TAMPILKNJA KEMBALI BUNG KARNO MEMEGANG PIMPINAN

Major Djenderal Ibrahim Adjie:

TAMPILKNJA KEMBALI BUNG KARNO MEMEGANG PIMPINAN

Menggelorakan Kembali Semangat Persatuan Untuk Menumpas Dalang Serta Kegiatan Gerombolan Kontra Revolusi “G 30 S” [1]

Djakarta, Berita Yudha

Peristiwa “G 30 September” bukanlah persoalan intern Angkatan Darat, atau persoalan antara Angkatan Bersendjata, tetapi bahwa persoalan itu adalah mempunjai latar belakang, mempunjai dasar dan mempunjai tudjuan Politik jang menjangkut keseluruhan bangsa dan keseluruhan negara. Oknum2 Angkatan Darat atau oknum2 dari Angkatan Bersendjata lainnja, hanja merupakan alat. Oknum2 Angkatan Bersendjata jang terlibat atau jang dilibatkan didalam peristiwa apa jang dinamakan “Gerakan 30 September” itu adalah hanja merupakan korban dari permainan politik, jaitu permainan politik dari kaum kontra-revolusi jang hendak mengambil-alih kekuasaan pemerintahan dari P.J.M. Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi, jaitu dari Bung Karno jang kita tjintai.”Hal ini dinjatakan oleh Pangdam VI/Siliwangi Majdjen Ibrahim Adjie, selaku Pepelrada Daerah Tk I Djawa Barat, dim keterangannja didepan DPRD-GR Tingkat I Djawa Barat, Rabu kemarin.

Ditegaskan oleh Djenderal Adjie, bahwa pentjulikan dan pembunuhan terhadap Perwira2 Putjuk Pimpinan Angkatan Darat, dalam mana termasuk J.M. Menteri/Panglima Angkatan Darat sendiri, hanja merupakan bahagian dari rentjana dan usaha permainan politik kontra revolusioner jang hendak mengambil alih kekuasaan politik dan pemerintahan negara. Ini kiranja tjukup djelas, dari pembentukan apa jang dinamakan “Dewan Revolusi Indonesia” tanpa Bung Karno dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora, jang djelas berarti telah mengambil alih hak prerogatip dari P.J.M. Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi, Djenderal Adjie menjatakan kejakinannja, bahwa dengan telah adanja penangkapan dan pemeriksaan terhadap oknum2 pelaksana dari apa jang menamakan “Gerakan 30 September” itu, persoalannja akan semakin djelas dan terang, bahwa pentjulikan, pembunuhan dan pembentukan “Dewan Revolusi Indonesia” itu adalah merupakan permainan politik dari kaum kontra revolusi, dan bukan merupakan persoalan persengketaan didalam Angkatan Darat atau antara angkatan.

Ditandaskan lebih landjut bahwa setiap orang jang mengerti politik dan ketatanegaraan, tentu berdasarkan fakta2 jang njata pada tgl 1 Oktober jang lalu itu, telah mengerti, bahwa kedjadian itu adalah merupakan tantangan terhadap Bung Karno pribadi, terhadap selaku Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi dan djuga terhadap keputusan MPRS jang telah mengangkat Bung Karno sebagai Presiden seumur hidup. Bukan itu sadja, tetapi tindakan kontra revolusi itu djuga merupakan tantangan terhadap falsafah dan landasan hidup Pantjasila, terhadap kebulatan NASAKOM jang oleh sebab itu djuga merupakan tantangan terhadap keselamatan 105 djuta rakjat Indonesia. Dan karena kita djusteru sedang menghadapi konfrontasi jang maha dahsjat, jaitu konfrontasi terhadap nekolim, kedjadian itu adalah djuga merupakan tantangan terhadap Ketahanan Nasional Indonesia. Djadi persoalan jg kita hadapi bukanlah hanja mentjari, menangkap dan memeriksa oknum2 jang telah melakukan pentjulikan dan pembunuhan terhadap Perwira2 Tinggi Angkatan Darat sadja, sebab djelas bahwa persoalannja, bukanlah soal intern Angkatan Darat, bukan soal intern Angkatan Bersendjata, tetapi berupa permainan politik dan meningkat kepada petualangan politik jang kontra revolusioner.

