena ada hal yang menggelitik yang diketengahkan oleh Presiden Soeharto ketika menerima 250 peserta Pekan Wayang Indonesia di Istana Negara, Selasa lalu.

Pak Harto ketika itu mengatakan,

“Ada orang yang mengatakan entah basa-basi atau tidak, kalau bertemu dengan saya selalu memberikan kata-kata yang menyeramkan bagi saya. Bahwa seolah-olah pembangunan ini hasil kepemimpinan saya. Saya katakan, itu salah.”

Menurut Pak Harto, apa yang ia lakukan dalam jabatannya sebagai Presiden RI, selalu berdasarkan konstitusi dan sesuai dengan apa yang dikehendaki rakyat.

Dalam kata lain rakyatlah yang menjadi pokok pembangunan itu sendiri. Rakyat melalui wakil-wakilnya di MPR/DPR merumuskan keinginan-keinginannya itu dalam GBHN. Presiden sebagai mandataris MPR kemudian menjalankan keinginan rakyat tersebut.

Hasil pembangunan itu telah sama kita rasakan. Dari negara yang hanya mempunyai GNP US$ 90 pertahun pada saat Indonesia mulai membangun, kini selama lima Repelita GNP kita telah melesat menjadii US$ 630 pertahun. Negara­negara lain, menurut Kepala Negara, juga telah banyak yang mengakui hasil-hasil pembangunan yang telah kita capai. Badan-badan internasional seperti Unicef, Unesco dan badan-badan internasional lainnya mulai ikut memperhitungkan keberhasilan­keberhasilan yang telah dicapai negara ini.

Mereka memberikan penghargaan-penghargaan internasional atas keberhasilan Indonesia. Di bidang Keluarga Berencana, pertanian, pengelolaan pinjaman dan sebagainya. Maksud penghargaan ini menurut Pak Harto, adalah untuk menggunakan contoh Indonesia sebagai suatu negara berkembang  yang berhasil. Badan-badan internasional itu mempunyai kepentingan agar negara berkembang lainbisa mengikuti cara-cara Indonesia dalam mengelola negaranya.

Masyarakat memang telah merasakan itu semua. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya bukan sekadar semboyan kosong. Pak Harto anak petani yang memimpin perjalanan bangsa ini sejak pemerintahan Orde Baru sangat merasakan betul apa arti kepentingan rakyat. Apa arti kepentingan orang-orang kecil di desa yang menjadi nelayan petani dan pekerja kelas bawah.

Hampir dalam setiap sisi pembangunan kepentingan rakyat kecil tidak pernah sepi dari perhatian Pak Harto. Ada program anak dan bapak angkat, ada program pemberian sebagian laba BUMN untuk membina, industri kecil, ada program koperasi di pedesaan. Dan terakhir yang kini masih hangat adalah program pengentasan kemiskinan.

Tetapi sebanyak keberhasilan yang telah dicapai selama ini, masih saja ada orang yang belum bisa mengakui hasil pembangunan. Karena keinginan kelompok tersebut lebih besar dari apa yang telah kita hasilkan. Pak Harto tersenyum:

“Tidak apa­ apa. Ini merupakan cambuk untuk meningkatkan pembangunan,” kata Presiden.

Jika dalam awal tajuk ini kita mempertanyakan mana yang lebih penting antara masyarakat dan pemimpinnya, maka dalam kaitan dengan penyataan Pak Harto di atas, akan terlihat suatu benang merah yang menghubungkan semua kepentingan itu. Masyarakat perlu pemimpin yang cakap dan bijaksana. Sebaliknya pemimpin juga memerlukan masyarakat yang mempunyai motivasi yang kuat untuk menjaeljauh lebih maju.

Pak Harto telah menjadi pemimpin rakyat Indonesia yang menjalankan kepemimpinannya berdasarkan keinginan rakyat. Sebaiknya rakyat yang dipimpinnya juga bisa menerima cara-cara kepemimpinan yang selama ini dijalankan Pak Harto.

Dengan kata lain dalam era Orde Baru, keduanya, yakni masyarakat dan pemimpinnya, sudah berjalan dalam irama yang selaras, serasi dan seimbang.

Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (22/07/1993)

_________________________________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 179-181.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.