TANGGAPAN PENGUSAHA AS ATAS AJAKAN PRESIDEN SOEHARTO
Investor AS Ke RI Akan Lebih Banyak “Red Tapes” di Mana-mana Ada [1]
New York, Suara Pembaruan
Stabilitas sebuah pemerintahan, merupakan hal mutlak bagi bisnis untuk masuk ke sebuah negara, demikian dikemukakan oleh beberapa pengusaha dalam wawancara khusus dengan wartawati Pembaruan Annie Bertha Simamora, setelah para pengusaha tersebut mendengarkan pidato Presiden Soeharto Jumat malam waktu setempat Tidak satu pun dari pengusaha yang dihubungi yang tidak memuji isi pidato tersebut. Tiga standing ovation (penghormatan yang tinggi, tepuk tangan gemuruh sambil berdiri) diberikan 400 orang pengusaha Amerika yang beroperasi di Indonesia, pada jamuan makan malam di mana Presiden Soeharto memberi sambutan. Dalam sambutannya, Presiden Soeharto mengajak pengusaha-pengusaha AS menjadi mitra usaha Indonesia.
Thomas Collins, Manager Public Affairs Mobil Oil Corporation bercerita bagaimana perusahaan tersebut beroperasi di Indonesia sejak tahun 1898. Namun operasi di Indonesia tersebut bertambah besar sejak ditemukan gas alam di Arun pada tahun 1971. Sejak itu Mobil Oil Indonesia bersama Pertamina mengembangkan pengelolaan gas tersebut.
Sejak beroperasi di Indonesia selalu berjalan lancar, dan kemitraan dengan pihak Indonesia baik sekali
“Kami sangat puas dalam kemitraan dengan Pertam ina,” katanya.
Pembangunan prasarana di Indonesia merupakan pembangunan paling cepat. Merupakan bukti bahwa pendapatan dari sumber-sumber minyak telah dipergunakan untuk membangun prasarana untuk rakyat. Perusahaan Anda ikut dalam pembangunan prasarana tersebut? Tentu saja. Di Arun (tempat penambangan gas alam) dan di dua kota, Lhokseumawe dan Lhoksukon, Aceh, kami aktif sekali dalam berbagai projek pembangunan jalan raya, sekolah dan lembaga-lembaga keagamaan.
Bagaimana dengan red tapes (hambatan-hambatan)? Red tapes selalu ada dalam segala situasi. Tapi komitmen pemerintah Indonesia sangat baik sekali, agar pekerjaan bisa segera dimulai. Dengan demikian kedua mitra dapat bekerja bersama-sama.
MenurutAnda akan lebih banyak investor Amerika masuk ke Indonesia?
“Oh. yes, oh yes, saya berpikir demikian .” Indonesia merupakan negara paling cepat bertumbuh dan cepat berkembang ,dan pasamya pun demikian. Indonesia merupakan negara yang baik bagi perusahaan dari mana-mana untuk melak:ukan bisnis.
Negara Stabil
Kalau berbicara dengan investor Amerika, Anda akan mengatakan apa mengenai Indonesia? Akan saya ceritakan bahwa Indonesia merupakan negara yang stabil, dan tempat alamiah untuk melak:ukan bisnis. Dari sudut pandang Mobil Oil, kami sangat puas, kami dapat berpartisipasi dalam pembangunan, kata Thomas Collins.
Paul T. Scott, Ketua Virginia Indonesia Company (Vico) di mana perusahaan yang dipimpinnya beroperasi di Indonesia sejak tahun 1968 baru saja kembali dari Indonesia. Dengan penuh semangat, ia bercerita bahwa Vico yang beroperasi di Kalimantan Timur tidak pernah mengalami kesulitan yang berarti.
“Kesulitan?”ia bertanya. “Di mana-mana juga ada.” Tetapi di Indonesia, katanya, tidak bisa mengatakan kesulitan ada. Karena sejak dari semula keseluruhan operasi Vicoberasal Houston Texas tersebut sangat sukses. No,no, nothing, ia berkata dengan pasti ketika ditanya.
Apakah prasarana cukup? Masih perlu perbaikan. Komunikasi? Baik sekali.