Ditekankannja bahwa jang lebih penting untuk diselesaikan dan jang memang harus diselesaikan adalah, dasar politik dan norma politik ideologis jang telah menjebabkan dan jang telah memainkan peranannja untuk memperalat dan jang telah melibatkan oknum2 Angkatan Darat atau oknum2 dari Angkatan lainnja didalam pentjulikan, pembunuhan dan pengambil alih kekuasaan pada tanggal 1 Oktober jang lalu oleh apa jang menamakan dirinja “Gerakan 30 September” itu.

Kami katakana tadi, demikian Djenderal Adjie, bahwa peristiwa itu adalah merupakan petualangan kontra revolusi, karena dia pada hakekatnja adalah merupakan tantangan terhadap hak prerogatip dari P.J.M. Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi, merupakan tantangan terhadap integritas2 Pantjasila, merupakan tantangan terhadap integritas Adjaran Bung Karno jang mendjadi landasan dan jang mendjadi pedoman bagi Revolusi bangsa dan negara Indonesia; peristiwa itu adalah merupakan tantangan terhadap integritas Ketahanan Nasional kita, terhadap Kewaspadaan Nasional kita didalam konfrontasi melawan nekolim dan djelaslah bahwa peristiwa itu merupakan tantangan terhadap intregitas negara dan bangsa kita jang bertjumlah 105 juta djiwa itu. Landasan dan norma untuk permainan dan petualangan politik inilah jang harus mendapat penjelesaiannja, supaya djangan sampai terulang lagi pertjobaan untuk melakukan petualangan jang menggontjangkan dan jang membahajakan keselamatan dan integritas bangsa dan negara kita itu.

Ditandaskan lagi, dalam pidatonja itu bahwa djusteru karena fungsi Angkatan Bersendjata jang penting itu didalam revolusi Indonesia, djusteru karena semakin madjunja Angkatan Bersendjata kita didalam pembinaannja sebagai alat revolusi, djusteru karena itulah Angkatan Bersendjata itu akan selalu mendjadi sasaran utama bagi kaum kontra revolusi dan Nekolim untuk menggagalkan Revolusi Indonesia. Djusteru karena kami menjadari sedjarah dan fungsi Angkatan Bersendjata, chususnja Angkatan Darat didalam membela dan mengamankan Revolusi Indonesia, kami menjadari pula bahwa Angaktan Bersendjata umumnja, Angkatan Darat chususnja, jang utuh-bulat membela Adjaran Bung Karno, dan utuh-bulat pula berdiri di belakang Pemimpin Besar Revolusi, dengan segala usaha, dengan sendjata politik, dengan sendjata social-ekonomi, bahkan dengan pemberontakan2 bersendjata, akan selalu ditjoba oleh kaum kontra revolusi dan oleh Nekolim untuk melemahkannja, untuk memisahkannja dari Pemimpin Besar Revolusi, untuk memisahkan dan untuk mendeskreditkannja dimata masjarakat. Usaha2 inilah yang kami simpulkan dari kenjataan2 kedjadian dan perkembangan di sekitar peristiwa jang dinamakan “Gerakan 30 September” itu. Tuduhan2 jang dilemparkan kepada Angkatan Darat tentang maksud dan tudjuan apa jang dinamakan “Dewan Djendral”, pentjulikan dan pembunuhan terhadap J.M. Menteri Panglima Angkatan Darat beserta Perwira2 Tinggi pada putjuk pimpinan Angkatan Darat jang dikatakan merupakan persoalan intern AD, adalah merupakan camouflage dari permainan dan petualangan politik kaum kontra revolusi. Jang mendjadi taruhan adalah integritas dan wibawa Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi. Adjaran Bung Karno sebagai landasan dan pedoman Revolusi Indonesia, negara dari 105 juta rakjat Indonesia dan djuga integritas dari pada Ketahanan dan Kewaspadaan Nasional didalam melakukan konfrontasi terhadap Nekolim.

