TAJUK RENCANA: SOAL-SOAL YANG AKAN DISIMAK PAK HARTO DI CONPENHAGEN DAN SARAJEVO

TAJUK RENCANA: SOAL-SOAL YANG AKAN DISIMAK PAK HARTO DI CONPENHAGEN DAN SARAJEVO[1]

 

Jakarta, Kompas

KUNJUNGAN Presiden Soeharto ke Denmark, Kroasia, dan Bosnia­ Herzegovina, tampaknya akan memiliki dimensi dan makna yang unik. Di Copenhagen, Denmark, Kepala Negara akan menghadiri Konferensi Pembangunan Sosial PBB, sementara di Kroasia dan Bosnia selain untuk memenuhi undangan pemimpin kedua negara-Presiden bennaksud mendapatkan informasi dari tangan pertama mengenai konflik yang berlangsung dan upaya mencari penyelesaiannya.

Setiap kali Kepala Negara meninggalkan Tanah Air untuk muhibah kenegaraan, kita merasa bersyukur dan bangga, bahwa Kepala Negara Indonesia tetap dengan bersemangat tampil di kancah internasional mewakili bangsanya. Tidak jarang, dalam kehadiran itu yang pertama-tama disampaikan justru kepentingan bangsa yang dikunjungi. Kunjungan ke Kroasia dari Bosnia-Herzegovina kiranya dengan gemilang melukiskan hal itu, karena melalui kunjungan ke wilayah yang dikoyak peperangan ini kita ingin menyampaikan simpati kita yang dalam terhadap semua penderitaan yang dialami khususnya oleh rakyat Muslim Bosnia. Sementara kunjungan ke Copenhagen akan memberi kesempatan kepada Presiden untuk mendapatkan informasi mutakhir mengenai problema yang ada dalam upaya pembangunan sosial di berbagai negara, khususnya negara berkembang. Kunjungan Kepala Negara ke Copenhagen ini pun dapat kita katakan kunjungan yang berani, karena di ibu kota Denmark ini diberitakan ada kelompok-kelompok yang berpotensi unjuk rasa untuk memprotes isu-isu pelanggaran HAM yang dituduhkan pada pemerintah Indonesia.

SEPERTI telah dilaporkan harian ini selama beberapa hari terakhir, KTT Pembangunan Sosial di Copenhagen- sebagaimana dinyatakan oleh Sekjen PBB Boutros Boutros-Ghali dalam pidato pembukaan Senin lalu – berupaya mendapatkan tataran keija baru untuk mengatasi kemiskinan di dunia dan aneka permasalahannya. Namun upaya mulia ini tampaknya juga tidak bakal terlalu  sukses, karena sejumlah pemimpin negara utama-dalam hal ini AS, Inggris dan Rusia- tidak akan ada di antara Ill kepala negara/pemerintahan yang sudah dilaporkan akan hadir. Ini seolah menyiratkan, bahwa KIT ini mungkin hanya akan berhenti pada retorik. Sebagai konperensi besar yang membahas masalah mondial, yang segera muncul adalah bayangan beda pandangan antara negara maju dan negara berkembang. Kemarin kita membaca, bahwa salah satu harapan negara berkembang melalui KTT ini adalah penghapusan utang mereka ke negara maju. Segera saja kita menemukan, bahwa isu di sekitar ini mudah memicu, perbedaan tajam. Kemarin wartawan harian ini melaporkan munculnya perdebatan sengit menyangkut definisi “hak untuk membangun” dalam klausul hak asasi manusia. Dijantung persoalan, negara maju tidak sependapat dengan rumusan negara berkembang karena mereka khawatir dituntut kewajiban moral untuk membantu negara berkembang.

Kepala Negara tentu dengan arif akan menyimak, betapa peliknya upaya mengatasi kesenjangan kaya miskin Utara-Selatan, mengingat sebagian kunci penyelesaian persoalan justru ada pada tercapainya saling pengertian antara keduanya, dan pasti kesediaan membantu negara maju. Kita memang cukup sering mendengar ide, bahwa negara berkembang harus berupaya mandiri dalam mengatasi permasalahan yang ada. Tetapi dalam konteks keterkaitan ekonomi dunia, negara berkembang tidak dapat berpretensi hidup dalam vakum internasional.

Penemuan Kepala Negara dengan sejumlah mitranya di Copenhagen diharapkan juga akan menjadi forum tukar-menukar pengalaman dan penilaian atas KTT yang berlangsung, dan kita yakini hal itu dapat bermanfaat untuk membantu menangani permasalahan sosial yang ada di Tanah Air. SEUSAI KTT Copenhagen, Presiden akan terbang pertama-tama ke Zagreb, dan berikutnya dengan menggunakan pesawat PBB, Presiden akan meninjau ibu kota Bosnia – Sarajevo – selama beberapa jam. Kehadiran Kepala Negara di bekas republik Yugoslavia ini paling sedikit akan menambah dukungan moril bagi Bosnia.

Setelah sekian lama tercabik perang, dengan tanpa prospek solusi tuntas, Bosnia memang tengah menghadapi masa suram ketidakpastian. Sebagian pengamat kini malah meramalkan, bahwa konflik akan merebak lagi di wilayah Balkan ini musim semi mendatang. Kemarin kita memang membaca bahwa Bosnia membentuk aliansi militer anti-Serbia, yang dinilai dapat memperkuat front anti-Serbia di kedua negara.Tetapi tetap kita pertanyakan, seberapa jauh keefektifan semua itu guna memperoleh penyelesaian yang tuntas. Sejauh yang kita tangkap,upaya yang telah dicoba oleh Kelompok Penghubung terdiri dari lima negara besar pun tidak akan membawa hasil. Apalagi kita mendapatkan Jatar belakang, bahwa di antara kelima negara yang dimaksud punya pandangan berlain-lainan, dan malah tampaknya berlawanan. Pihak Eropa disebut-sebut yakin, bahwa AS diam-diam mempersenjatai Bosnia, sementara Eropa sendiri cenderung membiarkan konflik bekas Yugoslavia ini menggantung. DALAM perspektif situasi seperti itulah Kepala Negara RI akan mengunjungi Sarajevo. Kita sadari, bahwa ditinjau dari banyak segi, kita memiliki banyak keterbatasan untuk ikut secara aktif menyelesaikan konflik di Balkan ini. Namun satu hal yang jelas adalah bahwa kehadiran Kepala Negara yang juga masih menjabat sebagai Ketua Gerakan Non Blok kiranya dapat menambah suara moral warga dunia yang menghendaki agar konflik Bosnia dapat segera diupayakan penyelesaiannya. Presiden RI selaku pemimpin negara-negara berkembang telah menuna ikan kepercayaan yang diembankan kepadanya untuk menyampaikan pesan di atas melalui kunjungan ke Sarajevo.

Sumber: KOMPAS (09/03/ 1995)

__________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 71-73.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.