Tidak terdapat keluhan. Komunikasi Vico sudah baik sedemikian rupa. Kadang kadang lebih baik dari komunikasi diAmerika.
“Anda barang-kali tidak percaya, saya bicara dengan orang yang berada di jamuan ini. Kami punya alat komunikasi satelit yang dapat digunakan melalui satelit domestik Palapa. Tidak ubahnya seperti bertelepon dari satu bagian New York ke bagian lainnya di kota ini. Betul-betul sangat baik, ujarnya.
Kesempatan Selangit
Kalau bicara dengan investor Amerika akan saya bilang bahwa terdapat kesempatan selangit di sana, di Indonesia. Dan betul-betul mereka harus melihat Indonesia dengan teliti dari dekat. Anda punya pemerintahan yang sangat stabil dan progresif Sudah terdapat banyak prasarana. Rakyatnya merupakan salah satu bangsa paling ramah di dunia. Ini merupakan plus bagi investor.
Bagaimana dengan “Red Tapes”?
“Oh, selalu ada sedikit Tetapi jangan sampai hal tersebut membuat orang tidak terdorong. Dapat dilalui dengan baik.”
J.B.Branddreth, Presiden Condor Corporation membeli alkohol detergen dari Indonesia sejak 15 tahun yang lalu.
“Sejak negara Anda membuat alkohol jenis itu.” Sekarang terdapat pabrik baru di Belawan dan sedang dibangun juga di Pulau Batam. Dan saya tertarik sekali dengan produk tersebut, Produk pabrik DHW, rnilik seorang Indonesia di Jerman saya jual di Amerika. Juga yang dari Batam, apabila sudah berproduksi.
Mengenai hambatan bisnis di Indonesia J.B. Brandddreth berkata,
“Belum, saya belum pemah mengalarni kesulitan . Bank saya, Bank Eksim Indonesia, sahabat saya dan mereka memberi fasilitas untuk bisnis saya.”Perbaikan komunikasi sejak tahun 1955 waktu saya berkunjung ke Indonesia dan tinggal di Hotel Des Indes, sudah sangat baik sekali. “Dulu tidak aman berkendaraan dari Surabaya ke Jakarta, sekarang sangat aman.”
Mengenai iklim bisnis? Sekarang Indonesia berorientasi bisnis dan menurut saya negara tersebut akan menguasai pasar alkohol detergen. Kualitasnya diterima di mana mana. Belum tentu demikian barang dari negara-negara lain. Kualitas barang yang saya beli dari Indonesia baik sekali.
Sekiranya saya berbicara kepada kalangan bisnis saya akan katakan bahwa Indonesia sangat dapat dipercaya sekarang ini, sangat berorientasi bisnis. Menurut pendapat saya biaya buruh lebih murah dibanding di Malaysia.
Red tapes? Yes, tapi juga di Amerika. Barangkali memang lebih gampang membeli dari pada menjual. Tetapi bisnis saya dengan Indonesia merupakan kegembiraan bagi saya, membawa hasil dan saya rasa masa depan bisnis tersebut akan lebih cerah.
Freeport
George A.Mealey dari Freeport-McMoran Copper & Gold, menjelaskan bahwa perusahaannya turut membangun di daerah lokasi mereka di Irian Jaya, untuk mengembalikan sebagian dari keuntungan yang diperoleh mereka. Presiden dan Chief Executive Officer perusahaan tersebut menjelaskan perusahaannya terdorong datang ke Freeport dan menginvestasi ratusan juta dolar, karena pada dasarnya perusahaan tersebut memang selalu berani mencoba.
“Kami mempunyai teknologi dan Indonesia punya potensi. Perusahaan pertambangan kami hanya menanam modal di negara negara yang mempunyai potensi tinggi. Juga di sana terdapat kesempatan luar biasa untuk bertumbuh .”
“Kami suka Freeport, Irja, Indonesia, karena banyak hal yang sama di sana dengan di Lousianna (asal perusahaan) Pendeknya kami suka Indonesia.”
Kritik-kritik yang dilemparkan ke alamat pemerintah Indonesia dalam menangani pembangunan di Irja sebagian besar dilakukan tanpa pikir.