Kaum kontra-revolusi didalam gerakan petualangannja itu selalu membawa-bawa nama Bung Karno, tetapi didalam pembentukan apa jang dinamakan “Dewan Revolusi Indonesia” begitu pun didalam mendemisionerkan Kabinet Dwikora jang sjah, tidak diberi kesempatan kepada Pemimpin Besar Revolsi kita untuk berbitjara memberi pendjelasan dan komando beliau langsung kepada rakjat. Apalagi setelah didalam apa jang dinamakan “Dewan Revolusi Indonesia” itu tidak pula tertjantum nama Bung Karno dan tidak pula ditanda-tangani oleh Bung Karno, maka djelaslah bahwa kesimpang-siuran pendapat dan tafsiran jang ditimbulkan oleh peristiwa itu hanya bisa mendapat kedjelasan, djika Bung Karno sendiri setjara langsung dapat berbitjara kepada rakjat, ini perlu untuk dapat mejakinkan rakjat, bahwa apa jang dinjatakan dan apa jang didekritkan oleh jang dinamakan “Gerakan 30 September” itu adalah betul2 petualangan politik dari kaum kontra revolusi, sehingga dengan demikian dapat dipertahankan keutuhan dan persatuan dari semua potensi nasional progresip revolusioner didalam menghadapi aksi2 jang dilakukan oleh kaum kontra revolusi itu.

Djelaslah bahwa didalam menelaah peristiwa ini dari kita betul2 jang utama sekali diperlukan adalah kedjudjuran kita di dalam utjapan dan perbuatan mengenai kejakinan kita terhadap Adjaran dan Pimpinan Bung Karno. Dari situlah kita akan dapat kesimpulan, bahwa persoalan dan peristiwa jang di namakan “Gerakan 30 September” itu bukanlah persoalan intern Angkatan Darat, bukan persoalan intern Angkatan Bersendjata, tetapi adalah merupakan permainan dan petualangan politik dari kaum kontra-revolusi. Dan ini djelas tidak dapat diselesaikan dengan menurutkan emosi dan sentiment jang tidak terkendalikan, sebagaimana jang ingin ditjiptakan oleh dalang2 kontra-revolusi itu dengan melakukan pentjulikan, pembunuhan dan pengambil alihan kekuasaan itu.

Norma2 dan tjara2 jang dipergunakan oleh kaum kontra-revolusi untuk mengesampingkan Adjaran Bung Karno dan Bung Karno sendiri, djelas tidak mendapat dukungan dan simpati sebagaimana jang barangkali diperkirakan oleh dalang2nja. Operasi pemulihan keamanan, ketenangan dan ketertiban pasti akan membuka lebih banjak keterangan tentang siapa2 banjak keterangan tentang siapa2 jang tersangkut didalam petualangan dan pengchianatan ini, Jg bersalah didalam hal ini, apakah dia oknum2 dari Angkatan Darat, apakah dia oknum2 dari Angkatan lainnja ataukah dia berada diluar Angkatan Bersendjata pasti akan djelas setelah kita melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap mereka jang langsung tersangkut sebagai pelaksana ataupun sbg pimpinan didalam pemberontakan jang dinamakan “G.30.S” itu. Djelaslah bahwa peristiwa itu akan diusahakan menarik keuntungan oleh kekuatan2 internasional jang sedang bertentangan sekarang ini. Dan kalau kita tidak waspada2, kalau kita membiarkan diri kita dihantjurkan oleh emosi dan sentimen sehingga ketenangan, keamanan dan ketertiban terganggu, pastilah djarum2 infiltrasi dari kekuatan2 internasional itu akan mendiadikan Tanah Air kita, bangsa kita, sebagai arena baru dari pertentangan kekuatan2 internasional itu. Maka dengan demikian akan kabur atau akan hilang pulalah integritas dari Pantjasila, kabur dan hilang integritas Adjaran Bung Karno dan kepemimpinan Bung Karno selaku Pemimpin Besar Revolusi, akan terantjam pulalah integritas kesatuan dan persatuan negara serta 105 juta rakjat kita, dan last but not least akan terantjam pula integritas Ketahanan dan Kewaspadaan Nasional kita di dalam perdjuangan terhadap Nekolim. Dalam hubungan inilah kita betul harus menjadari apa jg diadjarkan oleh Bung Karno tentang hukum “Kesatuan Tiga” didalam RESOPIM, jaitu sjarat2 mental bg perdjuangan kita berupa: 1. Revolusi, 2. Ideologi Nasional progresip (jaitu Adjaran Bung Karno) dan 3. Pimpinan Nasional jaitu Bung Karno selaku Presiden, Panglima Tertinggi, Mandataris MPRS dan selaku Pimpinan Besar Revolusi.

