TAK ADA LAGI PEMERINTAHAN SENTRALISTIK

TAK ADA LAGI PEMERINTAHAN SENTRALISTIK [1]

 

Jakarta, Suara Karya

MUNGKIN sebagian besar rakyat Indonesia merasa tidak perlu lagi menggali makna terdalam dari lambang negara kita Bhineka Tunggal Ika. Karena sebagai lambang negara keberadaannya sudah melekat dalam kehidupan kenegaraan kita sehari-hari. Apalagi lambang negara yang mengandung arti beraneka ragam tapi satu, itu memang mencerminkan sosok bangsa Indonesia yang serba majemuk, namun dituntut untuk bersatu demi masa depan kita sendiri.

Sadar akan keanekaragaman itulah para pendiri republik ini menetapkan Garuda PancasiIa sebagai lambang yang merefleksikan tekad generasi perintis kemerdekaan dan kemudian dinukilkan dalam Sumpah Pemuda untuk mempersatukan bangsa In­ donesia guna melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Karena itu pula para penyelenggara negara dalam upaya untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan selalu mengingatkan betapa mutlaknya persatuan dan kesatuan. Sebab, sejarah membuktikan hanya dengan itu bangsa Indonesia mampu bangkit dan melepaskan diri dari rantai penjajahan. Juga dengan itu kita dapat melaksanakan pembangunan dengan hasil seperti sekarang.

NAMUN, dengan makin cerdasnya rakyat Indonesia di satu sisi, di sisi lain makin meningkatnya kual itas tantangan internal dan eksternal, optimalisasi pengembangan potensi yang terkandung dalam keanekarag aman itu makin dituntut. Menurut hemat kita itulah intisari dari apa yang dikemukakan oleh Presiden Soeharto, ketika menerima peserta Kursus Singkat Angkatan (KSA) V Lernhannas, Selasa 11 Juli lalu.

Pada bagian awal amanatnya Presiden menyinggung bahwa kita dalam lingkungan strategis baru karena dunia terus bergerak ke arah tatanan baru baik pada tataran pemerintahan maupun tataran kewilayahan dan tatanan kemasyarakatan.

Suatu masalah mendasar yang timbul karena itu merumuskan kembali peranan negara nasional dalam tatanan global. “Di satu pihak, dalam dunia yang makin saling tergantung dan berubah cepat itu tidak akan ada tempat lagi bagi suatu tatanan pemerintahan yang bersifat sentralistik, yang menyerahkan seluruh keputusan kepada pemerintah pusat,”ujar Kepala Negara. Sedangkan di pihak lain, “Juga tidak mungkin untuk menyerahkan sebuah kegiatan kepada dinamika masyarakat itu sendiri”.

INTISARI dari perkembangan baru yang mewarnai tatanan global seperti dikatakan Presiden, kalau dikaji lebih dalam, sudah terkandung dalam lambang negara Bhinneka Tunggal Ika. Namun, sejarah perjuangan bangsa kita yang beraneka ragam karena itu mengandung potensi untuk terpecah belah, tampaknya mengharuskan penyelenggara negara untuk menjadikan ketunggal- ikaan (persatuan dan kesatuan) sebagai acuan utama.

Dalam konteks berkembangnya tatanan baru itu amat mendasar amanat GBHN 1993 mengenai pengembangan otonomi daerah guna meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan. Proses ke arah itu memang mulai dilakukan dengan uji coba otonomi daerah tingkat II. Selain itu guna meningkatkan peranan masyarakat dalam pembangunan pelbagai kebijakan deregulasi telah diambil. Namun, dalam kasus-kasus yang memicu timbulnya isu-isu tentang kartel, monopoli dankolusi, tersirat kearifan untuk menarik garis yang lebih jelas antara kegiatan yang menyangkut kepentingan orang banyak dan kegiatan yang tidak menyangkut kepentingan orang banyak. Begitu pula kearifan untuk mendorong lebih cepat pengembangan golongan masyarakat kecil dan miskin. Dengan itu makna esensial lambang negara Bhineka Tunggal Ika akan benar- benar mewujud dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber: SUARAKARYA(13 /07/1995)

_____________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 241-242.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.