“Banyak orang yang salah informasi, tidak bertindak dengan menggunakan fakta. Kami sendiri berusaha sebisa mungkin untuk memberi informasi yang benar.”
“Menurut saya banyak kritik dilemparkan tanpa melihat yang sebenarnya. Barangkali yang paling baik, bagi Indonesia ialah untuk meng-counter dengan cara kami beroperasi. Orang-orang asing yang bekerja di lokasi merupakan diplomat paling baik. Mereka bercerita yang sebenarnya. Mereka orang-orang yang mempunyai kredibilitas sangat baik.”
Red tapes? “No” (sambil tertawa gembira).
Sebenarnya kami sudah mulai beroperasi di Irja sejak zaman Belanda. Waktu itu banyak sekali red tapes. Zaman Soekarno merupakan paling sulit Mulai tahun 1967 ketika pemerintahan baru memunculkan UU nomor 1 tentang Penanaman Modal, betul-betul tidak terdapat kesulitan untuk menilai pekerjaan. Malah Departemen Pertambangan menyuruh untuk bekerja lebih cepat dan sekarang juga tidak terdapat kesulitan .
Di AS saya selalu ditanya dan selalu memberi perbandingan red tapes di Amerika dan di Indonesia. Lebih mudah mengatasi hambatan di Indonesia ketimbang di AS. Kalau sekiranya saya disuruh berbicara kepada kalangan bisnis di Amerika saya akan mengatakan
“cobalah renangi, airnya baik sekali.”
Mealy berpendapat penting sekali bagi perusahaan lain juga di samping Freeport untuk turut membantu pembangunan. Tetapi memang lebih gampang kalau lokasi perusahaan berada di daerah terpencil. Bisa memberikan kesempatan bisnis kecil-kecil untuk memasok kebutuhan perusahaan tersebut, yang di Jakarta barangkali tidak begitu penting.
Gunnar E. Sarsten,President dan Chief Operating Officer perusahaan konstruksi Morrison Knudsen Corporation menyebutkan pidato Presiden Soeharto sebagai a wonderful speech. Pesannya kena sasarannya. Ia berbicara banyak mengenai perdagangan bebas antar negara sebagai kesempatan bagi semua bangsa untuk berdagang sama rata, sama-tinggi.
“Menurut saya pesan tersebut pantas dan konsisten dengankebijakan pemerintahAS dan tentu sajaposisi bisnis AS.”
Mengenai bagian akhir pidato Presiden yang menyinggung, mengenai jiwa pionir bangsa AS dimasa lalu?
“Oh, itu menyenangkan sekali. Dilakukan dengan baik sekali.”
Paiton
Perusahaan Sarsten beroperasi di Paiton, Jawa Tirnur, sejak 27 tahun yang lalu.
“Tidak mengalami kesulitan yang berarti, semua bisa dilalui dengan gampang. Kami menikmati bisnis kami. Kami mencoba untuk bekerja sama dengan mitra-mitra Indonesia, kepada siapa kami bisa mengalihkan teknologi untuk memberi kesempatan memproduksi bahan-bahan yang kami perlukan. Umpamanya kawat,pipa atau kabel.”
Pernah alami kesulitan? No, no, tidak pernah. Birokrasi? Belum pernah lihat yang tidak pada tempatnya. Kalau sekiranya bicara kepada kalangan bisnis AS saya akan menceritakan, seperti yang sudah sering saya lakukan bahwa Indonesia satu negara yang bertumbuh, daerah sangat sehat kondisi bisnisnya. Kami menemukan orang-orang Indonesia sangat membantu, gampang diajak bekerja sama dan stabilitas pemerintahannya sangat penting sekali.
Semua pengusaha AS yang diwawancarai dipilih secara acak, belum dikenal. Ada yang didatangi di meja selagi menunggu makanan disuguhkan. Ada yang sambil antre masuk ruangan makan dan ada yang berdiri sambil berbincang-bincang di antara mereka. Semuanya memberi pandangan dengan lancar, tidak, mengatur kata-kata manis.***
Sumber: SUARA PEMBARUAN (27/0911992)
___________________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 612-616.