Bersikap, bertindak dan bergerak atas Pimpinan Nasional inilah kita dapat menangkis dan membasmi setiap usaha dan setiap kegiatan kaum kontra-revolusi ataupun dari musuh2 revolusi lainnja, termasuk nekolim. Sebaliknja kaum kontra revolusi dan nekolim didalam usahanja tentu akan berusaha untuk mengatjaukan sjarat2 mental “kesatuan tiga” ini, terutama dibidang ideology dan dibidang disiplin terhadap Pimpinan Nasional.

Mereka akan berusaha membakar emosi dan sentimen untuk menghilangkan disiplin dan ketertiban dibidang ideology nasional dan dibidang Pimpinan Nasional ini. Salah satu usahanja sudah kita alami dengan apa jang dinamakan “Gerakan 30 September” itu jg sebagaimana kita ketahui telah sempat menggontjangkan mental kita jang selama beberapa hari telah mendapat kesempatan menggontjang Revolusi, ideology nasional kita dan pimpinan nasional kita. Tetapi kembali tampilnja Bung Karno memimpin penjelesaian dari akibat2 jang ditimbulkan oleh peristiwa pengchianatan kaum kontra-revolusi itu, Insja Allah menggelorakan kembali semangat persatuan utk menumpas dalang serta kegiatan2 kontra revolusioner itu. Kewaspadaan jang harus kita djaga sekarang adalah supaja djangan sampai gelora dendam dan emosi, kembali melupakan kita kepada sjarat2 mental berupa hukum “Kesatuan Tiga” jang dinjatakan oleh Bung Karno didalam RESOPIM. Djangan sampai kita lupa bahwa revolusi belum selesai, djangan kita lupa atau djangan sampai kita dapat diselewengkan dari Ideologi Nasional jang progresip, dan djangan sampai kita dapat dibawakan keluar dari rel jang ditentukan oleh Pimpinan Nasional. Sebab inilah jang akan mendjamin keutuhan dan kebulatan kita sebagai potensi jang betul2 nasional progresip revolusioner sedjati berporoskan atau berdjiwakan NASAKOM komplit menurut Adjaran Bung Karno, bukan poros atau djiwa jg hanja 1/3 NASAKOM atau menghilangkan Pantjasila/NASAKOM sama sekali sebagaimana jang hendak dipaksakan oleh kaum kontra revolusi dengan apa jang dinamakannja “Gerakan 30 September” itu.

Kami tidak akan mengulangi mentjoba memberi pendjelasan tentang pengalaman kami dan perkembangan kedjadian2 setjara chronologis semendjak meletusnja petualangan apa jang dinamakan “Gerakan 30 September” itu. Karena dengan mengikuti sendiri perkembangannja saudara2 tentu sependapat dengan kami, bahwa ini bukanlah persoalan intern Angkatan Darat, atau persoalan intern Angkatan Bersendjata, tetapi bahwa persoalan ini adalah persoalan permainan politik jang merupakan tantangan terhadap integritas Pimpinan Nasional kita, Bung Karno, tantangan terhadap integritas ideology Nasional jang progresip jaitu Undang2 Dasar 45 ini djuga rakjat kita, bahwa ini adalah djuga tantangan terhadap integritas pembangunan Ketahanan Nasional dan Kewaspadaan Nasional didalam menghadapi musuh utama kita, jaitu nekolim. Oknum2 Angkatan Darat ataupun oknum2 lainnja dari Angkatan Udara kita, ataupun oknum2 lainnja dari Angkatan Bersendjata hanjalah merupakan alat, kalau tidak akan kami katakan merupakan korban, dari pada petualangan dan permainan politik itu. Jang bersalah harus tetap mendapat hukumannja dan siapa jang bersalah itu akan semakin djelas dengan kemadjuan operasi pemulihan keamanan jang dipertjajakan dan ditugaskan oleh Presiden kepada Major Djenderal Soeharto, Panglima KOSTRAD. Kewadjiban kita adalah sekarang ini menjadari dan menentukan siapa kawan dan siapa lawan jang harus kita basmi sebagai kaum kontra-revolusioner, dengan berdiri dibelakang Pemimpin Nasional kita Bung Karno dan membantu melaksanakan amanat dan komando beliau untuk mentiptaka ketenangan, keamanan dan ketertiban.

