TAMBAHAN INVESTASI 380 JUTA DOLAR UNTUK PLTP SALAK

TAMBAHAN INVESTASI 380 JUTA DOLAR UNTUK PLTP SALAK [1]

 

Jakarta, Antara

Pertamina bersama mitra kontraktor asingnya Unocal Geothermal Indonesia (UGI) menanamkan investasi tambahan 380 juta dolar AS (sekitar Rp760 miliar) bagi proyek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Salak Unit Ill­ VI di Gunung Salak Sukabumi, Jabar, berkapasitas 4X55 Mega Watt (MW).

“Keseluruhan unit pembangkit tambahan itu mulai beroperasi pada akhir Pelita VI atau akhir tahun 1998,” kata Kepala Divisi Panas Bumi Pertamina Prijanto ketika menjelaskan pengoperasian pembangkit panas bumi itu di lokasi PLTP Salak, Sukabumi, Selasa.

Pembangunan empat unit tambahan pembangkit panas bumi itu menyusul rampungnya pembangunan PLTP Salak Unit I dan II yang rencananya akan diresmikan Presiden Soeharto 15 Desember mendatang.

Selain itu juga akan diresmikan PLTP Darajat di Garut 1X55 MW, PLTG Bali 2X42 MW, dan PLTD Tanjungkarang Lombok 2X7,6 MW. Menurut Prijanto, pengoperasian PLTP Salak Unit IV hingga VI nantinya dilakukan dengan sistem build operate and transfer (BOT) selama 15 tahun.

Artinya, Pertamina/Unocal disini terlibat secara “Total Project” mulai dari eksploitasi uap panas bumi, kemudian pembangunan dan pengoperasian pembangkitnya selama 15 tahun sebelum dialihkan kepada PLN selaku konsumennya.

Sementara untuk PLTP Salak unit III nantinya dioperasikan oleh PLN seperti halnya unit I dan II yang akan diresmikan Presiden mendatang ini, katanya. Ia mengatakan hak pengelolaan maupun kepemilikan lapangan panas bumi itu tetap ada di tangan Pertamina, sehingga dalam perjanjian jual-beli uapnya, Pertamina bertindak sebagai penjual, sementara UGI pengirim dan PLN sebagai konsumen.

Lapangan panas bumi di Gunung Salak yang berpotensi menghasilkan energi listrik hingga 330 MW itu dioperasikan oleh UGI berdasarkan Kotrak Operasi Bersama (KOB) dengan Pertamina sejak Februari 1982. Kemudian melalui amandemen pada 16 Nopember 1994 Pertamina bertindak sebagai manajer dan UGI sebagai operator yang menanggung biaya dan risiko operasi.

Untuk kegiatan eksplorasi dan pengembangan lapangan panas bumi Unit I dan II sampai saat ini kontraktor Amerika Serikat telah menanamkan investasi 200 juta dolar AS (sekitar Rp 400 miliar).

Harga Jual

Menurut Prijanto, harga jual uap panas bumi dilakukan dengan sistern kontrak jual-beli antara PLN dengan Pertamina. Harganya sendiri berkisar antara 26 dolar hingga 43 dolar AS per Mega Watt Hour (MWH).

Ia mengatakan harga penjualan itu diperhitungkan dengan biaya produksi uap panas bumi di Gunung Salak yang mencapai satu juta dolar AS (sekitar Rp2 miliar) untuk menghasilkan energi listrik satu Mega Watt. Oleh karena itu untuk menghasilkan rata-rata 55 MW diperlukan “cost” sekitar 50juta dolar AS. Biaya produksi uap panas bumi itu, katanya, berbeda-beda tergantung dari jenisnya.

Kebetulan jenis uap di Gunung Salak tergolong uap basah yang kandungan airnya mencapai 80 persen, sehingga harus menggunakan teknologi tersendiri yang disebut “Separator” untuk pemisahan uapnya. Sementara uap yang dihasilkan di Gunung Darajat kandungan airnya sangat sedikit hanya sekitar dua persen sehingga uap yang disedot dapat langsung digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit, kata Prijanto. Meski investasi PLTP relatif mahal, namun energi itu mempunyai kelebihan sebagai energi yang dapat terbarukan (renewable).

Namun, karena sifatnya yang tidak dapat dipindahkan maupun disimpan, maka potensi panas bumi di Indonesia yang total mencapai 19 ribu MW perlu segera dioptimalkan.

Saat ini pemanfaatan energi itu baru sekitar dua persennya dari total potensi yang ada atau menduduki peringkat lima dunia. Untuk itu, dengan akan dibangunnya pula PLTP-PLTP Wayang Windu, Lahendong, Patuha, Karuha dan pengembangan PLTP Kamojang di Jawa Barat, maka diharapkan pada kahir Pelita VI pemanfataan panas bumi sebagai energi listrik di Indonesia meningkat menjadi sekitar 1.200 MW, kata Prijanto. (T.PE01/B/DN08/ 13/ 12/94 20:14/RU2)

Sumber: ANTARA (13/12/1994)

________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 476-477.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.