Kita harus waspada supaja negara dan bangsa kita djangan sampai mendjadi arena tempat pertarungan kekuatan 2 internasional dari manapun datangnja dan bagaimanapun sifat dan bentuknja. Kita selalu berhasil menjelesaikan persoalan kontra revolusi didalam negeri dengan usaha dan kekuatan sendiri, tanpa bantuan dari negeri manapun. Karena itu kita berhasil selalu menolak intervensi asing baik politik ataupun militer di negara kita. Djuga sekarang kita harus waspada terhadap usaha2 tjampur tangan atau intervensi jg bersifat dan berbentuk bagaimana pun dari luar. Dan untuk itulah diperlukan ketenangan, keamanan dan ketertiban tanpa mengurangi kegiatan memberi bantuan sepenuhnja kepada Angkatan Bersendjata jang ditugaskan oleh Presiden untuk memulihkan keamanan, ketenangan dan ketertiban itu.

Dengan hasil2 operasi itu akan semakin djelas apa atau siapa jang mendjadi biang keladi dari permainan dan petualangan politik jg telah membahajakan revolusi dan persatuan bangsa kita itu. Djuga dari saudara2 sebagai Wakil2 Rakjat kami harapkan pengertian dan bantuan ini, dengan turut membantu mengerahkan dan mengkoordinasikan prestasi2 jang positip didalam masjarakat untuk menanggulangi ketenangan dan ketertiban disegalabidangjang menjangkut kehidupan dan penghidupan masjarakat kita, terutama jang menjangkut ketertiban dan stabilitas dibidang produksi dan pembangunan umumnja, dibidang politik dan social-ekonomi chususnja. Dengan penilaian2 dan penelahaan seperti diatas itulah kami didalam melaksanakan tugas kami sebagai Alat Revolusi menentukan siapa lawan dan siapa kawan. Dan berdasarkan itu pula saudara2 bebas untuk menilai kami sebagai kawan jang harus dibantu dan dibawa berkonsultasi, ataukah sebagai lawan jang harus dibawa berkonfrontasi.

Sebab dengan nilai2 seperti jg kami uraikan diatas itu pulalah kami menentukan revolusioner atau kontra-revolusioner sikap dan tindakan didalam masjarakat. Dan berdasarkan pengetahuan jang demikian tentang penilaian dan penelahan kami mengenai peristiwa apa jang dinamakan “Gerakan 30 September” itu kami harapkan DPRGR sebagai Lembaga Perwakilan Rakjat akan dapat pula merumuskan sikap dan bantuannja didalam melaksanakan Amanat dan komado jang telah diberikan oleh Pemimpin Besar Revolusi untuk menjelesaikan persoalan petualangan dan permainan politik jang baru lalu itu. Begitupun uraian dan penelahaan kami itu merupakan bahan bagi saudara2 sekalian untuk menentukan sikap didalam memberikan bantuannja sebagai warga negara ataupun sebagai wakil dan pimpinan rakjat didalam mempertjepat penjelesaian persoalan permainan dan petualangan politik jang membahajakan negara, bangsa dan Revolusi Indonesia itu, demikian Major Djenderal Ibrahim Adjie. (DTS)

Sumber: BERITA YUDHA (15/10/1965)

[1]Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam  Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, Hal 110-117.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.